Bab 2

2389 Kata
  ***   Anya mengusap air matanya dengan tisu, ia melangkah menuju parkiran. Lalu mengendarai mobilnya, ia tidak ingin Silvi mengejeknya karena ia baru saja diputusi oleh Teguh. Jujur ia pernah putus cinta sebelumnya, namun tidak ada yang sesakit ini. Membuat kesedihannya sulit ditangani, ia perlu teman untuk bicara untuk meluapi apa yang telah ia alami. Putus cinta seperti ini membuat perasaannya hancur yang pernah ia rasakan. Anya meninggalkan area basment, ia sebenarnya bingung ingin pergi kemana. Anya mengusap wajah dengan tangannya. Jujur ia masih mencintai Teguh. Kenyataanya cinta itu tidak seindah rencananya. Keinginan selalu bersama kini hanya tinggal janji saja. Mungkin ia sudah terlalu banyak cinta maka ia bisa sesakit ini. Anya mengambil ponsel di dasbor, ia mengarahkan mobilnya ke lokasi Mega Kuningan. Karena di sana lah sahabatnya berada. Anya mencari kontak Fatin,  lalu ia menekan tombol hijau pada layar. Ia letakan ponsel dengan telinga kiri, menunggu sang pemilik ponsel mengangkat panggilannya. Anya tidak peduli jika suatu ketika saat menelfon seperti ini ditilang petugas kepolisian karena melanggar aturan. "Iya Anya" "Lagi apa beb?" Tanya Anya dari speaker ponselnya, Anya menatap ke depan karena seketika macet. Anya membawa mobilnya dengan hati-hati. Anya membuka kaca mobil sebentar dan ia mendengar di depan ada kecelakaan. "Gue lagi kost aja beb" "Enggak sibuk kan Lo" ucap Anya parau, ingin menangis lagi. "Enggak lah" Anya menarik nafas, "I have a problem, and it's complicated. Gue mau ke Hollwings, Lo samper gue dong" Anya terisak. "Lo emangnya di mana?" "Gue lagi di jalan beb, macet banget di Thamrin, katanya sih ada kecelakaan gitu" "Tapi lo nggak apa-apa kan" "Enggak" Anya masih safe driver, "Yaudah lo siap-siap gitu" ucap Anya, ia melirik jam melingkar ditangannya menunjukkan pukul 21.15.. "Iya, Lo tenang aja, pasti gue samper" "Oke, beb" Beberapa saat kemudian kini Anya tiba di hollywings. Anya memilih duduk di bar, sambil mengusap tisu di wajahnya. Anya melihat penampilannya di camera ponsel. Matanya sudah sembab, ia lupa membawa cream eyes untuk menutupi matanya yang sedikit bengkak karena menangis sepanjang jalan. Beberapa saat kemudian ia menatap Fatin. "Hey, Lo kenapa?" Tanya Fatin, mengelus rambut panjang itu. Fatin mencoba menenangkan Anya, ia yakin wanita itu tidak sedang baik-baik aja. "Cerita sama gue, Lo kenapa? Siapa yang buat Lo gini?" Tanya Fatin, memandang wajah cantik Anya. Air mata Anya jatuh dengan sendirinya, untuk berbicara saja sulit sekali. Fatin membawa Anya ketempat yang tenang, mereka keluar dari Hollwings karena di dalam terlalu berisik menurutnya. Fatin membawa Anya duduk di Selasar dekat jalan, kebetulan di sana sepi. "Lo kenapa? Cerita ke gue?" Ucap Fatin. Anya menatap Fatin, air matanya tidak bisa dibendung lagi, "I broke up" isak Anya. Fatin mengerutkan dahi, ia tidak percaya bahwa Anya dan Teguh putus begitu saha. Oh Tuhan, kenapa ia di pertemukan oleh orang-orang patah hati secara bersamaan seperti ini. Beberapa menit yang lalu pak Evan sekarang Anya sahabatnya, "Serius?" "Why? Bukannya Lo sama dia sama-sama cinta" "Iya kita emang saling cinta, hanya kita udah nggak bisa lagi. Adiknya teguh Mika akan nikah sama Abang gue" Isak Anya lalu menangis tersedu-sedu. "Abang lo yang mana? Ares atau Raja?" Tanya Fatin. "Ares, mereka Minggu ini nikah" "OMG, Jadi kalian bakalan jadi keluarga?" Anya lalu mengangguk, "Gue masih belum siap sebenernya, gue shock kemarin, Abang gue Ares ngasih tau bahwa mereka akan nikah secepatnya karena Mika hamil" "Lo tau? Teguh mutusin gue, karena kita udah nggak bisa lagi sama-sama Fat. Katanya dia akan jaga hati perasaan orang tuanya. Karena Ares ngehamilin adiknya dan orang tuanya masih nggak terima itu semua" "Mika yang dijaga mati-matian oleh orang tuanya, bahkan akan menjadikan Mika salah satu finalis Putri Indonesia yang cantik, cerdas dan berpendidikan. Namun Ares menghancurkan semua. Teguh mengatakan bahwa orang tuanya tiap malam masih nangis meratapi Mika. Umurnya masih 18 tahun tapi Ares dengan brengseknya ngehamilin Mika. Ares itu g****k atau gimana, bisa-bisanya pacaran sama anak di bawah umur, gue seumur gitu masih ngemall Fat, gue masih jajan cilok di kampus" ucap Anya menyeka air matanya. "Gue awalnya nolak, nggak terima putus gitu aja dari Teguh. Lo tau kan gue dapatin Teguh itu butuh perjuangan Fat. Di mana lagi gue dapat cowok sesabar Teguh. Teguh itu cowok paling cool yang pernah gue kenal. Dia dewasa bisa ngadepin gue yang pecicilan gini" "Dia bisa ngimbangin gue Fat. Lo tau kan gue butuh banyak drama buat dekatin Teguh. Akhirnya Teguh nembak gue, gue belum dua bulan jadian sama Teguh, dan putus gitu aja" "Fat gue cinta banget sama Teguh" Isak Anya tak tertahankan, nangis sejadi-jadinya. "Gue cinta banget Fat sama Teguh," "Di mana lagi gue dapat Teguh. Dia cerdas, dokter spesialis penyakit jantung dan punya coffee shop. Gue masih nggak terima Fat" "Gue udah bilang sama Teguh, gue sama dia bisa jalani ini semua. Bagaimanapun caranya, nggak perlu putus" "Teguh bilang nggak bisa Fat. Dia masih jaga hati orang tuanya. Butuh waktu untuk meredam itu semua, ia tidak ingin melukai hati orang tua untuk kedua kalinya" "Sudah cukup adiknya saja yang seperti itu. Dia bilang orang tuanya sudah tua, siapa lagi yang akan ia jaga. Mika juga tidak bisa di andalkan untuk menjadi penerus klinik yang mereka bangun mati-matian" "Masih banyak lagi alasan kenapa Teguh mutusin hubungan gue" Fatin juga ikut menangis mendengar cerita Anya. Jika ia di posisi Anya juga belum siap menerima kenyataan. Ia pernah bertemu Teguh ketika Anya mengenalkan kepadanya. Teguh yang ia lihat, dia pria paling sabar yang pernah ia temui, pembawaanya dewasa, dan wawasannya sangat luas. Ia tahu perjuangan Anya mendapatkan Teguh itu seperti apa, berawal dari endorsmen coffee shop Teguh yang di lakukan Anya. Lalu mereka berkenalan, awal dari situlah mereka bersama. "Oh God, Lo yang sabar ya Nya" "Gue harus gimana Fat" Fatin menarik nafas ia menyentuh wajah Anya, menghapus air mata itu, "Lo tenang dulu ya, gue tau Lo belum siap menerima kenyataan. Tapi gue yakin Teguh masih cinta sama Lo" "Lo nggak boleh patah semangat Nya. Lo bisa lewatin ini semua" "I know, you will get even better" "I Know, thank you so much" ***   Malam ini Anya memutuskan untuk tidak pulang. Anya memilih menginap di hotel  Ritz-Carlton dekat kostan Fatin. Jika dalam keadaan galau seperti ini ia lebih nyaman sendiri. Ia sudah menghubungi Silvi bahwa ia tidak pulang. Besok mereka bertemu di studio pemotretan katalog, karena lokasinya dekat dari sini, dan  bertemu dengan owner Aroma Kopi. Anya membenamkan wajahnya dibantal, menangis tersedu-sedu, “Gue ini nyedihin banget sih !, kenapa gue lemah banget”. Dengan menangis seperti ini salah satu ampuh mengobati sakit hati. Setelah ini ia bersumpah akan melakukan traveling keluar kota untuk menghilangkan rasa sakit hatinya. Keesokan harinya Anya sudah berada di studio pemotretan tepatnya di Setiabudi One letaknya tidak terlalu dari tempatnya menginap. Anya datang lebih awal dari yang ia jadwalkan. Ia memang tidak lupa, bahwa hari ini ada pemotretan katalog Aroma Kopi. Namun hatinya tidak bisa bohong karena saat ini sedang patah hati, pikirannya sulit konsentrasi. Anya mengenakan dress berwarna coklat tanpa lengan, dengan model halter dibagian d**a. Jujur ini bukanlah yang pertama ia melakukan pemotretan, tapi sering ia lakukan. Namun suasana hatinya yang berbeda jadi, ia mengkondisikan bahwa saat ini kurang fit. Anya tersenyum ketika para staff menyapanya dan mempersilahkkannya duduk. Sepertinya para staff di sini sudah mengenalnya dengan baik. Mungkin dirinya adalah selebgram terkenal jadi semua sudah tahu dan inilah pekerjaanya. Anya memandang seorang wanita mengenakan celana jins dan kaos berwarna hitam bertulisan tim Rio Motret. Anya duduk di kursi meja makeup. MUA mulai mendandaninya, Anya melihat dari kaca seorang wanita membawa pakaian yang akan ia kenakan. Ia juga melihat Silvi berbicara dengan beberapa staff, asistennya itu sepertinya baru datang. “Habis nangis ya, mba” ucap mba-mba MUA yang sedang mendandaninya. “Kok tau” “Matanya agak bengkak gitu” “Tapi bisa di tutupi nggak?” ucap Anya. “Bisa, pakek bulu mata nanti nggak kelihatan kok. Kulit mba Anya cantik loh, sering perawatan ya mba” Anya tersenyum, “Sebulan sekali, ada jadwal rutinnya” “I see pantesan, kulit wajahnya kayak nggak ada pori-porinya, saking mulusnya ni wajah kayak jalan tol” “Ah kmu, bisa aja” Anya terkekeh. Beberapa  menit kemudian makeup sudah, Anya mengganti pakaian sebelum rambutnya di tata. Anya mengenakan bodycon slim V neck pencil dress. Ia suka pakaian ini, karena sangat pas ditubuhnya. Rambut panjangnya di blow, agar telihat lebih natural. Silvi menunggunya di sana, melambaikan tangan dari arah kaca. Lampu studio sudah dinyalakan softbox sudah berdiri. Fotografer juga siap, Anya pun selesai di dandan. Anya sudah berada di depan dan siap difoto. Para crew sibuk dengan property Aroma kopi. Anya berusaha professional. Mengikuti intruksi fotografer, dan ia cukup professional jika berpose. Ia tahu pose mana yang terbaik, walau suasana hatinya sedang tidak baik-baik saja. Perhatian Anya beralih ke arah pintu masuk. Anya melihat seorang pria mengenakan kaos hitam dipadukan dengan celana jins senada. Pria itu memiliki tubuh bidang dan tinggi. Rambutnya gondrong yang diikat kebelakang dengan karet dan ada sedikit brewok di bagian rahang yang tertata rapi. Semua crew studio sepertinya mengenal dia, dan tersenyum atas kedatangannya. Anya tidak tahu dia siapa, namun dugaanya 100 persen pria itulah owner Aroma Kopi. Tatapan mereka bertemu,  pria itu berdiri tepat di samping fotografer memperhatikannya dengan intens. Perhatian Anya beralih pada tato pada bagian lengan kiri pria itu, bergambar tribal ia juga tidak yakin itu gambar apa. Anya berusaha profesional tidak menghiraukan tatapan pria yang membuatnya agak panas dingin. Tatapan pria itu penuh perhitungan, Anya tidak menghiraukan tatapan itu kembali berpose. Satu jam berlalu, Anya sudah menyelesaikan pemotretannya. Para crew membereskan property Aroma Kopi.  Anya melihat seorang wanita menghampirinya, “Mba Anya, di sana bapak Bimo sudah menunggu” ucapnya ramah. Anya melangkah mendekati seorang pria yang sudah menunggu dirinya. Pria itu berbicara kepada Silvi dan di samping pria itu ibu Renata. Anya mengenal wanitai itu. Dia  adalah ibu Renata director marketing Aroma Kopi mereka pernah ketemu sebelumnya saat melakukan meeting. Anya memberikan senyum terbaiknya. “Anya, perkenalkan ini pak Bimo, owner Aroma Kopi” ucap Silvi memperkenalkannya Anya kepada pemilik Aroma kopi. Anya tersenyum lalu mengulurkan tangannya, “Hai, saya Anya Asmeralda” Anya mengulurkan tangan kepada pria itu. Sedetik kemudian Anya merasakan telapak tangan, jari-jari itu agak kasar bersentuhan dengan kilit halusnya. “Saya Bimo” ucapnya tenang. “Senang berkenal dengan anda” ucap Anya, lalu melepaskan genggaman tangan itu. “Silah kan duduk mba” ucap Renata, mempersilahkan Anya duduk. Anya dan Bimo lalu duduk, Anya melirik Silvi hanya hanya nyengir, kadang tertawa malu-malu. Seperti wanita salah tingkah dihadapan seorang pria yang ditaksirnya. “Anya ini sebagai brand ambassador Aroma kopi. Mba Anya itu identitas perusahaan kita, di mana ia bertindak sebagai alat pemasaran untuk mempengaruhi atau mengajak konsumen untuk membeli atau menggunakan produk Aroma kopi” Renata menjelaskan kepada Bimo. “Baik mba, kita tahu tugas dan tanggung jawab kita” ucap Anya tenang. “Ada yang ingin bapak tanyakan dengan mba Anya soalnya Aroma kopi?” “Kamu suka kopi” tanya Bimo. “Jika di campur dengan creamer saya suka” ucap Anya sekenanya. “Oh God, jadi kamu nggak suka kopi?” “Jika dicampur dengan berbagai bahan pendukung saya suka, saya tidak terbiasa dengan kopi tanpa gula” gumam Anya. Bimo sebagai pecinta kopi tahu bagaimana rasa kopi alami yang memiliki rasa lembut yang tidak terlalu lama berada di tenggorokan. Sedankan kopi oplosan dicampur dengan jagung dan esens (biang), sekali dihirup ada aroma kimiawi lebih tajam dan memiliki rasa hambar. Anya melirik Silvi, Silvi membalas tatapannya, “Apa” bisik Silvi. “Dia nggak ngobatkan?” ucap Anya pelan. “Apa kamu bilang?”     Alis Anya terangkat ketika ia tahu bahwa Bimo mendengar kata-katanya. Kata ngobat memang tidak pantas diucapkan untuk sebuah keprofesionalan dalam bekerja. Kata-kata Bimo terlihat sangat sangar dan tidak terima. Sehingga membuat Anya ketakutan. “Enggak ada apa-apa” ucap Anya terbata. Bimo lalu berdiri  memandang Anya. Sedangkan Anya merinding melihat Bimo, berdiri tepat di hadapaannya. “Asal kamu tahu, seumur hidup saya, saya tidak pernah ngobat. Ngerti !” “Kamu masih belum mengenal saya, dan kamu sudah berbicara tidak sopan” Anya hanya diam, sunggu tadi ia kecoplosan. Sementara Silvi ingin sekali menjotorkan kepala si artis ke dinding.  Padahal pria itulah yang berani membayar mahal untuk dirinya. “Pak Bimo sudah” ucap Renata menenangkan Bimo. Renata membawa Bimo menjauh sebelum ada hal-hal yang tidak diinginkan terjadi. Bimo melipat tangannya di d**a menatap Renata, “Kamu apa-apan sih memperkerjakan wanita seperti dia !” “I don't like her, dia sama sekali tidak professional” ucap Bimo murka. “Dia sudah professional, dia tadi datangg lebih awal dari yang dijadwalkan. Foto-foto yang dihasilkannya semua menarik untuk katalog di i********:, f*******:, marketplace dan sangat mengispirasi” ucap Renata menenangkan Bimo. “I don't want to cooperate with her. Dia wanita gila yang pernah saya temui” dengus Bimo, ia masih tidak terima mendengar Anya mengatakan dia ngobat. “Kamu tahu kan dia ngomong apa sama saya” Renata mengedikan bahu, “Tidak, saya tidak mendengarnya” “Oh God” “Di sini saya pemilik Aroma, saya berhak untuk bekerja dengan siapa saja” ucap Bimo penuh penekanan. “Tapi saya juga tahu pak, bagaimana membuat Aroma ini berkembang. Dia memang selebgram, bayarannya tidak terlalu mahal seperti artis lainnya. Namun dia lebih berpengaruh dibanding artis lsenior lainnya. Saya suka dia, karena dia bekerja dengan baik dan penjualan kita mulai meningkat, karena dia” Renata tidak mau kalah dengan ucapan Bimo, ia akan membela Anya demi targetnya dan berbicara penuh penekanan. “Kamu masih membela dia, dalam keadaan seperti ini !” “Ya tentu saja, karena tadi saya tidak mendengar apa-apa. Saya tahu bapak masih ingin menggantinya dengan brand ambassador seorang pria kan !” “Seperti kamu yang akan saya mutasi secepatnya ke Kalimantan, kamu membuat semuanya menjadi kacau” dengus Bimo. Bagi Renata itu hanya getrakan Bimo, ketika sedang kesal kepadanya. “Biar saya yang ngobrol dengan Anya. Bapak jika tidak suka tidak apa-apa. Bapak hanya lihat hasil akhirnya saja. Lihat laporan penjualan saja di kantor. Saya pastikan laporan keuangan naik 15 persen dari sebelumnya, karena dia ambassadornya” Bimo menarik nafas, ia melirik Anya. Wanita itu hanya diam memandangnya. Bimo lalu melangkah meninggalkan ruangan begitu saja. Ia tidak suka berargumentasi cukup lama dengan Renata. Bimo tahu bahwa Renata sudah menjelma menjadi marketing yang handal dan selalu mencapai target yang ia inginkan. Tanpa berbasa-basi, meninggalkan mereka bergitu saja. “b******k !”   ***  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN