BAB 13. Tidur dengan Vino

1374 Kata
Selesai makan malam, tadinya Hanna ingin meminta untuk diantar Vino pulang. Bersama dengan Hanny. Tapi ternyata, akhinya malah berbeda. Semua berkumpul di ruang tengah, sambil nonton tv “Kak, kapan kita pulang?” Rengek Hanny yang duduk di samping Hanny. Hanny menguap. Hanna melihat jam. Jam menunjukkan pukul sembilan lebih. Hampir sepuluh menit. “Sebentar sayang. Kakak tanya kak Vino.” Vino bilang jangan panggil Tuan dulu kalau di rumah, jadi Hanna menggunakan panggilan kak kepada Vino. Hanna duduk di samping Vino. Tapi dengan Vino yang duduk di sofa yang berbeda. Hanna bingung mau memanggil Vino apa di depan orang tua dan adiknya. Gak ada kata dan cara lain selain ini. Hanna meyakinkan diri dan memanggil Vino dengan sebutan ini. Lidahnya mungkin akan terasa aneh mengatakannya tapi Hanna tak punya ide lain selain panggilan ini. “Sayang.” Hanna mengutuk dirinya sendiri karena memanggil bosnya seperti ini. Gak tau nanti dapat hukuman apa di belakang orang tua Vino. Hanna meraih tangan Vino yang sibuk main ponselnya. “Manisnya.” Malah Sinta yang merespon. Sinta yang duduk di samping Hanna. “iya?” Vino menjawab, tapi tanpa menatapku. Matanya masih sibuk main ponsel. “Kapan kita mau pulang?” Tanya Hanna lagi, memberanikan diri. “emm, sebentar.” Dia malah asik main game di ponselnya. “Menginap ya, saat malam saja di sini?” Kata Sinta meraih tangan Hanna yang duduk di sampingnya. Hanna melirik Hanny. “iya kak. Menginap saja di sini. Hanny tidur sama kakak yuk, mau gak?” tanya Donita yang juga belum tidur. “boleh kak? Hanny sudah mengantuk. Besok juga Hanny kan harus sekolah lagi kak Hanna?” Hanny meminta izin kepada Hanna dulu. “boleh. Yuk. Kayaknya sudah mengantuk sekali Hanny.” Donita mengajak Hanny ke atas, ke kamarnya. Tidur bersama dengan Donita. Sementara Sinta masih mengajak ngobrol untuk acara pernikahan Vino dan Hanna, yang diajak ngobrol soal pernikahannya malah asik main game. Sesekali dia malah membahas soal pekerja dengan papanya. “Papa sudah ketemu, untuk model iklan ponsel terbaru? Satu cewek satu cowok kan?” tanya Vino, yang memegang ponsel terbaru keluaran perusahaan mereka. “belum. Papa belum dapat laporannya sih. Tapi pasti tim akan menemukan orang yang tepat Vin.” Kata Tama. “Iya sih pasti.” Vino tetap asik matanya main ponsel. “sudah dong membicarakan soal pekerjaannya di rumah. Kita bahas tentang pernikahan Vino dan Hanna. Lakukan secepatnya.” Desak Sinta kepada Vino. “Ya atur saja ma. Maunya mama dan papa kapan.” Timpal Vino. Hanna melirik Vino seakan tak percaya. Dia mengatakan pernikahan seperti sangat ringan baginya. Sementara bagi Hanna pernikahan itu adalah hal yang sangat penting, sakral untuk Hanna. Menikah itu hanya sekali seumur hidup, bertanggung jawab dengan pernikahan, yang paling penting bukan untuk permainan seperti dia dan Vino. Vino terkesan meremehkan dan mempermainkan pernikahan. Hanna juga punya impian sederhana. Menikah dengan laki-laki yang dia cinta, melayaninya dengan baik sampai akhir khayatnya. Memiliki anak yang manis dan lucu dengan laki-laki yang kelak dia cintai. “Ya sudah. Lusa gimana?” tanya Sinta pada Vino. “boleh “ ujar Vino lagi tanpa meninggalkan permainan di ponselnya. Ini Hanna mau protes kepada Vino. Tapi tak bisa dia lakukan di depan Vino. Nanti Hanna akan protes ketika berduaan dengan Vino. Maksudnya ketika berdua saja dengan Vino. Bukan sengaja berduaan. “ya sudah sayang. Kamu tidur ya. Kan sudah malan. Gak baik untuk ibu hamil muda.” Kata Sinta menepuk punggung tangan Hanna dan menggenggamnya lembut. Seperti ibu yang menasehati anaknya. Membuat Hanna rindu dengan mamanya dulu. Kasih sayang mamanya, dimanja mamanya. Hanna Suma dekat dengan sinta. “mau tidur di kamar Vino atau mau tidur sendiri di kamar tamu?” Tanya Sinta kepada Hanna. Jujur, Hanna maunya tidur di kamar Vino. Secara Hanna itu penakut. Rumah Vino besar, luas, dan kamar tamu ada di bawah. Semua ada di atas. Pembantu dan pekerja lainnya ada di rumah sendiri. Bagian samping rumah Vino itu ada untuk tempat tinggal mereka. “kamar Vino saja ya. Takut kamu butuh Vino biar gampang.” Timpal Sinta. Hanna lega mendengarnya. Tapi bagaimana tidur satu kamar dengan laki-laki. Hanna belum pernah melakukannya. “Udah Vin main gamenya. Temani Hanna tidur. Ke kamar kamu. Jangan macem-macem ingat. Hanna lagi hamil.” Sinta mengambil ponselnya Vino. “Masa, siniin ponsel aku. Itu aku lagi asik main. Hampir juara satu tarung tau gak. Nanti aku kalah harus ngulang.” Vino merengek kepada Sinta, sebenarnya mama tiri Vino, tapi Vino sangat dekat dengan Sinta akhir-akhir ini. Dia sering mencurahkan isi hatinya kepada Sinta. Setelah patah hati dengan Airin. Dia banyak berbicara dengan Sinta. Apa maunya perempuan, bagaimana menghadapinya, dan banyak hal lagi. Vino menyerah. Dia akhirnya mengalah dan mengantar Hanna ke kamarnya. Dengan syarat kembalikan ponselnya. Sinta mengembalikan ponselnya. Dengan syarat menjaga Hanna naik tangga. Sinta memiliki pengalaman tak enak dengan tangga, ketika dia hamil anak Tama dan pada akhirnya jatuh dari tangga dan dia keguguran. Itu adik Vino dan Donita, dari Tama. Setelah itu Sinta menopause. “Mama pegang ponsel kamu deh sampai ke atas. Kamu jagain Hanna beneran. Nanti mama kasih di atas. Sekalian mama kan mau ke kamar sama papa.” Kata Sinta melirik Tama. “iya. Papa matikan tvnya.”. Tama mematikan televisinya. Mereka sama-sama naik ke lantai dua rumah mereka. Tama dan Sinta berjalan di belakang Vino dan Hanna. Vino benar-benar menggandeng Hanna. Menuntun Hanna. Sesekali keduanya melirik. Rasanya aneh, kenapa jadi malah nempel banget, saling dekat. Aneh ... Tak lama mereka sampai di depan kamar Vino. Sinta menepati janjinya dan memberikan ponsel itu. Setelahnya Sinta dan Tama pamit ke kamar. “mama sama papa ke kamar ya sayang.” Kata Sinta kepada Hanna. “kamu jagain Hanna baik-baik Vin.” Ujar Sinta kepada vino. “iya ma. Selamat malam ma, pa.” Sinta dan Tama meninggalkan keduanya. Vino dan hanna masuk. Hanna melihat sekitar kamar Vino. Hanya ada satu ranjang. Dia jadinya tidur dimana. “saya tidur di mana tuan?” kata Hanna kepada Vino. “di tempat tidur lah.” Vino menunjum tempat tidurnya. Setelah menutup pintu. Vino tak mengunci pintunya. Dia tak suka mengunci pintu kamarnya. Vino ke kamar mandi. Bersih-bersih sebelum tidur. Lalu dia kembali dan rebahan di tempat tidurnya. Bukannya memejamkan mata Vino malah main. Hanna tau kamar Donita. Rasanya lebih enak tidur di sana. Hanna ingin tidur di sana. Dia pamit kepada Vino. “Tuan saya tidur di kamar Donita saja.” Kata Hanna akan beranjak. “sudah tidur dia. Susah di bangunkan. Pintu kamarnya juga pasti di kunci.” Timpal Vino melihat jam di ponsel sambil main. “tidur di sini saja. Lagian saya juga tidak akan melakukan apapun kepada kamu. Memangnya saya mau apa. Saya itu masih mencintai Airin.” “Iya saya tau.” “ke kamar mandi saja. Kalau mau ganti baju tidur. Pakai baju tidur saya. Cuci tangan, muka dan gosok gigi. Ada dua kok alat gosok giginya di dalam.” Vino menunjukkan kamar mandinya. Padahal Hanna sudah tahu tempatnya. Dia sudah melihat Vino. Hanna ke kamar mandi dan melakukan apa yang Vino katakan. Ketika dia selesai. Hanna malah mendapati Vino sudah tidur dengan ponsel yang masih menyala. Persis dengan Hanny. Hanna perlahan mengambil ponsel Vino. Tapi menatap wajah Vino dari dekat dan ketika Vino tertidur pulas. Hanna merasa ada yang aneh dalam jantungnya. Mungkin karena Vino memang sangat tampan. Siapa yang tak deg-degan dengan Vino yang sangat tampan. Hanna mematikan ponsel Vino dan menaruhnya di meja. Dia tidur di samping Vino. Sebenarnya Hanna tidur cukup jauh dari Vino mengingat ranjang Vino ranjang yang luas dan lebar. Di tengah mereka juga ada guling. Satu guling yang sedang Vino peluk. Hanna membernarkan selimut Vino dan menarik selimut untuk dirinya sendiri. Ketika Hanna sedang nyaman dengan tidurnya. Tiba-tiba ada tangan yang memeluknya. Hanna panik karena itu. Dia berusaha menoleh dan setau dia juga hanya ada Vino di belakangnya. Benar saja, Vino yang memeluk dia. Vino tak bisa tidur tanpa memeluk sesuatu. “tuan.” Hanna berusaha mati-matian untuk melepaskan diri dai pelukan Vino. Tapi tangan Vino jauh lebih kuat menahan dia ke dalam pelukannya. “Diam. Atau saya usir dari rumah dan restoran.” Kata dia. Dengan mata terpejam. Entah mengigau atau bagaimana Hanna tak tau. Jadilah Hanna diam tidur dipeluk Vino, dan sekarang Hanna dan Vino malah berhadapan lagi tidurnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN