“Angkat teleponku, kucing liar...” gumamnya dengan nada sangat memohon, menunduk sedih dengan hati seolah diremas kuat oleh tangan tak terlihat. Tapi, meski bagaimanapun Arya mencoba menghubungi Lia, teleponnya tetap saja tak diangkat. Apakah wanita itu kini mulai menghindarinya? Sejak pulang dari rumah perempuan itu, ia mulai bersikap seolah menjaga jarak darinya. Rasa takut menghantui hatinya dengan cepat. Meluruhkan pertahanannya seperti benteng yang roboh oleh gempuran bom berdaya ledak tinggi. Arya sekali lagi seolah menjadi lemah seperti beberapa tahun silam ketika ia masih kanak-kanak. Tak punya kuasa untuk protes pada orang yang mengabaikannya. Tak punya hak untuk meminta perhatian sedikit saja. Hatinya menjadi dingin. Kesadaran logika Arya perlahan menghilang. Ia pun be