Sabtu, esok harinya. Matahari masih belum menampakkan sinarnya. Langit masih gelap, tapi Jena Rahardian sudah berdiri dengan wajah hampa dan hati tenggelam di depan pagar rumah sewa Zaflan. Kedua bola matanya seolah tidak ada cahaya di sana. Di kakinya yang terluka terpasang perban tebal dan sama sekali tidak ada penyangga untuk membantunya berdiri. Pakaian di tubuhnya masih sama dengan yang dulu, kusut dan kotor. Dia sudah pergi.... Pria itu sudah pergi untuk selamanya.... Air mata Jena perlahan meluruh membasahi kedua pipinya, mata masih menatap rumah kosong yang ditinggalkan di depannya ini. Tidak ada tanda-tanda kehidupan di sana selain sebuah kertas besar bertuliskan penawaran untuk menyewa rumah tersebut. Semua lampunya mati. Sangat gelap seperti hatinya sekarang ini. Jena