“Mereka bilang apa kepadamu?” Haruka berjalan mendekat ketika Jena kembali ke kamar itu, jalannya masih saja sedikit tertatih. Wanita berambut hitam lurus itu hanya menundukkan kepala dengan wajah mendung, sorot matanya tidak bersemangat. Mata Haruka kemudian mengarah kepada dua amplop yang berada dalam rangkulan salah satu lengan Jena. Dengan cepat ia merebutnya. “Apa ini? Apa ini seperti yang aku pikirkan?” Nada suara Haruka mulai tidak enak didengar, wajah sangat kesal. “Sialan! Ternyata memang benar! Keluarga kaya memang suka sekali semena-mena!” Surat perjanjian itu pegangnya hampir robek, gigi menggeram kuat. Jena menghela napas kasar, dan dengan susah payah duduk di tepi tempat tidur. Keningnya bertaut lemas sambil berkata, “sudahlah. Jangan terlalu emosi. Paman Zaflan bers