Bab 4.Percikan Bag. 2

1961 Kata
Ting..tong.. Bel rumah berbunyi. Siapa yang datang sepagi ini ? Nety sedang merias wajahnya, menyapu sedikit blush on pada tulang pipinya, sedikit maskara di bulu mata yang lentik dan lipstik tipis di bibirnya. "Hm..cukup cantik buat menggoda suamiku. " Monolog Nety memuji dirinya sendiri. Samar- samar dia mendengar suara seorang wanita memanggil-manggil. Dia kenal suara itu. "Sara? Tumben sepagi ini ? Perasaan ga ada janji deh," katanya mengernyitkan dahi. Setelah merapikan semuanya sebentar dia keluar kamar menyambut tamu yang datang sepagi ini . Ketika pintu dibukakan, di depannya terlihat Sara dengan dress warna putih gading dengan motif bunga- bunga kecil. Panjang dress di atas lutut. Belahan d**a bentuk v. Lekuk tubuhnya terlihat indah. Rambut ikalnya digerai, dengan make up tipis tapi kelihatan cantik dan menawan. Nety terpana. Him pagi- pagi sudah cantik begini ? Kayak mau ke pesta aja, gumamnya dalam hati. Tak biasanya Sara berpenampilan begitu kalau berkunjung ke rumah. Biasanya kaos dan celana seperempat panjang, rambut diikat ke atas dan wajah polos tanpa make up. Sara, teman satu komplek tinggal beberapa blok dari rumahnya. Suaminya satu kantor dengan Erwin, tepatnya bawahan Erwin. Sara kerap kali datang ke rumah, tapi saat Erwin sedang tidak ada. Mereka bercengkrama, lebih tepatnya saling curhat tentang suami masing-masing. Namun, sudah hampir dua minggu Sara tidak datang berkunjung. Nety tidak mencari tahu, mungkin saja terlalu sibuk dengan urusan masing- masing. Toh, Sara selalu datang dengan cerita yang selalu sama. Keluhan mengenai suaminya yang pelit dan suka main kasar. Nety merasa bebannya tambah berat mendengar keluh kesah Sara maka ketika Sara tidak berkunjung ke rumahnya, dia tidak begitu peduli. Sara cantik tapi suka murung , mungkin karena tekanan batin, hidup dengan suaminya, yang katanya sering melakukan kekerasan dalam rumah tangga. Tapi kali ini dia datang ke rumah, dengan baju yang menampilkan tubuh aduhainya dan wajah yang berseri-seri. Ada apa? Apa mau ajak ke pesta sepagi ini? Atau mau ajak shopping ? Tidak biasa-biasanya, batin Nety. "Hai,Nety....aku ga disuruh masuk nih?" Suara ceria Sara membuyarkan lamunan Nety. "Oo.ya..ya, masuk Sara...aku cuman terpesona aja dengan penampilanmu ini.." Senyum Nety berusaha kelihatan ramah. "Emang kita janjian yah mau pergi jalan- jalan, soalnya aku suka lupa sekarang," sambungnya sambil membuka pintu lebih lebar. "Oo ga sih....cuman emang hari ini hari spesial dan aku bawa sesuatu ini." Sara menunjukan satu bingkisan yang sudah dibungkus cantik dengan pita warna pink tua. "Oooh., wah repot-repot aja kamu, Sara...." Nety tidak enak hati. "Ga papa, ku bikin sendiri nih..Pai buah, katanya Mas Er...eh si Monica Suka.." Sara cepat meralat kalimatnya. Nety yang mendengar terheran-heran. Kapan dia pernah cerita kalau Mas Erwin suka Pai buah? "Oooh makasih yah, Sara, udah repot-repot nih.." Nety meraih bingkisan yang diberikan Sara. Dia berusaha bersikap tenang walau hatinya berdebar, masih penuh tanda tanya dengan omongan Sara tadi. "Yuk, masuk, .sekalian sarapan sama - sama, "Nety mempersilahkan Sara masuk ke ruang makan. Sesampainya di ruang makan. "Mas Erwin, ada tamu nih..bisa bareng sarapan pagi...?" Nety memanggil suaminya yang sedang asyik membaca koran. Monica yang duduk bareng papanya, menoleh" Ooh Tante Sar, selamat pagi Tante..." "Pagi...Monica, pagi Mas Erwin. " sapa Sara . Erwin menaruh korannya di atas meja. "Ooh Sara...selamat pagi..,." sapanya balik. "Silahkan duduk, Sara..." Erwin mempersilahkan Sara duduk . Nety menunjukan barang bawaan Sara pada suaminya. "Mas ..ini Sara bawaiin Pai buah..katanya Mas Erwin suka..." Nety melirik Sara dan membuatnya serba salah dilirik seperti itu. "Monica yang suka..., " ralat Sara. "Wah ..makasih Tante..Memang Monica suka pai, papa juga suka ya kan, Pa?" kata Monica dengan raut waiah senang. Erwin hanya tersenyum tipis. "Nety....ambil jus buah dong buat tamu kita ini..," pinta Erwin. '"Ooh ga usah repot- repot, Mas Cuman sebentar aja...saya ditunggu Mas Ferry ....." Sara menolak halus . "Lho koq buru-buru sih Sara...?" tanya Nety. "Oya, katanya hari ini hari special yah...? Lagi ulang tahun yah Sara?" tebak Nety. Sara tertawa kecil, tawanya yang renyah membuat Suasana sedikit lumer. Hari ini Sara memang tampil beda, baik penampilan juga suasana hatinya. Reflek Nety melirik Erwin. Dia seperti menangkap sinar mata Erwin berbinar ketika menatap Sara. Sekejap saja. Erwin terpesona dengan kecantikan dan penampilan Sara ? Akh yang benar saja... Dirinya sudah berdandan walau hanya memakai dress tidak seindah Sara. Dia juga tampil beda hari ini. Masa Erwin lebih terpesona menatap Sara daripada dirinya? Hati Nery tersulut percikan api cemburu. Biarpun dia berusaha menyembunyikan suasana hatinya yang resah tapi raut wajahnya tetap terlihat sedikit berubah. Ada api cemburu di tatapan matanya. "Yah sih ulang tahun...tapi ulang tahun pernikahank sama Mas Ferry." Sara menjawab pertanyaan Nety. "Oooh..selamat yah..Sara.." Nety menyalami Sara. "Waaah! Pantesan cantik, tampil beda ternyata lagi HWA.." Erwin berdiri ikutan menyalami Sara. Sara tersipu dibilang cantik, " Makasih.Mas Er...biasa saja..." Apa?? Mas Erwin terang -terangan memuji Sara di depanku ? Mata Nety terbelalak. Hatinya mulai memanas. Memuji istri sendiri pelit, eh malah mengumbar pujian ke istri orang, batin Netycia. Trus...apa tadi itu...Mas Er?? Koq akrab benar yah panggilannya ? Sejak kapan Sara panggil suamiku seperti itu? Nety membantin dengan hati dongkol. Ada sesuatukah di antara mereka ? Nety tidak bisa lagi menyembunyikan perasaan cemburunya, otaknya sudah mereka- reka, pasti ini ada sesuatu. "Hm.hm.hmm!" Nety sengaja batuk tiga kali, memberi isyarat kalau dia tidak suka dengan suasana ini. Erwin menoleh ke istrinya. Tatapan mata istrinya tajam. Erwin menangkap sesuatu dari mata itu. Nety cemburu! Segera dia melepaskan genggaman tangan Sara. Ufff! Alamat ini...batinnya. "Sara, tadi kamu bilang kamu sedang ditunggu suamimu ?" Nada suara Nety lembut tapi ada tekanan pada kata 'suamimu' Tersadar dengan situasi yang mulai tidak mengenakan, Sara gugup. Dia reflek menepuk jidatnya. "Oh iya...lupa! Aduuuh pasti aku ditunggu nih sama Mas Ferry... kelamaan nih..." "Emang suamimu lagi nunggu di luar ?" Selidik Nety karena dia tidak melihat ada orang di luar rumahnya. "Oooh ga, di rumah...tadi aku jalan kaki ke sini....mau kasih bingkisan tadi.." Sara menunjuk bingkisan di atas meja. "Iya ..sekali lagi makasih yah ?!" Senyum kecut Nety. "Oya, Mas Erwin mungkin bisa antar pake motor ke rumah Sara, jalan kaki kelamaan..kasihan Mas Ferrynya nunggu lama ??! Bisa kan, Mas?" tanya Nety pada Erwin. Yang ditanya bingung mau jawab apa. Erwin tahu Nety sudah semakin kesal. Erwin tahu kalimat yang diluncurkan istrinya bukan kalimat permintaan, lebih tepatnya sindiran. "Aduuuh Nety, dak perlu,rumahku kan dekat.....hmm. Oke aku pamit pulang yah..." Sara semakin tidak enak hati. Sara menganggukan kepala kepada Erwin tanda pamitan. Erwin tersenyum dan balas dengan anggukan kepala juga. Kepada Monica dia melambaikan tangan,"Daaag .Monic.." "Daaag tante..makasih lagi yah Tante buat painya.." Monica balas melambaikan tangan. Saat berlalu dari hadapan mereka, Sara membuat satu gerakan sambil membalikan badannya tangan kanannya menyentuh bokongnya turun ke pahanya perlahan kemudiann berjalan ke arah pintu. Gayanya berjalan bak peragawati berjalan di atas catwalk. Tentu saja gerakan itu entah disengaja atau tidak, bisa membuat pria manapun berdesir hatinya. Tak terkecuali Erwin? Nety, apa yang dipikirkannya saat melihat kejadian itu ? Tidak! Dia tidak melihatnya. Saat kejadian itu arah pandangnya ke tempat lain. Sepeninggalan Sara. Nety duduk di kursi makan, dihadapannya Erwin, di sampingnya Monica yang asyik membongkar bingkisan tadi. Nety tidak bersuara, dia merobek roti mencelupkan ke s**u, memasukkan ke mulut, dan mengunyahnya. Monica berkata memecah kesunyian." Pa..ini buat papa..kayaknya enak nih..," Dia memberikan potongan pai kepada papanya. "Ma..mau?" Monica menawarkan kepada Nety. Wanita dengan raut wajah masam itu menggelengkan kepala.." Mama ga suka manis-manis, bikin gendut!" "Monica ..mama minta tolong bisa ?" pinta Nety. "Ya, Ma..apa ma? " "Tolong yah ambil tas slempang mama yang ada di lemari... sekalian ambil kan sepatu mama warna hitam di atas rak sepatu itu," titah Nety. "Oh oke..Ma..bentar yah..." Monica berlalu. Ini saat yang tepat bicara empat mata dengan Mas Erwin, batinnya. "Mas...." "Ya, jangan ajak tengkar!" Erwin memblok duluan. Dia mereka-reka kira-kira apa yang akan meluncur dari bibir istrinya. Erwin bisa membaca gelagat Nety. "Tenang, aku tidak akan beragumen ..." Nety menghela nafas," tapi kalau aku minta lain kali,.. Mas lebih bisa menghargai perasaan ku, bisa ?" "Perasaan apa yang kamu maksud, Net? " Erwin mengernyitkan dahinya, dia merasa tidak melakukan kesalahan. "Seandainya kalau aku memuji-muji pria lain di hadapanmu, bagaimana perasaanmu ?" Nety balik bertanya. "Nety..jangan kekanak-kanakan ! Masalah kecil begini kamu bikin besar !" Suara Erwin meninggi. "Aku cuman bertanya...Mas..??" Nety mengaduk-aduk susunya, berusaha santai tak terpancing emosi. "Kenapa kamu jadi posesif begitu !?" tuduh Erwin. "Mas tinggal jawab aja loh..?" Tak terima dapat tuduhan, Nety berhenti mengaduk s**u, menatap mata Erwin. Erwin menarik napas panjang. "Net...apa kamu ga kenal suamimu ini?" "Entahlah..." Nety melengos. "Hanya karena aku memuji Sara temanmu itu terus kamu jadi berprasangka buruk pada suami sendiri ?? Kenapa kamu tidak bisa berpikir positif kalau itu hanya basa-basi menghargai tamu.yang datang??" "Tapi tatapan mata itu tidak bisa berbohong ?!" Nety memberi alasan. "Astaga...Nety.! Kamu itu...!" Erwin menahan emosi merasa Nety mulai mengada-ada. "Kamu sebenarnya mau apa?? Kamu mau maksa aku mengaku sesuatu yang kamu karang- karang itu?" "Aku perempuan..tentu aku lebih peka kalau ada yang tidak beres?!" sentak Nety "Adu! Apanya yang tidak beres ??" Erwin memijit kepalanya. Pusing, batinnya. "Sara dan kamu, Mas...ada apa dengan kalian ??" Nety menggigit bibirnya.. meluncurlah kalimat yang ditahan.-tahannya sedari tadi. "Ada apanya ?! Kamu kenapa jadi curiga begitu ?? Aku harus mengakui apa, Nety??!" Tersinggung dengan tuduhan Nety, suara Erwin bergetar oleh karena emosi. Ada apa dengan istriku ini...kenapa tiba-tiba seperti itu ? Erwin membatin, dia mengusap wajahnya. Dia menata emosinya kembali tenang. "Kalau tidak ada apa-apanya, Mas tidak akan memuji- muji istri orang seperti itu.... istri sendiri tidak pernah dipuji." Nety ngedumel. "Terus...kamu itu egois..kamu hanya menuntut apa yang kamu mau ...kamu apa peduli dengan perasaan ku ?? Apa aku harus mengemis perlakuan kasihmu kepada ku???" Getar suara Nety. "Ooooh itu masalahnya ??. Ck! Nety, kita ini bukan pasangan muda lagi... dewasalah sedikit. Jangan bertingkah seperti anak remaja lagi!" Erwin mungkin akan tergelak oleh tawa jika saja dia tidak melihat sudut mata Nety, ada genangan air mata di sana. Erwin jadi merasa kasihan pada istrinya. Apa yang dianggap remeh baginya bisa sangat berarti bagi Nety. "Oke..aku minta maaf...yah..." Erwin menggenggam tangan Nety, mengelusnya perlahan. Menenangkannya. "Aku mungkin tidak bisa berkata puitis seperti pujangga tapi kamu harusnya tahu bagaimana perasaan ku padamu, Nety...aku mungkin tidak bisa berlaku mesra seperti yang ada di film-film tapi kamu harusnya tahu perasaan ku padamu itu tidak tergantung dengan hal-hal seperti itu. Kita tidak muda lagi dan sudah mendekati senja dan kamu harus tahu di ujung Senja aku mau bersamamu selalu. Satu hal yang harus kamu tahu...kamu itu ada di sini.." Erwin menaruh tangan Nety di dadanya. Tetesan air mata itu jatuh di pipi Nety, satu- satu. Erwin mengusapnya, membelai pipi istrinya. Yah..seharusnya aku mengerti apa yang diinginkan istriku ini. Aku terlalu sibuk hingga tmengabaikan perasaan dan keinginannya, batin Erwin. "Aku..juga minta maaf, Mas...aku menjadi posesif begini.." Suara Nety bergetar menahan tangis. Dia merasa bersalah telah menuduh Erwin macam-macam. Pikiran negatifnya telah membuatnya berprasangka buruk. Andai saja dia dan Erwin membiarkan emosi menguasai mereka, entah apa yang akan terjadi hari ini. "Yah...tidak apa- apa ..aku mengerti.kok" Erwin berdiri, melangkah menghampiri istrinya . Membantunya berdiri, memeluknya . Membenamkan kepala istrinya di dadanya. Dia tahu ini yang diinginkan istrinya. Netycia merangkul pinggang Erwin. Perasaan itu menyatu.Yang ada damai. Serasa ada musik yang mengiringi, mereka berpelukan bergoyang ke kanan dan ke kiri. Erwin mengelus kepala Nety lembut, Nety merangkul lebih erat. Dia dapat mendengar jelas detak jantung Erwin, suaminya. Selama ada kehidupan di situ, kemesraan ini janganlah cepat berlalu. Sebab ini bukan mimpi atau khayalan lagi. Nety memejamkan matanya. "I love you so much.."bisiknya. "Me..too..." Erwin mengecup kening Nety. Di pojok sana, Monica berdiam diri dengan tas slempang di tangan kanan, sepatu di tangan kiri. Beberapa menit dia di situ, berdiam diri. Dia tak mau kehadirannya di ketahui orang tuanya. Dia memberi waktu buat kedua orangtuanya untuk menikmati momen-momen yang istimewa ini. Momen yang tidak pernah dilihatnya selama ini. Diapun mau kemesraan ini tidak cepat berlalu. *****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN