bc

HITHERTO

book_age0+
986
IKUTI
6.2K
BACA
revenge
manipulative
drama
tragedy
twisted
like
intro-logo
Uraian

(n) Up untill this time.

Kedatangan Isla ke Abel Wood adalah untuk memperbaiki setengah dirinya yang hancur. Sayangnya sudah terlalu mengakar sampai ke dalam. Park Jinmin adalah eksistensi yang seharusnya dia hindari tapi begitu menjerat. Membuat Isla mencari perlindungan dengan cara menghancurkannya lebih dalam dari setiap kenikmatan yang diberikan. Tentang Abel Wood dan seisinya.

© a-noona

chap-preview
Pratinjau gratis
Prologue
Prologue   Pukul sebelas tengah malam hujan membasahi bumi tempat di mana eksistensiku berada. Kubangan menggenang ku lalui begitu saja dengan langkah kaki yang semakin lama dipercepat. Celana panjangku sampai basah setinggi betis berkat tiap cipratan air saat aku berpijak. Tanpa pelindung apapun hingga tubuhku basah kuyup. Mengabaikan fakta bahwa kuku memucat kedinginan. Nyaris ambruk dengan tubuh ringkih yang penuh lebam. Bekas-bekas luka yang begitu perih terguyur air hujan. Memeluk tubuh sendiri begitu erat untuk mengurangi rasa dingin yag menghantam terus-menerus. Namun percuma. Yang bisa aku lakukan hanyalah terus berjalan –setengah berlari– secepat mungkin dengan sisa-sisa tenaga yang ada. Menyelamatkan diriku sendiri dari keadaan mengenaskan yang bahkan melihat jalanan saja begitu buram. Otak keseimbanganku tak lagi bekerja dengan baik setelah pelindungnya dibenturkan berkali-kali. Pemilihan kata beruntung adalah hal yang paling jauh dari keadaanku saat ini, namun bersyukur bahwa setidaknya aku dapat sampai di tempat yang aku tuju. Mengetuk pintu abu-abu apartement yang ada di depanku berkali-kali. Bertama tengah malam, orang gila mana yang seperti itu selain diriku? Namun tak ada pilihan lain. Pun keberadaanku sendiri di sini, telah menghancurkan segala prinsip yang aku patri berkali-kali dalam kepala. Menanggalkan seluruh harga diriku. Menyingkirkan segala logika yang selama ini aku percaya bahwa setidaknya sedikit aku memilikinya. Namun sekarang jelas keduanya diragukan dalam kehidupanku. Terlebih ketika pintunya terbuka, sesosok laki-laki dengan rambut hitam legam berdiri menatapku. Terkejut namun dengan gestur kelewat tenang. Netra ambernya itu mengunci tatap diriku. Terlalu mengintimidasi, membuatku lupa akan semua kata yang sudah dirangkai. Bersiap saat bertemunya kembali. Memalukan terlebih ketika dia menyusuri sosokku dengan mata elangnya dari atas sampai bawah. Baah, lusuh dan kacau. Seperti anak anjing yang terbuang. "Jim..." lirihku lebih mirip seperti merintih. Pita suara yang seperti terjepit. Persis seperti pesakitan yang mengenaskan. Dia menggigit bibirnya. Terlihat ragu sekali. Berpikir dengan lemat sementara sebentar lagi rasanya aku akan jatuh hilang bersama angin yang mengigit kulitku. Dingin. Dingin sekali. Membuatku terbatuk beberapa kali dan kembali ingin tumpah begitu saja air mata yang aku tahan. "Kau yakin?" ujarnya membuka suara. Pertanyaan yang mencari keyakinan. Seharusnya ini bukan suatu wujud retoris, namun dalam saat ini begitulah yang terjadi. Kembali dengan diriku yang terlampau bodoh, karna inilah satu-satunya cara aku menyelamatkan diri dari diriku sendiri. Aku mengangguk lemah. "Apapun itu." Jawabku dengan kalimat meyakinkan namun nada yang keluar justru terlihat menyedihkan. Begitu lemah. Dan mungkin memang seperti itulah keadaannya. Pun setelah jawaban itu, Jinmin membuka pintunya lebar-lebar. Mempersilahkanku masuk ke dalam. Terlihat begitu hati-hati menjaga jarak. Namun sepersekian detik berikutnya dia segera mengambil handuk dan memberikan padaku. Tatapannya penuh kesenduan. Tapi yang paling menyakitkan, membuatku ingin menertawai diri sendiri adalah daripada rasa khawatir, lebih terlihat rasa iba. Ya, aku memang menyedihkan. Tapi bagian terpenting adalah tak ada tatapan khawatir yang aku damba. Tersisa hanya seperti asing yang mungkin memang tak pernah begitu dekat. Bukan karna jarak, tapi sesuatu yang tak terlihat. "Jinmin, siapa?" terdengar suara sedikit serak dari seorang gadis. Membuatku menoleh dan mendapati satu sosok wanita memakai pakaian Jinmin yang kebesaran di tubuhnya. Tanpa mengenakan celana sama sekali. Keluar dari kamar Jinmin dengan wajah sehabis bangun tidur. Gadis itu sama terkejutnya denganku. "Isla, kenalanku." Jawabnya memberi tahu. Kenalan. Membuatku memaksakan diri tersenyum. Hal seperti ini harus dirayakan, menertawakan diri sendiri. Kembali. Seharusnya ketika Jinmin bertanya apa aku yakin atau tidak, aku langsung lari sejauh mungkin. Tapi sekarang sudah terlambat. "Kenalan?" tanyanya mengulang. Retorik. Tapi mungkin karna dia merasa aneh, bukankah saat-saat seperti ini menyebut kata 'teman' lebih aman? Jinmin mengangguk dan tersenyum lembut. Gadis itu terdiam sesaat dan mengangguk. Menuju kamar dan dengan cepat sudah memakai celana juga coat panjang. Tas sudah dia jinjing di bahunya. "Aku pergi sekarang," katanya. Jinmin mengunci alur langkahnya. Berdiri di depan gadis itu. "Hei, mau kemana Taeri?" Aku menatap Jinmin dan menyadari bahwa dia enggan membiarkan wanita itu pergi. Dan aku adalah tamu tak diundang yang menyebabkan itu. "Pulang." Jawabnya begitu tegas. Menatapku ke arahku dengan sinis –atau memang tatapannya seperti itu karna bentuk matanya yang seperti kucing. Dan baru kali ini aku melihat Jinmin begitu saja terdiam. Membiarkan. Melepas egonya. Daripada terlihat tak peduli, lebih menunjukan 'rela melakukan apapun' sesuatu yang tidak ku mengerti. Walaupun enggan tapi Jinmin membiarkan gadis dengan kulit pucat itu pergi begitu saja. Menatap punggung itu menjauh dan kemudian menghela frustasi. Mengacak-acak dan menyisir rambutnya dengan jari yang membuatku bersumpah itu adalah saat-saat dimana Park Jinmin terlihat begitu memukau. Walaupun kenyataannya dia selalu memukau. Setelah pintu ditutup, Jinmin kembali ke arahku. Mendekat dan tersenyum begitu lembut. Jemarinya menyentuh pipiku lembut. Sebuah afeksi yang kerap membuatu ketagihan. Ingin hal lebih sampai menjadi candu. "Lagi?" Aku mengangguk. "Lemah," ujarnya sambil menertawakanku dengan begitu menyedihkan. Namun tak dapat menyangkal bahwa itu semua benar. Pun aku melangkahkan kakiku mendekat. Mendaratkan kepalaku di dadanya. Memeluknya dengan erat –tak peduli sekalipun dia tidak membalas. "Save me, Park." []

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Yes Daddy?

read
801.9K
bc

Enemy From The Heaven (Indonesia)

read
61.4K
bc

Perfect Honeymoon (Indonesia)

read
29.6M
bc

SEXRETARY

read
2.2M
bc

MY ASSISTANT, MY ENEMY (INDONESIA)

read
2.5M
bc

Sacred Lotus [Indonesia]

read
51.5K
bc

Romantic Ghost

read
164.3K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook