Namanya Rosa, Almira Rosari. Sebuah nama yang indah yang diberikan oleh orang tuanya sebelum mereka wafat saat dia masih bayi. Bibinya bilang, ketika Ibunya hamil dia, dia sering sakit. Tidak hanya kakinya saja yang bengkak parah, atau darahnya yang selalu tinggi, tapi gatal juga menyerang tubuhnya.
Namun, bukan hanya cerita Ibu saja yang mengalami kesusahan saat beliau hamil Rosa, Ayahnya juga. Ayahnya di PHK saat dia dalam kandungan Ibunya tiga bulan. Dua bulan lamanya Ayahnya mencari pelbagai pekerjaan tapi tidak ada yang menerimanya. Padahal Ayahnya seorang yang ulet dan ia lulusan universitas terbaik dengan nilai yang memuaskan. Kata neneknya, sebelum Ayahnya memutuskan menikah dengan Ibunya, ekonomi Ayah selalu bagus. Bahkan nenek dan kakek sampai bisa naik haji karena uang gaji Ayahnya yang besar. Pun begitu dengan adik-adik Ayah. Om-nya adalah seorang tentara khusus atau yang disebut Kopasus. Om-nya yang lainnya adalah seorang dosen besar di Universitas, tak kalah dengan Om-omnya, Bibinya juga seorang manager di perusahaannya. Dan semua berkat Ayahnya. Uang gaji ayahnya digunakan bibinya untuk lanjut S2, uang gaji ayahnya digunakan para om-nya itu untuk melanjutkan studinya.
Tapi itu dulu, sebelum Rosa berada dalam kandungan Ibunya dan lahir ke dunia ini dengan taruhan nyawa Ibunya. Ya, Ibunya meninggal beberapa jam kemudian karena pendarahan hebat yang terjadi padanya. Semua orang menatapnya dengan iba karena lahir dengan status piatu. Nenek menangisi nasibnya. Bibi bilang nenek tak melepaskannya dari pelukannya karena terlampau merasa kasihan padanya. Belum juga Rosa sempat menikmati pelukan Ibunya, ia sudah meninggal. Itu kata neneknya kepada anak perempuannya.
Kata Bibi, Ayahnya terpukul sangat berat atas kematian Istrinya. Ia tak mau memandang Rosa dan menganggapnya anak sial. Hingga orang yang mengadzani Rosa saat ia lahir adalah Omnya yang menjadi kopassus itu. Ayah pergi dari rumah sehari setelah pemakaman Ibunya. Tangisnya yang pecah saat sang ayah melangkah keluar sama sekali tak dihiraukan. Tapi tiga hari kemudian ia pulang dengan Omnya yang bekerja sebagai dosen di Universitas. Mungkin beberapa kalimat nasihat disampaikan oleh Omnya kepada Ayahnya hingga akhirnya Ayahnya bersedia kembali ke rumah. Rosa menangis kencang saat Ayah mencoba menggendongnya, tapi ketika ia menciumnya, tangis Rosa langsung berhenti. Itu cerita bibi kepadanya.
Karena tak ingin menyusahkan nenek serta saudara-saudaranya, Ayahnya memutuskan membawa Rosa merantau saat ia dapat panggilan kerja.
Jabatannya jauh dari kata bagus. Ia hanya mandor proyek tapi ia suka dengan kerjaannya karena bisa membawa Rosa ikut serta. Ia tak percaya orang lain untuk mengasuh putrinya itu. Jadi setiap kali ayah bekerja, ia akan membawa Rosa dalam gendongannya.
Pekerjaan Ayah Rosa selalu tak mudah. Beberapa atasannya selalu mencibirnya. Bahkan ada yang terang-terangan tak suka dengan sikap Ayah yang membawa Rosa turut serta saat bekerja. Mereka semua menyarankan Ayah untuk meletakannya di DayCare: tempat penitipan bayi. Tapi lagi-lagi Ayah menolak dengan dalih ia tak percaya pada tempat-tempat seperti itu.
Rupanya meski Ayah membawa Rosa serta kerja, itu sama sekali tak membuat pekerjaannya terbengkalai. Justru pekerjaannya selesai lebih cepat dari biasanya. Orang-orang yang mencibirnya akhirnya bungkam dan atasan yang akan memecatnya memutuskan memperpanjang masa kerjanya. Tentu, Ayah sangat senang hingga ketika Rosa ulang tahun untuk yang pertama kalinya, ia membelikannya pelbagai mainan anak-anak.
Tapi kebahagiaan bersama sang ayah tak berlangsung lama. Saat usianya tujuh tahun, Ayah mendapatkan promosi jabatan dari mandor menjadi seorang supervisi. Tentu kabar itu mendapatkan sambutan hangat dari para keluarga dan kolega, juga Rosa tentunya. Sore itu Ayah langsung ditelepon oleh atasannya, diminta untuk meninjau proyek pembangungan di daerah Kalimantan Timur; Balikpapan tepatnya. Dan Ayah langsung berangkat dengan pesawat yang sudah dipesan. Anehnya, rosa tak ingat sama sekali akan hari itu. Bibi bilang Rosa merengek dan tak menyetujui sama sekali kepergian Ayahnya ke luar kota itu. Bahkan tangisnya tak berhenti kala Ayah sudah berusaha membujuknya dengan membelikan Rosa pelbagai mainan.
Setelah kecelakaan pesawat yang diberitakan oleh berita malam hari di televisi hari itu, barulah seluruh keluarga besar Rosa sadar kenapa ia menangis tak merelakan kepergian Ayahnya.
Kata Bibi, sebelum Nenek pingsan karena Ayah menjadi korban dalam kecelakaan pesawat itu, beliau sempat mendatangi Rosa yang terbangun tiba-tiba dari tidurnya dan berjalan keluar kamar seraya memeluk boneka yang dibelikan oleh Ayahnya sebelum ia berangkat. Nenek memeluknya seketika dan tangisnya pecah kemudian, ia menangisi nasib Rosa.
Setelah kepergian Ayahnya, Rosa resmi menyandang status anak yatim piatu. Ketika ia berangkat sekolah, Nenek mengantarnya. Rosa selalu murung dan sedih melihat teman-temannya diantar oleh orang tua mereka. Tapi Rosa merasa masih beruntung karena nasibnya yang buruk tak menjadi ejekan teman-temannya. Itu karena Ayah dan Ibu Rosa dahulu terkenal sangat dermawan di kampung.
Rosa tinggal bersama dengan Neneknya sampai usianya sepuluh tahun sebelum akhirnya sang nenek juga pergi meninggalkannya selamanya setelah ia terjatuh di kamar mandi.
Sejak kepergian Nenek, Rosa tinggal berpindah-pindah. Beberapa tahun pertama ia ikut omnya yang menjadi tentara sebelum Om pindah tugas dan tak bisa membawanya turut serta karena pendidikannya dan beban pekerjaannya. Akhirnya Rosa ikut Omnya yang bekerja di Universitas, itupun hanya beberapa bulan karena Om harus melanjutkan studi S3nya di London. Alhasil Rosa berakhir di rumah Bibinya sampai ia selesai dengan pendidikan sarjananya.
Sebenarnya Rosa sudah berencana langsung bekerja saat lulus sarjana, tapi sang bibi yang ngotot agar Rosa bisa sekolah lagi. Alhasil, Rosa kembali ke bangku universitas dan melanjutkan studi S2nya dengan sangat susah payah. Rosa bahkan jarang tidur, ia harus membagi waktunya antara belajar dan bekerja di cafe atau warung sebagai tukang cuci piring, hal yang sama juga dilakukan oleh bibinya yang berusaha dengan sangat keras membiayai pendidikan Rosa.
Terkadang Rosa ingin menyerah saja, tapi sang bibi menggeleng ke arahnya.
"Biarpun kita miskin, tapi kita jangan miskin ilmu," kata bibinya pada Rosa saat itu saat Rosa mengutarakan kalau ia ingin bekerja di perusahaan saja dari pada harus jadi tukang cuci piring, "percayalah kelak kamu akan duduk di kursi perusahaan dengan jabatan yang bagus," kata bibinya lagi yang tak ingin mematahkan semangat Rosa yang sedang membara tersebut.
Akhirnya Rosa mengalah dan berusaha sekuat tenaga untuk bertahan di situasinya, apalagi melihat perjuangan Anda yang luar biasa untuknya tersebut, Rosa tak tega jika ia harus menghancurkan usaha Anda yang sudah besar itu.
Maka dari itu kini gantian Rosa yang membalas budi-budi baik yang diberikan bibinya itu. Ia akan melakukan segala cara demi mendapatkan uang untuk memberikan biaya pengobatan yang baik kepada bibinya.