Pertemuan Pertama

1115 Kata
Sisilia baru saja selesai mengetik daftar kehadiran guru-guru  untuk dimasukan dalam Dapodik              ( Daftar Pokok Pendidik ) , ketika pintu di kantornya di ketuk dari luar. “ Masuk !"  Pasti itu salah satu guru yang ingin menyimpan kembali  alat peraga untuk murid-murid trip kedua yang telah selesai belajar. “ Lia, Yuk ! Ikut aku ke rapat untuk persiapan reuni SMA kita yang ke dua puluh ”.  Sapa suara merdu yang hanya memperlihatkan kepalanya dari balik pintu tanpa memasuki ruangan.  Si suara merdu lalu kembali menutup pintu kaca kantorku.   Ternyata bukan guru yang mengetuk pintu kantor ku.  Suara merdu itu milik Seviana yang merupakan teman SMA ku sekaligus pemilik sekolah Playgroup & TK Sunshine Kid tempat Sisilia bekerja sebagai Kepala Sekolah.   Ngapain Sevi mengajak  aku  ke rapat reuni? Masih banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan sebelum pulang . “ Kamu pergi sendiri aja Sevi. Aku masih sibuk” Kata ku keluar kantor untuk menolaknya . “ Jangan gitu dong. Ayolah,  temani aku. Ini rapat  reuni yang pertama kali. Jadi aku mau ada teman yang ku kenal dekat, biar tidak benggong nanti.  Vincent masih rapat di pabriknya di KIM ( Kawasan Industri Medan) jadi dia menyuruh aku berangkat sendiri. Kalau rapat di pabriknya  keburu selesai, baru  dia  akan menyusul”. “ Kan hanya kamu  dan Vincent yang uda terpilih jadi panitia reuni, aku kan tida". Kataku lagi dengan harapan bisa menolaknya untuk ikut pergi ke rapat reuni ini. Tapi sepertinya boss ku sekaligus sahabat  masa SMA ku ini tetap keukeh untuk mengajak ku menemaninya. “ Ayo dong. Aku biar tidak canggung ketemu teman-teman panitia yang lain yang sudah  puluhan tahun tidak pernah ketemuan, kalau ada kamu kan rasa canggungku bisa hilang dan kalau aku salah menyebut nama teman, kamu bisa bantu aku memperbaikinya”. “ Emang aku lebih  ingat nama-nama mereka? Aku juga  jarang ketemu dengan  teman-teman SMA dulu”. “ Memory mu lebih bagus, Memory ku hanya  satu giga.  Pokoknya , kamu harus ikut aku. Ini perintah!” Kata Sevi mulai menunjukkan sifat bossy nya. Aku tahu kalau Sevi sudah mengeluarkan kata-kata ajaibnya itu, berarti aku sudah tidak bisa  menolaknya. Aku sudah sangat mengenal sifat Sevi. Dari awal aku bekerja di sekolahnya ini. Sevi adalah pemimpin yang sangat tegas dan kompeten. Saat awal-awal Sunshine Kid  , Sevi dirikan dua belas  tahun yang lalu  yang ketika itu hanya ada aku sebagai guru  dan dirinya yang merangkap jadi guru sekaligus  kepala sekolah. Sevi sudah menunjukan niatnya yang sangat keras untuk memajukan sekolah ini. Dan  semua kerja kerasnya berhasil, sekarang sekolah          Sunshine Kid  telah menjadi  Taman Kanak-kanak yang berkembang sangat pesat dengan dua belas guru  dan saya, sejak  enam  tahun yang  lalu  diangkat Sevi menggantikan dirinya  sebagai kepala sekolah . Sevi sendiri sekarang  menjadi Ketua Yayasan. “ Sebentar, aku ambil tas dulu”.  Kataku dengan sedikit terpaksa harus menurutinya lalu kembali ke kantor untuk mengambil tasku dan mematikan AC, setelah itu aku berjalan ke halaman depan sekolah  dan melihat  Sevi sudah duduk manis,  menunggu ku di balik kemudi mobil Honda Jazz merahnya.  *** Kami sampai di Café Deli ketika jam sudah menunjukan pukul empat sore. “Cepatan, kita uda terlambat satu jam”.  Kata Sevi terburu-buru turun dari mobilnya. “ Kenapa harus buru-buru? Kenapa kamu nggak pergi sendiri aja tadi kalau takut terlambat? Pasti bakalan terlambat, karena harus nunggu aku yang selesai kerja jam setengah empat, kalau kamu pergi dari tadi tanpa menungguku , kamu kan nggak bakalan terlambat. Uda tau janjian rapatnya jam tiga” Kataku agak mengomel. Kalau sudah di luar sekolah hubungan ku dengan Sevi menjadi teman kembali dan aku berani mengomelinya, karena aku tahu dia tak akan marah.  “ Sudah kubilang aku takut canggung dan lagi semua juga pasti bakalan terlambat. Kan semua perlu kerja. Kecuali bos-bos besar yang bisa keluar kantor kapan saja. Kalau kita yang kerjanya di penddikan mana bisa keluar sesuka hati, harus nunggu murid nya pulang dulu. Ntah siapa yang buat  schedule rapat jam tiga ? ” Kata Sefi mengomel juga  sambil melangkah membuka pintu Café Deli yang ternyata seperti tebakan Sevi, masih sepi !  Tidak ada satupun panitia yang telah hadir. Tak ada satupun meja yang sudah terisi. Seorang pelayan menyambut kami dengan ramah dan menanyakan apakah kami sudah reservasi “ Sudah, reservasi atas nama panitia reuni SMA Tunas  Mandiri “ Kata Sevi kepada si Pelayan. “ Oh. mejanya sudah kami siapkan  di ruangan private”.  Kata pelayan mengantar kami ke salah satu ruangan . Ternyata kami diberi tempat di ruang private café ini, pantas di seluruh meja di luar ruangan café tidak ada satu pun meja yang terisi. “ Sudah ada yang datang kah?” Tanya Sevi kepada sang pelayan yang berjalan pelan untuk mengantar kami. “ Hanya ada dua orang bu,  yang sudah datang . Jadinya sekarang ada empat sama Ibu  berdua  dari  jumlah reservasi  ke kami yang  untuk sepuluh orang”. Jawab pelayannya  tetap dengan  senyumnya yang ramah.   Kami memasuki ruangan private itu dan di sana sudah ada dua orang pria yang duduk menunggu. Tapi aku sama sekali tidak ingat, siapa mereka.  Muka dua pria itu sangat tidak familiar, mereka pasti sudah sangat berubah dari saat  mereka  SMA. Salah satu nya yang memakai polo shirt merah keliatan gagah dengan badan yang bagus,  pasti dia rajin fitness. Dan yang satu lagi yang memakai kemeja putih lengan panjang, kelihatan pintar dengan kacamata bening membingkai wajahnya yang klimis. Aku dan Sefi hanya bisa  berdiri canggung. Lalu si Polo merah berdiri dan memperkenalkan dirinya “ Hallo, aku Bramantyo.  Dulu di kelas sosial  tiga”. Katanya sambil mengulurkan tangan. Oh pantas kami tidak mengenalnya, karena ternyata dia anak sosial. Aku dan Sevi anak Fisika . Sevi mengulurkan tangannya dan memperkenalkan dirinya Ketika Bram menjulurkan tangannya kepadaku. Aku mengangkat kepalaku dan tiba-tiba  hatiku berdebar kencang dengan tatapannya yang intens dan tangannya yang terasa hangat memegang erat tanganku. “ Aku… Aku Sisilia”. Kataku lirih dengan hati yang tetap  berdebar kencang dan mataku langsung menunduk malu bagai gadis  perawan . “ Hallo, Aku Fernando,  Social tiga juga sekelas dengan Bram”.  Kata si klimis berkacamata itu. Kami menjulurkan tangan saling memperkenalkan diri. Aku tidak berdebar ketika berjabatan tangan dengan Fernando. Tapi dengan Bram, seluruh hatiku berdebar kencang, darahku berdesir hebat. Aku seperti gadis remaja yang ketemu cinta pertamanya. Aura jantan pada diri Bram sangat kuat, matanya juga sangat mempesona, badannya yang tinggi sangat kekar.  Da-da nya juga  bidang. Aku membayangkan pasti perut Bram juga six pack dan sangat sexy. Tanpa sadar aku mengeleng-gelengkan kepalaku untuk menepis bayangan tubuh kekar Bram. Aduh Lia,  kamu ini uda gila ya?  Sudah tiga belas tahun hat ku tak pernah bergetar karena seorang pria. Mengapa hari ini hati ku bisa berdebar begitu kencang ketika melihat seorang Bramantyo?        
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN