Sisilia baru saja selesai mengetik daftar kehadiran guru-guru untuk dimasukan dalam Dapodik ( Daftar Pokok Pendidik ) , ketika pintu di kantornya di ketuk dari luar.
“ Masuk !"
Pasti itu salah satu guru yang ingin menyimpan kembali alat peraga untuk murid-murid trip kedua yang telah selesai belajar.
“ Lia, Yuk ! Ikut aku ke rapat untuk persiapan reuni SMA kita yang ke dua puluh ”. Sapa suara merdu yang hanya memperlihatkan kepalanya dari balik pintu tanpa memasuki ruangan. Si suara merdu lalu kembali menutup pintu kaca kantorku.
Ternyata bukan guru yang mengetuk pintu kantor ku. Suara merdu itu milik Seviana yang merupakan teman SMA ku sekaligus pemilik sekolah Playgroup & TK Sunshine Kid tempat Sisilia bekerja sebagai Kepala Sekolah.
Ngapain Sevi mengajak aku ke rapat reuni? Masih banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan sebelum pulang .
“ Kamu pergi sendiri aja Sevi. Aku masih sibuk” Kata ku keluar kantor untuk menolaknya .
“ Jangan gitu dong. Ayolah, temani aku. Ini rapat reuni yang pertama kali. Jadi aku mau ada teman yang ku kenal dekat, biar tidak benggong nanti. Vincent masih rapat di pabriknya di KIM ( Kawasan Industri Medan) jadi dia menyuruh aku berangkat sendiri. Kalau rapat di pabriknya keburu selesai, baru dia akan menyusul”.
“ Kan hanya kamu dan Vincent yang uda terpilih jadi panitia reuni, aku kan tida". Kataku lagi dengan harapan bisa menolaknya untuk ikut pergi ke rapat reuni ini. Tapi sepertinya boss ku sekaligus sahabat masa SMA ku ini tetap keukeh untuk mengajak ku menemaninya.
“ Ayo dong. Aku biar tidak canggung ketemu teman-teman panitia yang lain yang sudah puluhan tahun tidak pernah ketemuan, kalau ada kamu kan rasa canggungku bisa hilang dan kalau aku salah menyebut nama teman, kamu bisa bantu aku memperbaikinya”.
“ Emang aku lebih ingat nama-nama mereka? Aku juga jarang ketemu dengan teman-teman SMA dulu”.
“ Memory mu lebih bagus, Memory ku hanya satu giga. Pokoknya , kamu harus ikut aku. Ini perintah!” Kata Sevi mulai menunjukkan sifat bossy nya. Aku tahu kalau Sevi sudah mengeluarkan kata-kata ajaibnya itu, berarti aku sudah tidak bisa menolaknya. Aku sudah sangat mengenal sifat Sevi. Dari awal aku bekerja di sekolahnya ini. Sevi adalah pemimpin yang sangat tegas dan kompeten. Saat awal-awal Sunshine Kid , Sevi dirikan dua belas tahun yang lalu yang ketika itu hanya ada aku sebagai guru dan dirinya yang merangkap jadi guru sekaligus kepala sekolah. Sevi sudah menunjukan niatnya yang sangat keras untuk memajukan sekolah ini. Dan semua kerja kerasnya berhasil, sekarang sekolah Sunshine Kid telah menjadi Taman Kanak-kanak yang berkembang sangat pesat dengan dua belas guru dan saya, sejak enam tahun yang lalu diangkat Sevi menggantikan dirinya sebagai kepala sekolah . Sevi sendiri sekarang menjadi Ketua Yayasan.
“ Sebentar, aku ambil tas dulu”. Kataku dengan sedikit terpaksa harus menurutinya lalu kembali ke kantor untuk mengambil tasku dan mematikan AC, setelah itu aku berjalan ke halaman depan sekolah dan melihat Sevi sudah duduk manis, menunggu ku di balik kemudi mobil Honda Jazz merahnya.
***
Kami sampai di Café Deli ketika jam sudah menunjukan pukul empat sore.
“Cepatan, kita uda terlambat satu jam”. Kata Sevi terburu-buru turun dari mobilnya.
“ Kenapa harus buru-buru? Kenapa kamu nggak pergi sendiri aja tadi kalau takut terlambat? Pasti bakalan terlambat, karena harus nunggu aku yang selesai kerja jam setengah empat, kalau kamu pergi dari tadi tanpa menungguku , kamu kan nggak bakalan terlambat. Uda tau janjian rapatnya jam tiga” Kataku agak mengomel. Kalau sudah di luar sekolah hubungan ku dengan Sevi menjadi teman kembali dan aku berani mengomelinya, karena aku tahu dia tak akan marah.
“ Sudah kubilang aku takut canggung dan lagi semua juga pasti bakalan terlambat. Kan semua perlu kerja. Kecuali bos-bos besar yang bisa keluar kantor kapan saja. Kalau kita yang kerjanya di penddikan mana bisa keluar sesuka hati, harus nunggu murid nya pulang dulu. Ntah siapa yang buat schedule rapat jam tiga ? ” Kata Sefi mengomel juga sambil melangkah membuka pintu Café Deli yang ternyata seperti tebakan Sevi, masih sepi ! Tidak ada satupun panitia yang telah hadir. Tak ada satupun meja yang sudah terisi.
Seorang pelayan menyambut kami dengan ramah dan menanyakan apakah kami sudah reservasi
“ Sudah, reservasi atas nama panitia reuni SMA Tunas Mandiri “ Kata Sevi kepada si Pelayan.
“ Oh. mejanya sudah kami siapkan di ruangan private”. Kata pelayan mengantar kami ke salah satu ruangan .
Ternyata kami diberi tempat di ruang private café ini, pantas di seluruh meja di luar ruangan café tidak ada satu pun meja yang terisi.
“ Sudah ada yang datang kah?” Tanya Sevi kepada sang pelayan yang berjalan pelan untuk mengantar kami.
“ Hanya ada dua orang bu, yang sudah datang . Jadinya sekarang ada empat sama Ibu berdua dari jumlah reservasi ke kami yang untuk sepuluh orang”. Jawab pelayannya tetap dengan senyumnya yang ramah.
Kami memasuki ruangan private itu dan di sana sudah ada dua orang pria yang duduk menunggu. Tapi aku sama sekali tidak ingat, siapa mereka. Muka dua pria itu sangat tidak familiar, mereka pasti sudah sangat berubah dari saat mereka SMA.
Salah satu nya yang memakai polo shirt merah keliatan gagah dengan badan yang bagus, pasti dia rajin fitness. Dan yang satu lagi yang memakai kemeja putih lengan panjang, kelihatan pintar dengan kacamata bening membingkai wajahnya yang klimis. Aku dan Sefi hanya bisa berdiri canggung. Lalu si Polo merah berdiri dan memperkenalkan dirinya
“ Hallo, aku Bramantyo. Dulu di kelas sosial tiga”. Katanya sambil mengulurkan tangan.
Oh pantas kami tidak mengenalnya, karena ternyata dia anak sosial. Aku dan Sevi anak Fisika . Sevi mengulurkan tangannya dan memperkenalkan dirinya
Ketika Bram menjulurkan tangannya kepadaku. Aku mengangkat kepalaku dan tiba-tiba hatiku berdebar kencang dengan tatapannya yang intens dan tangannya yang terasa hangat memegang erat tanganku.
“ Aku… Aku Sisilia”. Kataku lirih dengan hati yang tetap berdebar kencang dan mataku langsung menunduk malu bagai gadis perawan .
“ Hallo, Aku Fernando, Social tiga juga sekelas dengan Bram”. Kata si klimis berkacamata itu.
Kami menjulurkan tangan saling memperkenalkan diri. Aku tidak berdebar ketika berjabatan tangan dengan Fernando. Tapi dengan Bram, seluruh hatiku berdebar kencang, darahku berdesir hebat. Aku seperti gadis remaja yang ketemu cinta pertamanya. Aura jantan pada diri Bram sangat kuat, matanya juga sangat mempesona, badannya yang tinggi sangat kekar. Da-da nya juga bidang. Aku membayangkan pasti perut Bram juga six pack dan sangat sexy. Tanpa sadar aku mengeleng-gelengkan kepalaku untuk menepis bayangan tubuh kekar Bram. Aduh Lia, kamu ini uda gila ya? Sudah tiga belas tahun hat ku tak pernah bergetar karena seorang pria. Mengapa hari ini hati ku bisa berdebar begitu kencang ketika melihat seorang Bramantyo?