Bab 4

978 Kata
Setelah dari cafe mereka kembali menuju rumah Mili. Raja kembali fokus dengan kemudi setir, ia menatap ke arah layar ponsel. Memandang nama "Dimas Calling,". Raja menggeser tombol hijau pada layar "Iya Dim," "Katanya lo udah balik ke Jakarta," ucap Dimas dibalik speaker. "Iya ini di Jakarta, baru nyampe juga gue kamarin," Raja masih fokus dengan kemudi setir, ia dengan tenang. "Lo lagi nyetir?," "Iya nih, lagi di jalan mau pulang sih nih," "Sama cewek lo?," "Ya gitu deh," "Kirain lo masih jomblo aja," "Enak aja," Raja seketika tertawa, ia melirik Mili. Ia yakin wanita itu mendengar percakapannya. "Besok jadikan kita reuni?," "Jadi lah," "Oke," Raja mematikan sambungan telfonnya. Lalu menyimpannya di atas dasbor. "Besok kamu temenin aku ya ke reuni," Mili menoleh lalu menatap Raja, "Reuni?," "Iya, reuni temen-temen aku sih, dulu kita FK UI, acaranya di hotel Mulia. Aku alumni FK UI, dan aku ambil spesialis di Jerman dan netap di Jerman selama ini," "Rame?," "Lumayan, satu angkatan," "Aku kan nggak kenal," "Ya temenin aja, kamu nggak mesti kenal mereka, cukup dampingin aku," ucap Raja. Mili kembali mempertimbangkan ucapan Rama, "Besok jam berapa?," "Acaranya sih malam, jam 7. Aku jemput kamu sebelum jam 7," "Nggak apa-apa nih aku ikut?," "Iya lebih baik," "Pakaian formal?," "Iya," "Thank you," Raja lalu tersenyum, ia mendekatkan wajahnya ke arah Mili dan lalu di kecupnya pipi itu dengan lancang. Namun sang wanita juga tidak menolak. Ia seperti ada harapan untuk memulai, walau bukan cinta setidaknya membuat harinya lebih bermakna. *** Satu jam kemudian Raja sudah tiba di depan rumah berpagar tinggi, rumah itu memiliki halaman luas. Ya rumah ini tertata dengan baik. Raja memandang Mili membuka sabuk pengaman begitu juga dengan Raja. "Ini rumah kamu?," "Rumah orang tua, aku masih numpang," ucap Mili, ia membuka hendel pintu begitu juga dengan Raja. Raja mendekati Mili, ia menatap ke arah ponsel ia akan memesan layanan taxi online untuk pulang ke rumah. "Kenapa nggak tinggal sendiri?," Tanya Raja memasukan tangannya di saku celana. Ia melihat rumah terlihat sepi. Hanya lampu luar yang menyala. "Maunya sih, tapi masih di renov gitu," "Dimana?," "Deket butik Dara, daerah fatmawati, aku masih sewa gitu. Masih nggak sanggup beli property di sana," Mili menggulung rambutnya hingga ke atas. Tanpa Mili sadari, hal seperti itulah membuat Raja b*******h. Sudah cukup pakaian Mili membuatnya sulit berkonsetrasi, ditambah Mili memperlihatkan leher jenjang dan bahunya yang terbuka. Ingin rasanya ia mencumbu wanita itu sekarang juga. Raja menelan ludah, ia memesan layanan taxi online. "Kamu pulang pakek apa?," Tanya Mili. "Taxi online," "Udah pesen?," "Iya udah," "Rumah kamu sepi," ucap Raja, menatap Mili yang sedang mendekati pintu utama. "Mama, papa, Dias lagi di rumah tante Shinta, mungkin bentar lagi pulang," Mili membuka hendel pintu diikuti Raja. Mili sebenernya harap-harap cemas ketika Raja mengikuti langkahnya. Raja menatap ruang utama, yang di d******i warna putih dan kayu solid yang hangat. Ia menatap foto keluarga dengan gagahnya berdiri disana. Dan Mili mengenakan toga, karena bagi orang tua, bisa menyekolahkan anak hingga sarjana memiliki kebanggan tersendiri dan patut dibanggakan. "Siapa Dias?," "Adik aku," Raja mengangguk, suasana rumah terlihat sepi. Hanya lampu ruang tengah menyala. Raja menatap Mili dengan intens, lalu menarik pergelangan Mili, agar wanita itu tidak menghindarinya lagi. Mungkin Raja sangat lancang melakukan ini, ia membawa Mili dalam pelukannya. Ia sentuh punggung terbuka itu secara perlahan. Pinggang Mili begitu ramping, inilah pinggang yang diidamkan wanita masa kini. Mili pasti menjaga tubuhnya dengan baik. Mili merasakan tangan Raja menyentuhnya. Seolah ada aliran listrik, hingga ia tidak bisa berbuat banyak. Entah apa yang ada dipikirannya hingga ia kini sudah berada dipelukan Raja. Aroma parfume yang dipakai Raja membuatnya sulit berpikir jernih. Aroma mahal seperti ini berasal dari parfume berkualitas dan hanya dipakai pria berkualitas. "Apa ...," Mili menelan ludah, ia memandang wajah Raja dari jarak dekat seperti ini. Rahangnya tegas dan bahunya bidang. "Aku mau pulang," gumam Raja, ia mengelus punggung Mili dan ia kecup secara perlahan. Raja memegang jemari Mili, karena pada dasarnya telapak tangan ada lebih dari 40 ribu syaraf tepi, dengan meremas mampu membuat otak syaraf bekerja lebih cepat dan dapat meningkatkan gairah. Raja mengecup punggung tangan itu. Sedangkan Mili berusaha mati-matian agar tidak terlena. Sialnya ia ingin memberontak Raja sudah menyudutkan tubuhnya ke dinding. Raja melumat bibir tipis Mili begitu saja tanpa memberi kesempatan Mili untuk berpikir. Ia pria normal dan sudah lama tidak melakukannya. Mungkin ia juga salah satu pria b******k melakukan ini terhadap wanita yang baru dikenalkanya. Jangan salahkan ia jika menginginkan lebih dari sekedar ciuman. Raja menghujani ciuman yang menggebu-gebu, mungkin berpikir bahwa tidak ada lagi hari esok. Ia menunggu hingga Mili melayangkan tamparan ke wajahnya, tapi tamparan itu tak kujung datang. Akhirnya ia memelankan ritme ciumannya dan palan. Tanpa sadar Mili membalasnya, ia merasa lega. Oh God, ternyata Mili menginginkannya juga. Ia memegang pundak Mili, dan perlahan tangannya mulai menjelajahi tengkuk Mili agar bisa mengecupnya lebih dalam. Raja melepas kecupannya, mengatur nafas yang sulit diatur. Ia memandang Mili melakukan hal yang sama. Pandangan Raja mengarah ke arah leher jenjang Mili. Ia mulai mengecup tengkuk leher itu secara perlahan. Beberapa detik berlalu suara ponsel bergetar di saku celananya. Sial, suara itu tidak berhenti, ia menatap ke arah layar ponsel. Ternyata dari taxi online, ia mengumpat dalam hati. Bisa-bisanya ada yang mengganggu kesenangannya. "Maaf, sepertinya aku harus mengangkat panggilan ini," ucap Raja parau. Mili hanya diam dan menatap Raja. Ia dengan cepat merapikan pakaian. Ia bersyukur kepada taxi online yang telah menyelamatkannya. Ia melihat Raja menarik nafas, ia menggeser tombol hijau pada layar. "Iya halo," "Halo pak Raja? Saya sudah ada di depan," "Sebentar lagi saya kesana," Raja menggeser tombol merah. Ia memasukan kembali ponsel di saku celana. Raja memandang Mili, wajah wanita itu bersemu merah. Rambut tadi yang disanggul Mili kini menjadi terurai dan sedikit berantakan. Raja sepertinya berat untuk meninggalkan Mili. Ia menyungging senyum, dan mengelus pipi Mili, lalu berbisik. "You are my girlfriend and you are mine," ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN