Pergolakan Bathin Sepasang Insan di Tengah Malam

1190 Kata
Hingga dia tak menyadari jika sepasang bola mata indah sejak tadi menatapnya dengan penuh rasa penyesalan. Dia berdiri dengan gontai menyadari semua kesalahan yang telah dia lakukan. ‘Andai aku langsung tenggelam dan tak terlibat dengan pergulatan bathinku. Mungkin aku langsung mati dan tak terlihat olehnya. Andai aku langsung mati, mungkin semua ini tak akan terjadi. Kenapa aku justru menghancurkan hubungan orang lain dengan sadis. Sungguh, aku tidak berniat membalas dendam dan menjadi wanita brutal dengan menyakiti wanita lainnya. Aku tidak ingin seperti ini. Aku justru merasa menjadi wanita hina saat in. Ya, w************n yang bahkan tidur bersama pria yang tidak aku kenal. Benar apa yang di katakan kekasih pria ini dengan menyebutku wanita hina dan murahan.” Dia mengusap air mata yang tak terbendung meleleh menghiasi waahnya. “Bahkan mansuia seperti Mas Dimas sekalipun dia akan tidur dengan orang yang dia cintai. Tidak seperti aku? Aku tak hanya menghancurkan harga diriku tapi juga pria ini…’ Isaknya, membuat kakinya semakin lemas dan tak kuasa menopang tubuhnya yang berat akan dosa, hingga dia terduduk lemas. Brughh! Seketika Ziont menoleh dan melihat wanita yang tak jauh dari pintu kamar itu tengah terduduk lunglai. Ziont menyeka air matanya dan bangkit berdiri menuju wanita yang nyaris mati bunuh diri dengan menenggelamkan ke pantai. “Ka-kamu kenapa? Masih pusing?” Tanya Ziont seketika mendekat dan merengkuh bahu wanita itu, lalu mengangkatnya menuju ranjang ala-ala bridal style. “Aku baik-baik saja, Mas.” Sahutnya dengan suara lemah. “Baik-baik saja bagaimana? Kamu aja barusan jatuh.”ucap Ziont menatap mata sendu milik wanita yang tidak asing baginya. Hanya saja dia sedang enggan berfikir keras dimana dia bertemu dengan waniita dalam dekapannya ini. “Kamu, udah lama di pintu itu?” Tanya Ziont sembari emrebahkan tubuh wanita itu dengan hati-hati. Bak barang antik yang takut rusak. Wanita itu menggeleng perlahan, air matanya jatuh. Lidahnya kelu seketika dadanya terasa sesak. “Aku tidak marah kamu ada di pintu itu. Tapi aku tidak mau kamu menjadi terganggu dengan apa yang terjadi denganku…” ucap Ziont lagi ketika melihat wanitia itu seperti tertekan. “Maafin aku, Mas. Aku sudah merusak hubungan kalian…” isak wanita itu yang telah berada di atas ranjang kembali. “Bagaimana aku harus menebusnya…” Ziont menghela nafas panjang dan menelan ludahnya lalu memejamkan mata sejenak. “Kamu jangan berfikiran seperti itu. Kenapa harus minta maaf? Tidak ada yang perlu di maafkan…” “Mas—, aku sudah meyakiti wanita lain dan berbuat terlalu kejam mas…” “Kejam bagaimana maksud kamu?” “Dengan apa yang terjadi dengan kita saat ini. Itu sama dengan aku menghancurkan hati wanita lain, Mas. Maafin aku sudah merusak hubungan kalian, Mas…” Ziont menarik nafas panjang. Ahh berat baginya menghadapi kenyataan yang sungguh di luar prediksinya dan semua terjadi dengan cepat. “Dengerin baik-baik, ya? Hubungan aku dan dia memang bisa di katakan sudah berakhir dengan cara yang tidak baik. Dan semua terjadi begitu saja dengan cepat…” Jawab Ziont berkata jujur dan entah mengapa bersama wanita di hadapanya ini dia nyaman ber ‘aku-kamu’ dan hal itu di luar kebiasaan bahasanya yang selalu ‘lo-gue’ kecuali berhadapan dengan pasien dia akan menggunakan bahasa baku. “Di katakan sudah berakhir? Berarti tidak kesepakatan bersama. Dan ini sepihak?” Tanya wanita itu dengan getir. “Hei…kamu kenapa jadi fokus dengan masalah pribadiku. Hubungan kami sebelum ini juga bisa di katakan tidak baik-baik saja…jadi, sudahlah…jangan di pikirkan.” “Tidak baik-baik saja bukan berarti hancur. Tapi dengan tambahan kejadian seperti tadi, Mba-nya pasti kecewa berat. Wajar jika dia menyebutku w************n…” ucap wanita itu semakin merasa bersalah atas apa yang terjadi. “Kamu…” Ziont menghela nafas panjang. “Jangan berkata begitu…” “Tidak. Aku memang w************n. Terbukti sudah…” Merasa tidak senang, Ziont menyela kalimat yang akan di lontarkan wanita di hadapannya. “Terbukti apa? Apa yang membenarkan kalimat itu?” Tanya Ziont merasa kesal dengan kalimat yang di ucapkan oleh wanita itu. Entah mengapa di sudut hatinya dia merasa nyeri. “Apa yang kita lakukan tadi, tidak akan terjadi, Mas anda aku bukan w************n. Dan terbukti aku yang memancing terlebih dahulu..” air matanya semakin deras mengalir membasahi pipi mulusnya. Bahunya terguncang menyesali perbuatannya yang mengakibatkan hubungan orang lain hancur. “Apa sih sebenarnya maksud kamu, nyebut diri kamu murahan? Nah, kalau kamu murahan, lantas aku apa?” Tanya Ziont lagi yang juga bingung menghadapi situasi saat ini. Tapi hati kecilnya entah mengapa tidak berniat sedikitpun menyakiti wanita ini. “Hanya w************n yang mau tidur dengan pria yang baru pertama kali dia temui, Mas. Dan…” Belum sempat wanita itu melanjutkan kalimatnya, Ziont telah memotongnya. “Dan pria macam apa yang meniduri wanita yang baru pertama dia temui? Apalagi aku seorang dokter yang harusnya menolong pasien bukan meniduri pasien, hah?” Tanya Ziont karena merasa tidak menyukai ketika wanita di hadapannya itu melontarkan kalimat itu. “Untuk pria, bukankah hal yang biasa, Mas. Pria bisa tidur dengan siapa aja, bahkan…” “Stop! Itu bukan aku. Aku bukan pria seperti yang kamu maksud. Aku tidak pernah sekalipun sembarangan tidur dengan wanita. Dan hal ini hanya terjadi dengan kamu. Jadi, pleasee…hentikan kalimat menyakiti diri kamu sendiri…” tegas Ziont membuat wanita itu menghela nafasnya perlahan. “Itu karena kamu bertemu wanita rendahan sepertiku, Mas. Kamu selama ini bertemu dengan wanita baik-baik dan memiliki harga diri yang tinggi. Tidak sepertiku…” wanita itu tampak memukul dadanya sendiri hingga membuat Ziont semakin miris. Entah luka apa yang sedang di alami wanita itu. Dan seberat apa beban yang sedang dipikulnya. Tapi dia merasakan jika wanita itu adalah wanita baik-baik dan memiliki harga diri yang tinggi, hanya saja saat ini wanita itu sedang depresi. “Wanita sepertimu? Seperti apa dirimu, coba jelaskan padaku…” pinta Ziont membuat wanita itu menatap kearahnya dengan tatapan tak percaya. “Aku adalah wanita yang di sebutkan kekasih Mas tadi. Aku wanita hina, wanita rendahan dan aku p***k hina yang suka merusak hubungan orang lain…” Ziont menatap dalam kearah mata wanita itu. Mata sendu itu penuh luka, membuatnya tak sanggup berkata-kata. Ziont merasakan kehancuran hati wanita yang tengah menangis di hadapannya. Hingga akhirnya dia merengkuh bahu yang tengah terguncang karena tangisnya. “Sudahlah. Jangan teruskan, aku mohon…” bisik Ziont menatap wanita itu dan mengusap air matanya. ‘Astaga…ada apa denganku? Kenapa aku menjadi berantakan seperti ini? Kenapa aku merasakan sakit dari kalimat yang dia lontarkan? Siapa dia sebenarnya, hingga mampu membuat aku merasa sedekat ini dengannya? Apakah dia dan aku memiliki kisah jauh sebelum ini dan aku melupakan wajah ini. Karena aku merasa wajahnya tidak asing bagiku. Siapa dia? Tuhaan…sudahilah semua ini. Aku ingin kembali pada diriku sebelum hari ini. Ziont yang berhati dingin dan tidak perduli dengan siapapun. Ziont yang tidak pernah tersentuh hatinya oleh kisah se-sedih apapun kecuali kisah gadis kecil di panti asuhan itu. Aku adalah Ziont yang penuh percaya diri. Ziont akhirnya tak kuasa melihat kesedihan itu. Dia memeluk wanita itu dengan hangat. Entah mengapa sejak saat itu dia ingin melindungi wanita yang ada di pelukannya sedang meronta untuk berusaha lepas dari pelukannya. Tapi Ziont memilih mempererat pelukannya dan tak memperdulikan seberapa keras wanita itu meronta.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN