Baskara bertolak pinggang. Ia kini berdiri di tepi kasur, dan menatap tak percaya pada Kartika yang masih tertidur nyenyak. Calon istri kecilnya itu, lebih memilih tidur memeluk boneka beruang biru yang malam kemarin sengaja ia belikan untuk Kartika. Dengan kekesalan yang memuncak, Baskara mencoba melepaskan pelukan Kartika pada boneka beruang yang ukurannya hampir sama dengan ukuran tubuh Baskara, tinggi dan besar. Namun kedua tangan Kartika begitu kuat, Baskara bahkan tercengang karena fakta tersebut. Baskara tak kehabisan akal, ia berjongkok dan menjepit hidung kecil Kartika.
Kartika yang mulai kehabisan napas tersentak bangun. Ia membulatkan matanya dan berusaha melepaskan jepitan kuat di hidungnya. Baskara melepaskan jepitan jarinya saat melihat wajah Kartika yang memerah. Kartika tampak begitu menggemaskan, dan membuat Baskara semakin tergoda untuk menjaili Kartika lebih dari ini. Hanya saja, Baskara enggan untuk melakukan hal tersebut.
"Apa tidurmu nyenyak?" tanya Baskara sarkas, yang tentu diartikan sebagai pertanyaan biasa oleh Kartika. Gadis itu tersenyum dan mengangguk malu-malu. Pipinya terlihat lebih berseri dari pada sebelumnya. Kartika tampak tidak menyadari jika Baskara hanya tengah mengatakan sarkasme yang seharusnya membuatnya tersinggung atau bahkan marah. Melihat senyum Kartika, Baskara tidak bisa menahan diri untuk merasa kesal. Bagaimana bisa Kartika tersenyum seperti itu hanya karena sebuah boneka?
"Bonekanya empuk, Kartika suka," ucap Kartika sama sekali tidak menutupi rasa senangnya karena bisa semalaman tidur dengan nyenyak karena memeluk boneka sebesar ini. Namun Kartika berubah panik saat melihat bagian d**a boneka tersebut basah dan bernoda. Tampaknya Kartika ngiler dan mengotori boneka yang tadi malam dibawa oleh Baskara. Kartika berusaha mengelap noda tersebut, namun noda tersebut tak menghilang. Tangan Kartika mulai bergetar, ia takut jika Baskara marah karena boneka miliknya kotor.
"Kakak, maaf Kartika gak sengaja." Kartika terlihat sangat menyedihkan. Wajahnya yang hanya mungil terlihat pucat pasi, kedua mata bulatnya juga tampak berair penuh penyesalan. Rambutnya yang panjang terlihat acak-acakan, menambah kesan kumal padanya. Berbeda dengan Baskara yang terlihat telah kembali rapi, dengan kemeja serta celana bahan yang berbeda dengan semalam. Rambutnya juga telah tersisir rapi, tak membiarkan satu helai rambut pun keluar dari tatanan.
"Jangan pedulikan noda itu. Aku membawa boneka itu untukmu, bila aku tak ada, dia bisa menemanimu," tunjuk Baskara pada boneka yang masih tergeletak di karpet. Namun, Kartika tidak melihat jika kini Baskara menatap boneka beruang tersebut dengan tatapan permusuhan. Seakan-akan, boneka tersebut memang adalah musuh bubuyutan Baskara yang sudah lama tak ia lihat.
"Ini untuk Tika?! Makasih Kak Baskara!" seru Kartika riang lalu meraih boneka tersebut kembali ke dalam pelukannya. Ini pertama kalinya Kartika memiliki boneka. Karena sejak kecil, Kartika tumbuh besar dalam keluarga yang kesulitan ekonomi. Untuk makan serta sekolah Kartika saja, ayahnya kesulitan mencari biaya, apalagi untuk memenuhi kebutuhan mainannya juga.
Jadi Kartika terlihat begitu senang saat Baskara memberikannya boneka seperti itu. Sudut bibir Baskara berkedut, tapi wajahnya tak menampilkan ekspresi apa pun. Ia malah menyuruh Kartika untuk segera pergi membersihkan diri, karena sebentar lagi mereka akan pergi. Karena dalam suasana hati yang senang, Kartika tampaknya melupakan rasa takutnya dan menuruti perintah Baskara dengan patuh.
Setelah Kartika siap dengan gaun yang telah disiapkan oleh Baskara, ia mengikuti Baskara yang lebih dahulu telah memasuki mobil. Walaupun masih dalam gestur canggung, Kartika terlihat lebih santai dari pada sebelumnya. Suatu kemajuan yang sangat pesat, mengingat sebelumnya ia sangat takut dan menjaga jarak dengan Baskara.
Tak sadar, kini Kartika telah tiba di suatu tempat yang tak ia kenali. Baskara menariknya turun dan melangkah memasuki gedung mewah, setelah seorang pelayan laki-laki mengambil alih mobil Baskara. Kepala Kartika segera menunduk dalam saat menyadari gedung tersebut ramai pengunjung. Tangannya yang digenggam oleh Baskara terasa sangat dingin, karena Kartika mulai cemas tanpa alasan lagi. Baskara mengerutkan keningnya. Ia menghentikan langkahnya, menyebabkan sebagian tubuh Kartika menabrak tangannya. Baskara melirik dan berbisik rendah pada Kartika, "Angkat kepalamu!"
Kartika secara refleks meremat tangan Baskara. Ia menjawab lirih, "Ta-tapi Kartika malu." Kartika sama sekali tidak berbohong. Ia memang merasa sangat malu saat ini. Apalagi, semua orang kini meletakkan pandangan mereka padanya dan Baskara. Tentu saja Kartika tahu, jika Baskara memang selalu bisa menarik perhatian hanya dengan menunjukkan dirinya saja.
"Malu? Kenapa?" tanya Baskara tidak mengerti dengan rasa malu yang tengah dibicarakan oleh Kartika. Baskara juga mengamati pakaian Kartika, mengira jika alasannya adalah pakaian Kartika yang terasa tidak nyaman.
"Malu soalnya jalan sama Kakak," jawaban Kartika sukses membuatnya kesal. Dengan kesal ia melepaskan genggaman tangannya dan melangkah terlebih dahulu, meninggalkan Kartika yang mulai berlari kecil mengejar langkah lebarnya. Suasana hati Baskara hancur. Wajahnya yang memesona tampak sangat masam. Aura dingin yang selalu mengikutinya ke mana pun ia pergi, terasa makin pekat kali ini. Ia duduk di sofa hitam saat memasuki ruangan VIP di gedung yang sebenarnya adalah pusat perbelanjaan khusus perhiasan berkualitas.
Kartika yang baru saja muncul di ambang pintu, segera dituntun agar duduk di samping Baskara. Tampaknya Kartika menyadari suasana hati Baskara yang memburuk. Karena itu, ia berusaha menjaga jarak sejauh mungkin dari Baskara, berpikir jika suasana hati Baskara akan membaik seiring waktu. Tapi hal yang terjadi sebaliknya. Suasana hati Baskara bertambah memburuk, karena Kartika menjaga jarak darinya.
"Selamat pagi Tuan Baskara," sapa seorang wanita yang tampaknya memiliki posisi tinggi di tempat tersebut. Dari name tag yang ia kenakan, wanita tersebut bernama Syla. Manajer yang memang menjadi wajah dan pelayan utama yang melayani para pelanggan VIP yang terkadang memiliki banyak permintaan yang membuat pening kepala.
"Pagi, cepat tunjukkan semua set perhiasan yang aku pesan!" perintah Baskara pada Syla. Wanita bernama Syla itu tentu saja mengangguk dengan tersenyum manis, tapi matanya melirik tajam pada Kartika yang duduk di sudut sofa dengan kepala menunduk. Tak lama, meja kaca di depan sofa telah dipenuhi dengan kotak-kotak set perhiasan yang berkilauan. Kilauannya sampai-sampai membuat mata Kartika agak sakit. Wajar karena Kartika sebelumnya belum pernah melihat perhiasan mewah sedekat ini. Bahkan Kartika tidak pernah memimpikannya.
"Ini semua set yang Tuan pesan. Semuanya dibuat khusus dengan tangan para ahli yang kami miliki. Dan kami patut mengacungi jempol atas desain yang sebelumnya Tuan berikan. Berkat desain yang anda berikan, kami berhasil membuat set perhiasan yang menakjubkan seperti ini." Baskara hanya mengangguk sepintas dan tak berniat menjawab, ia malah melirik pada Kartika yang tampak tak tertarik dengan perhiasan-perhiasan yang berjajar rapi sana. Kartika malah menunduk dan memainkan kuku jarinya. Baskara menggaruk pelipisnya pelan. Ia menatap perhiasan lalu mengambil satu cincin kecil yang cantik.
Tangan Kartika yang kecil segera ditarik oleh Baskara, dan sedetik kemudian cincin cantik tersebut telah melingkari di jari manis Kartika. "Jangan salah paham, aku hanya meminjam jari manismu. Aku yakin ukuran jarimu sama dengan jari Mamah, jadi aku hanya memastikan apa cincin ini akan pas di jari Mamah."
Dan Kartika hanya mengangguk. Toh ia juga tak memikirkan apa-apa. Setelah memastikan ukurannya, Baskara melepaskannya dan mengembalikannya lagi ke kotak perhiasan. "Aku ambil semuanya. Selanjutnya asistenku yang akan mengambil alih," ucap Baskara lalu bangkit dan pergi sebelum mendengar jawaban Syla. Kartika segera berdiri dan berniat mengejar Baskara, tetapi kakinya tersandung sesuatu, jika saja Baskara tidak sigap berbalik dan menangkap pinggang Kartika, saat ini Kartika pasti tengah telungkup sembari mencium lantai dengan mesranya.
Wajah Baskara semakin tak sedap dipandang. Ada kekejaman yang melintas di kedua manik matanya yang gelap. Syla bergetar ketakutan, ia mengira jika tindakannya yang sebelumnya sengaja membuat Kartika terjatuh diketahui oleh Baskara. Namun ternyata Baskara tak melakukan apa pun, ia berbalik dan pergi setelah melepaskan pelukannya di pinggang Kartika. Kartika kembali mengikuti Baskara, bak seekor anak itik yang mengikuti induknya. Saat memasuki mobil, Kartika melihat Baskara mengenakan handsfree dan menghubungi seseorang. Suaranya begitu otoriter dan dingin, "Pecat wanita tadi. Otaknya tak cukup untuk bekerja denganku."
Setelah itu Baskara kembali fokus mengendarai mobil, ia melirik pada Kartika yang duduk dengan sebagian tubuh menempel erat pada pintu mobil. Baskara mendengus. "Ambil ini!"
Kartika mengerutkan keningnya saat tiba-tiba Baskara menyodorkan s**u kemasan padanya. "Buat Kartika?" tanya Kartika pada Baskara. Tentu saja Kartika harus memastikannya. Takutnya, Baskara hanya ingin Kartika menyiapkan s**u kotak tersebut untuk diap diminum oleh Baskara. Kartika tentunya tidak ingin membuat Baskara semakin marah padanya.
Baskara hanya berdehem. Ia melirik Kartika yang mulai menyesap s**u kemasan tersebut. Sudut mata Kartika tampak menyipit lembut, tanda jika dirinya tengah dalam suasana hati yang baik. Bahkan tubuhnya secara perlahan mulai santai dan tak memasang pertahanan diri dari Baskara. Tak lama, Kartika terlihat mengantuk setelah menghabiskan susunya. Baskara terlihat puas saat Kartika telah jatuh tertidur dengan cepat. Ia berhenti sebentar di bahu jalan, untuk membenarkan posisi Kartika, sebelum kembali menekan pedal gas dalam-dalam. Ia harus mengejar waktu, jika kali ini ia terlambat, maka semua rencananya akan kacau.
**
Tubuh Kartika terasa tengah direndam dengan air hangat, sangat nyaman. Ditambah aroma bunga yang menggelitik hidungnya, menambah kenyamanan yang ia rasakan. Dirinya terbuai dengan kenyamanan tersebut, tetapi Kartika seakan dicubit dan dipaksa bangun dari mimpi indahnya saat merasakan sesuatu yang aneh. Beberapa bagian tubuhnya terasa diraba dan dipijat lembut. Secara perlahan kelopak matanya terbuka, dan sedetik kemudian ia menjerit histeris saat menemukan tubuhnya telah telanjang bulat dan berada di dalam bak air hangat yang permukaannya sepenuhnya ditutupi kelopak bunga. Jeritannya semakin histeris saat menyadari ada tiga orang wanita yang mencoba menyentuh tubuhnya.
Kartika berontak ketakutan, tingkahnya itu membuat dirinya harus menelan air mandi dan tersedak hebat. Tiga wanita di kamar mandi tersebut, terlihat kebingungan. Mereka hanya ditugaskan untuk membersihkan tubuh Kartika, selagi Kartika tidur, dan mereka tak menyangka Kartika akan terbangun saat prosesnya. "Nona harap tenang, kami hanya membantu Nona membersihkan diri," ucap salah seorang wanita.
Kartika terlihat melewatkan hal tersebut dan terus berontak. Sempat terpikir untuk melompat dari kolam berendam mewah tersebut, tetapi Kartika terlebih dahulu menyadari ketelanjangan dirinya, dan memilih bersembunyi di sudut kolam, titik terjauh dari jangkauan ketiga wanita asing tersebut. Posisinya yang duduk dengan membungkuk, menyebabkan air meredam dirinya hingga mencapai bibir atasnya. Ketiga wanita saling bertukar pandang, lalu salah satu diantara mereka memutuskan untuk ke luar dari kamar mandi mewah tersebut dan menemui seseorang yang memegang kuasa terkuat di area tersebut.
Hampir lima belas menit, Kartika masih bertahan dalam posisinya. Ia memang ingin melarikan diri, tapi kondisinya sama sekali tak mengizinkan dirinya untuk beranjak. Ayolah, kini Kartika benar-benar telanjang. Mana mungkin dirinya berlari ke luar saat ini juga. Kartika hanya mengatupkan bibinya ketika merasakan tubuhnya mulai menggigil kedinginan, bahkan jari-jarinya tangan Kartika telah berubah keriput serta pucat. Dua wanita yang sejak tadi hanya berdiri dengan posisi hormat, segera undur diri saat pintu terbuka dan sosok yang berkuasa muncul di sana. Kartika yang menyadari kehadiran sosok yang menurutnya sangat menyeramkan tersebut, segera menyembunyikan tubuhnya. Ia menenggelamkan tubuhnya sepenuhnya, menahan napas selama mungkin di bawah air.
Tak lama Kartika kembali ke permukaan dengan wajah memerah, hidung serta mulutnya bekerja ekstra untuk mencari pasokan oksigen yang menipis. Sungguh tingkah konyol yang mampu membuat sudut bibir Baskara berkedut pelan. Tepat, sosok yang sebelumnya Kartika sebut sebagai orang yang menakutkan tak lain adalah Baskara.
"Apa kau tengah melawak?"
Kelopak mata Kartika berkedip beberapa kali, sebelum dirinya segera menempelkan punggung telanjangnya ke sudut kolam lagi. Baskara melepas kaos polosnya dan menyisakan celana selutut yang ia kenakan, sebelum masuk ke dalam kolam pemandian yang sebenarnya adalah bathup berukuran luas. Baskara duduk di dasar kolam dan berhadapan dengan Kartika, meskipun posisinya tengah duduk, air hanya menyentuh dadanya, jelas terlihat perbedaan tinggi badan antara keduanya. Tatapan tajam yang Baskara suguhkan seperti tengah menguliti Kartika, menyebabkan gadis mungil tersebut bergetar dan semakin menempelkan punggungnya.
Jarak diantara keduanya sekitar setengah meter, jarak yang membuat Kartika menahan napas berulang kali. Dalam keterdiamannya, Kartika tengah menerka apa yang akan Baskara lakukan selanjutnya. Kartika tampaknya tak menyadari, jika sikap takut-takutnya itu, terlihat begitu menggemaskan bagi Baskara. Rambut hitam panjang Kartika yang terurai, mengambang di permukaan kolam. Kelopak bunga yang memenuhi permukaan kolam, terlihat seperti hiasan cantik yang khusus dibuat untuk menghiasi setiap helai rambut Kartika. Baskara yang sejak tadi diam dan mengawasi Kartika, kini tergoda untuk menyentuh helai rambut panjang tersebut.
Tangan kekar Baskara tanpa sadar terangkat dan terulur menyentuh helai rambut Kartika yang tak begitu jauh darinya. Walaupun tak sehalus apa yang dibayangkannya, Baskara cukup puas dengan tekstur rambut Kartika. Gerakan Baskara yang kini mulai merayapkan tangannya semakin dekat pada wajah Kartika, membuat wajah Kartika semakin pucat. Ia sungguh ketakutan saat ini.
Namun satu senti lagi jemari Baskara menyentuh wajah Kartika, tangannya menggantung di udara. Baskara mengetatkan rahangnya. Ia tak senang karena setitik air mata terlihat jatuh di sudut mata Kartika. Tangan Baskara terkepal, sebelum kembali ia tarik. Baskara bergeser semakin dekat dan meraih tubuh mungil Kartika dalam pelukannya. Kartika bereaksi dengan cepat memeluk dadanya sendiri dengan erat, melindungi harta berharga miliknya yang pasti akan bertabrakan dengan d**a Baskara. Benar saja, Baskara memeluk tubuh Kartika dengan erat.
Ia menunduk dan menatap mata bulat Kartika yang berair. Baskara jelas bisa merasakan ketakutan yang dirasakan oleh Kartika. Itu terlihat dari bagaimana tubuh Kartika bergetar hebat serta wajahnya yang pucat. Sebuah kecupan Baskara tanamkan di kening Kartika, ia berbisik rendah, "Tenanglah!"
Setelah menanamkan sebuah kecupan ringan lagi, Baskara mengangkat wajahnya dan kembali menatap relief wajah Kartika. Gadis dalam pelukannya sungguh mungil dan rapuh, menggoda hati Baskara untuk memastikan sebagaimana rapuhnya dia. Kilat misterius terlihat melintas di manik mata Baskara, saat Kartika kembali tenang. Getaran tubuh Kartika telah mereda, tapi ketakutan Kartika masih jelas terlihat di manik matanya. Dengan pelan, Kartika berontak membebaskan diri. Tapi pelukan Baskara malah terasa semakin kuat.
"Ka-Kak Baskara, tolong lepas! Kartika-Kartika ...." Kartika tidak bisa melanjutkan ucapannya karena sudah terlalu panik dengan situasi dan kondisinya saat ini. Kartika menggigit bibirnya dengan kuat. Tidak, Kartika tidak boleh menangis saat ini. Atau Basakara akan marah padanya.
"Kenapa hem?" Baskara menekan keningnya pada kening Kartika. Baskara tengah mencoba mengubah fokus gadis dalam pelukannya, dan percobaannya berhasil, Kartika tak lagi berontak. Ia terdiam saat Baskara menyeka air matanya, serta balik menatap Baskara yang kini tengah menatapnya dengan lekat. Sudut bibir Baskara berkedut saat melihat kepolosan Kartika yang tersaji jelas di wajah mungilnya. Kedua matanya yang bulat terlihat berair dan berkilau saat diterpa cahaya. Begitu indah, menyulitkan Baskara untuk mengalihkan atensinya.
Yang ada, setiap detiknya Baskara merasa tertarik untuk terus menatapnya. Seakan-akan, Baskara adalah sepotong magnet yang baru saja menemukan pasangannya. Dan sampai kapan pun, sang magnet tak akan pernah melepaskan pasangannya itu. Baskara semakin merendahkan kepalanya, hingga posisinya memungkinkan bibirnya untuk meraih hidung kecil Kartika. Seringai hampir saja terukir di wajah Baskara, ketika rona merah muda yang samar tercetak di kedua pipi Kartika yang pucat. Kembali, Baskara melarikan bibirnya yang tipis menuju pasangannya, bibir Kartika yang kini terbuka kecil.
Cup
Kartika mengedipkan matanya pelan saat Baskara berhasil mencuri kecupan singkat di bibirnya. Hal itu berulang kali terjadi, karena Baskara tak bisa menahan diri saat melihat Kartika yang tampak linglung. Sungguh pemandangan yang menggoda. Dan Baskara tak rela jika pria lain melihat penampilan menggoda Kartika seperti ini. Baskara hanya ingin mengunci Kartika sepanjang hari di rumah, hanya untuk dirinya. Hanya dirinya yang boleh melihat senyum cantik Kartika, memeluk tubuhnya yang mungil, dan jika bisa Baskara ingin memasukkan Kartika ke dalam sakunya, agar bisa Baskara bawa kemana-mana dan tidak membiarkan siapa pun, terutama para pria untuk meletakkan pandangan mereka pada gadis satu ini. Baskara sungguh gila bukan?
Mata Baskara terlihat semakin berkabut. Kabut tersebut menyembunyikan sesuatu yang tersimpan dalam kedalaman netra misteriusnya. Baskara pun menyeringai dan berbisik tepat di depan bibir Kartika, "Aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Jadi, pernikahan akan berlangsung ... hari ini."