Pukul lima sore mobil Soraya berhenti di lampu merah. Abi berada di kursi belakang menoleh ke samping, tanpa sengaja melihat gadis kecil tengah cemberut memainkan jendela mobil sesekali bermain dengan bonekanya.
Ia menopang dagu tersenyum lebar terlalu gemas melihat anak itu, tangannya sontak melambai-lambai kala pandangan mereka bertemu. Awalnya gadis kecil itu melempar tatapan aneh bersembunyi mungkin takut padanya, makanya ia pun tidak habis akal dengan bertingkah aneh.
Melihat wajah konyol dan tingkah anehnya, gadis kecil itu perlahan keluar dari persembunyian bahkan tak ayal senyuman tercetak sempurna di sudut bibirnya.
"Guys, mukaku aneh ya?" tanya Abi tanpa mengalihkan pandangan dan tetap fokus pada gadis kecil di seberang.
Lintang berbalik, Soraya melihatnya dari kaca. Keduanya tertawa terbahak-bahak melihat wajah konyolnya.
"Ngapain sih kak? Astaga, mukanya kocak banget hahaha." kata Lintang tertawa, mencari hpnya ingin mengabadikan momen paling kocak yang kakaknya lakukan.
"Gila komuknya anjir, geli banget liatnya. Ngapain sih, gak ada kerjaan apa!? Hahaha." Soraya ikut tertawa.
"Itu di sana ada anak kecil lagi cemberut kasihan di tinggal ngobrol sama orang tuanya."
Mendengar hal itu Lintang mengarahkan kameranya, Soraya pun membuka jendela mobil melambaikan tangan pada gadis kecil yang ia maksud.
Diam-diam tanpa sepengetahuan orang tuanya, anak itu ikut melambaikan tangan tersenyum lebar.
"Ih cute banget kak. Pipinya embem pengen Lintang unyel-unyel deh."
"Iya ih, masa anak selucu itu gak di ajak main sih. Dasar orang tua jaman sekarang mah taunya kerja doang." lontar Soraya.
"Kak Sora bener." timpal Lintang masih terus merekam momen tersebut.
"Yang penting dia senyum sekarang, gak kayak tadi kucel banget. Eh, lampu hijau tuh." tunjuk Abi. Sebelum melajukan mobil, ia dan lainnya melambaikan tangan pada gadis kecil itu.
"Pai-pai princess." ujar Abi masih setia melambaikan tangan begitu juga gadis kecil itu.
Sayup-sayup suara lembut Abi terdengar oleh telinga mereka sontak menoleh sayangnya mobil Soraya lebih dulu keluar jalur jadinya tak bertemu.
"Yah… kakak cantiknya pergi deh." gumam Arumi menunduk dan Elvano tersenyum mengecup kepala Arumi.
"Kakak cantik siapa, hem?" tanya Elvano, Arumi pun mendongak menatap sang daddy berbinar lalu melambaikan tangan ingin berbisik. Elvano yang mengerti pun mendekatkan telinganya.
"Tadi, Umi ketemu kakak cantik hehe." bisik Arumi tersenyum lebar sampai Elvano tertegun sejenak sebab ia tak pernah melihat Arumi tersenyum seperti itu jika berbicara dengan orang lain.
"Secantik apa sih sampai princess daddy senyum lebar banget," Elvano mencoba untuk membuat sang anak lebih membuka diri dengan membicarakan tentang kakak cantik yang Arumi lihat.
Gadis bermata biru laut nan bulat itu dengan semangat merentangkan kedua tangannya berkata, "Sangaaat cantik hehe. Kakak cantik punya titik hitam di bawah bibir, terus kalau senyum itu ada lubang di pipinya hehe. Oyah dad, tadi kan Arumi bosen terus kakak cantiknya gini nih," melakukan hal konyol seperti yang dilihatnya.
Elvano tertawa lebar tanpa suara, terlalu gemas melihat wajah Arumi yang menurut putrinya itu konyol namun malah terlihat lucu. Jayden ikut tertawa gemas, Amira yang tengah membanggakan Elvano pada gadis di sampingnya terusik sementara gadis itu sedari tadi malah diam membisu seribu bahasa tak mendengarkan apa yang Amira katakan. Sejak tadi fokusnya teralihkan oleh Elvano di depan.
Jayden dan Elvano sama-sama menyadari hal tersebut malah cuek makanya mereka hanya berbincang tentang pekerjaan.
"Aduh… daddy jadi pengen ketemu kakak cantiknya deh." kata Elvano mengecup pipi tembem Arumi.
"Umi juga hehe."
"Kenapa sih, kok asik banget sampai kita di abaikan gini. Iyakan nak Sintia," celetuk Amira memecahkan lamunan seorang Sintia sedangkan yang lain diam begitu juga Arumi.
*
*
*
Kembali ke Abi, gadis itu memasuki rumah makan di susul Lintang dan juga Soraya wanita empat tahun lebih tua darinya.
Ngomong-ngomong soal Soraya, dia wanita malam seperti Abi. Sama seperti Abi juga, Soraya juga sudah meninggalkan tempat Nino setelah menerima lamaran seorang pria yang mau menerimanya apa adanya. Berharap penerimaan itu terus membuatnya berada di atas awan, namun semua itu tidak seperti yang ia bayangkan karena pria itu ternyata menginginkan sesuatu darinya membuat hidup Soraya seakan berhenti dan memilih untuk melepas pria tersebut.
Abi hanya mendengar sampai di situ tadi saat di kafe dan entah apa yang pria itu minta, Abi yakin Soraya melakukan hal benar dengan pergi.
Setelah bertemu di kafe dan membeli barang-barang keperluan sehari-hari, mereka kini memilih untuk mengisi kampung tengah sambil mencari-cari pekerjaan di sosial media.
"Pesen apa?" tanya Soraya sambil melihat-lihat menu.
"Emmm, Lintang mau… nasi uduk aja deh. Kakak apa?" tanya Lintang pada Abi. Sang kakak tampak sibuk dengan hpnya itu langsung menyimpan benda itu kala ia melirik.
"Bihun goreng aja deh." jawab Abi.
"Gak mau yang lain?" tanya Soraya melihat wajah Abi.
"Sama bak.. "
"No buat malam ini." potong Soraya seraya melambaikan tangan agar pelayan menghampiri mereka. "Mas pesan nasi goreng teri dua, nasi uduknya satu sama bihun gorengnya satu." lontar Soraya menyebutkan pesanan mereka.
"Ada tambahan mbak, minumnya apa?" tanya si masnya.
"Lintang es jeruk deh sama air hangat buat minum obat nanti." lontar Lintang tersenyum bermain dengan hpnya.
"Es teh aja mas."
"Gue juga deh es teh sama es lemon." timpal Soraya.
"Baik mbak, di tunggu ya sebentar."
"Makasih mas." ucap ketiganya. Si mas hanya tersenyum berlalu pergi.
"Jadi mau nyari kerjaan di mana?" tanya Soraya mengecek notifikasi yang masuk di handphone nya.
"Di mana aja deh kak, mau balik ke bos juga gak bakal di terima lagi." jawab Abi menghembuskan nafas panjang tanpa sadar memainkan sedotan.
"Iya sih, saya kemarin malam ke sana mau ngajuin lagi malah di tolak sama tuh orang ngeselin emang."
"Tapi sayang kan?" Abi memainkan alis menggoda wanita di depannya.
"Sialan. Lagian gak peka juga padahal dia yang pertama."
"Serius dia yang ngambil pertama?" Abi melotot mendengarnya. Mungkin ini diluar pembahasan yang bisa dimengerti oleh Lintang, makanya dia diam saja bermain sosial media melihat perkembangan sekolah nya selama dia tidak masuk. Dan Soraya mengangguk.
"Waw! kamu yang minta atau bos?"
"Otak gila! Ya kali saya yang sodorin."
"Terus gimana kok bisa?"
"Katanya sih mau ngecek sendiri, pintunya mantap apa gak."
"Bangkek hahaha."
Keduanya tertawa membuat seorang Lintang memutar bola mata merasa otaknya semakin tercemar mendengar keduanya.
"Please ya, otak aku masih polos jangan di polosin." lontar Lintang menatap mereka jengah meraih sedotan lalu di berikan pada Abi, melihat sedotan di tangan sang kakak sudah berbentuk hati.
Satu kebiasaan Abi saat sedang banyak pikiran atau tengah merenung, kalau melihat sedotan pasti jari-jari spontan membentuk apapun seperti hati atau burung mungkin.
Soraya tertawa mendengar ucapan Lintang. "Yakin polos, tapi kok wallpaper abs?" godanya.
"Itu mah beda kak. Ngeselin deh," Lintang tampak cemberut merajuk.
"Hahaha iya deh yang masih polos. Nah itu makanannya." kata Soraya melihat pesanan mereka sudah datang. Lintang bertepuk tangan antusias tak sabar mencicipi makanan kesukaannya, nasi uduk.
Abi dan Soraya hanya tertawa melihat gadis itu. Terlihat sedikit kesusahan dengan rambut panjangnya Abi pun berkata, "Balik gih, aku ikatin." dan Lintang mengangguk memunggungi sang kakak, setelah itu mereka bertiga pun makan dengan lahap sesekali saling suap.
Soraya diam-diam memperhatikan kakak beradik itu tersenyum kecil. 'Saya berharap bisa bantuin kalian, sayangnya keadaan malah gak memungkinkan untuk membantu.' batinnya berbisik. Dadanya kembali berdenyut-denyut sakit tetapi ia tahan.
"Kenapa kak?" tanya Lintang menyadari gerak-gerik Soraya. Namun wanita itu terlalu pintar menyembunyikan sakitnya, ia hanya menggeleng.
"Gapapa. Ayo makan lagi." ujar Soraya mengusap kepala Lintang.
"Yakin gapapa kak?" kini giliran Abi yang bertanya.
"Gapapa, udah makan lagi."
Keduanya pun mengangguk kembali fokus pada makanan masing-masing. Soraya membuang muka menghirup udara sebanyak-banyaknya, merasa sudah lebih baik ia pun kembali makan.
Jika ada layar monitor mungkin sekarang dua tempat berada di sisi kiri dan kanan, di mana keluarga Elvano tengah makan malam di restoran mewah dengan makanan kesukaan masing-masing tentunya. Sementara Abi menikmati nasi goreng nya sesekali menerima suapan dari Lintang.
Begitu banyak perbedaan terlihat, jika Abi dan dua orang yang di sayangnya sedang tertawa terbahak-bahak mendengar lelucon sendiri, di tempat Elvano hanya ada kediaman semata. Pria itu tampak menyuapi putrinya, dengan seorang gadis tanpa henti meliriknya sementara ada Amira yang diam-diam mengamati dan bertekad untuk menjodohkan Sintia dengan putranya.
Lagi-lagi kedua sisi terlihat jelas, masing-masing mobil melaju meninggalkan tempat makan dengan tujuan kembali ke istana mereka.
Perbedaan kembali terlihat seperti dalam mobil Soraya melaju dengan suara musik K-Pop kesukaan Lintang menggema, tak ayal membuat mereka ikut bernyanyi meski kadang mulut kepleset tapi gapapa selama kesenangan tetap ada.
Sementara itu keheningan di mobil Elvano kembali terjadi dalam perjalanan pulang mereka. Kehidupan dua orang ini jelas-jelas sangatlah berbeda, namun siapa yang tau jika kehidupan yang sesungguhnya akan segera dimulai dan mungkin sudah di mulai sejak pertemuan pertama malam itu, di mana keduanya menghabiskan waktu bersama dengan pencapaian yang dahsyat yang tidak pernah Elvano lupakan.
*
*
*
Bruk… bruk…
"Makasih kak, lain kali mampir ya." ucap Abi setelah semua barang-barangnya keluar dari mobil.
Soraya berdiri menaruh dagunya di pinggiran kap mobil melambaikan tangan. "Siap. Jadi mau di cariin tempat kerja nih?" tanya nya sebelum masuk.
"Boleh, apa… "
"Selain itu." sela Lintang menatap keduanya.
Kedua wanita dewasa itu tertawa mendengar suara lantang Lintang.
"Siap nona. Yasudah saya balik ya, kalau ada apa-apa hubungi aja." Soraya melambaikan tangan sebelum masuk.
"Hati-hati." pesan Abi dan mendapat suara klakson mobil sebagai jawaban. Setelah kepergian Soraya, keduanya pun melangkah memasuki gedung apartemen batu mereka.
Dalam lift Lintang merasa pusing menyandarkan kepalanya di bahu sang kakak. "Pusing?" tanya Abi menyadari keadaan Lintang. Gadis itu mengangguk pelan.
"Sstt… tahan ya, bentar lagi sampai." katanya dan sekali lagi Lintang mengangguk kecil.
Nomor apartemen mereka berada di lantai 4 sementara tinggi gedung hanya mencapai 5 lantai saja. Untungnya ada lift itu aja sih.
Sebelum tiba di lantai 4, pintu lift terbuka nampak pria yang mereka temui siang tadi masuk dengan beberapa bungkus makanan di tangan.
"Eh mbak Abi ya," sapa nya ramah.
"Dimas ya,"
"Iya mbak. Habis belanja?"
Abi mengangguk. "Iya, biasa baru pindah hehe." jawab mencoba untuk ramah.
"Adiknya gapapa, pucet gitu?"
"Gapapa kok mas. Eh saya duluan ya," kata Abi meraih barang-barangnya membuatnya sedikit kesusahan. Dimas melihat itu merasa tak enak hati pun menawarkan bantuan.
"Sini mbak, biar saya bantu."
"Eh? Gapapa biar… "
"Udah gapapa, mbak gak mungkin bawa ini semua. Ayo di mana tempatnya, aman saya gak akan macem-macem kok hehe."
"Eh? Ah makasih sebelumnya." sambil merangkul Lintang, Abi mendahului Dimas menuju tempatnya.
Keduanya saling melempar senyum kala Abi membuka pintu.
"Saya simpan di sini aja ya mbak, gak enak kalau masuk." kata Dimas tersenyum lebar meletakkan barang Abi. Gadis itu mengangguk.
"Makasih loh Mas."
"Sama-sama mbak, kebetulan mau ke atap tadi cuma ngambil pesanan doang."
Setelah pintu terbuka, Lintang masuk setelah melempar senyum pada Dimas sementara Abi bertanya, "Atapnya bagus emang?"
"Bagus banget malah mbak. Kapan-kapan kalau mau gabung gapapa, ada anak cewek juga kok. Kita kadang ngumpul di sana buat seru-seruan atau lagi pengen nenangin diri bagus."
"Wah, kapan-kapan deh saya gabung. Ini makasih loh udah di bawain."
"Sama-sama mbak."
"Abi aja, kayaknya kita seumuran."
"23 juga?" tanya Dimas di balasan anggukan kepala oleh Abi. "Oke deh Abi. Kalau gitu saya pergi dulu ya, takut anak-anak pada ngamuk hahaha." lanjutnya.
"Hahaha sip, salam sama yang lain dari tetangga baru."
"Pasti. Selamat malam semoga betah ya," Dimas pun perlahan melangkah mundur melambaikan tangan pada Abi, lelaki itu tak melunturkan senyuman sampai Abi menghilang dari balik pintu.
"Cantik banget anjir. Boleh deketin gak ya," tanyanya tersenyum girang, ia yakin teman-temannya bakal iri kalau dengar dia sudah akrab dengan tetangga baru mereka.