Lima hari sudah, Mentari mengembalikan jaket milik Azzam. Semakin hari, gadis itu semakin merasa ada yang kurang. Ia semakin merindu dan gelisah. Perasaannya juga semain tidak menentu. Ada segurat penyesalan di hati gadis itu karena sudah mengembalikan jaket milik Azzam. Jam dinding sudah menunjukkan pukul dua belas siang, waktunya gadis itu beristirahat dari penatnya bekerja selama setengah hari. Mentari meregangkan badannya sesaat, kemudian bangkit dari duduknya. Baru saja gadis itu hendak beranjak dari kursi kerjanya, ponselnya tiba-tiba berdering. Pariban Eritha Memanggil ... “Halo, Erita ... Boha Kabarmu? (apa kabarmu?)” Mentari menyapa. “Sehatnya, aku ... dimananya kau sekarang, Tari?” “Di kantor ....” “Wah ... mengganggunya aku.” “Daong (tidak) ... sedang istirahatnya aku.”