"Mata sembab lagi, hayo kangen lagi sama Qienan?" ejek Umi. Aku malas sebenarnya keluar kamar. Apalagi ketemu Mas Lukman dengan kelopak mata yang bengkak. Semalam dia video call, rambutnya acak-acakkan, basah dan wajahnya penuh keringat. Dia pakai singlet hitam, jadi aku bisa lihat bahunya yang tegap, tempat yang nyaman untuk bersandar. YA Allah aku rindu, dia gak mau lihat wajah aku lagi. Mungkin dia benci sama aku, mungkin aku terlalu menyinggung dia, jadinya dia gak mau lagi menaggapi aku apa pun. "Umi, Mas Qienan ada transfer uang THR buat kita bertiga minus Abi, mau diambil sekarang gak?" "Boleh, kamu mau sedekah gak untuk anak gak mampu. Belikan mereka pakaian baru untuk shalat Ied nanti." "Boleh Umi, uang dari Mas Qienan lumayan, biar jatah Icha aja, ayo kita data siapa yang