Pertemuan Ketiga

1214 Kata
Hari ini Iksan di suruh datang jam enam pagi karena Owka ingin berangkat ke Kosambi pukul setengah tujuh dari rumah, jadi setidaknya jam tujuh lewat sudah tiba di sana dan membuka peluang lebih lama bertemu Anjani. "Pagi banget sih a'?" tanya Priska ketika melihat Owka turun dari tangga. "Biar santai ma," jawab Owka lalu mengambil duduk di dekat papanya. "Mbak, temenku udah datang belum?" tanya Owka. "Belum a'," jawab Rahayu yang sedang membawakan telur rebus buat sarapan Owka. "Siapa yang mau datang?" tanya Owie dengan suara tak bernada itu. "Iksan pa, temenku bareng training." "Owh, Iksan yang sekolah barengan kamu itu kan?" "Iya, Iksan itu." "Besok terbang kemana a'?" tanya Owie lagi. "Terbang malam, ke Denpasar pa." "O, memangnya nggak di kasih libur setelah training?" "Nggak, aku di kasih libur duluan. Tapi kan besok juga terbang malam pa." Owie mengangguk - angguk. "Assalamualaikum," sapa Iksan yang baru saja datang, dia tampak di dampingi Rahayu yang tadi membukakan pintu untuknya. "Waalaikumsalam," jawab semua. "Pagi Capt," Iksan sedikit mengangguk saat menyapa Owie, dia agak takut dan grogi juga bertemu papa Captain yang pendiam dan seperti rumah kosong berhantu itu yang kini sedang menatapnya dalam. "Pagi." Seperti biasa, datar. "San, sini duduk sekalian sarapan," tawaran ramah tante Priska lumayan membuat Iksan bisa sedikit santai. "Terima kasih Tante aku sudah sarapan di rumah," Iksan menolak halus tawaran Priska. "Yaa paling nggak minum lah San ... nggak baik menolak rejeki, apalagi hari Jumat begini, itu ada teh atau kopi, duduk sini dulu San, Owka masih sarapan," Priska menarik kursi untuk Iksan persis di sebelah Owka. "Lo tadi sarapan atau sahur San, kok pagi-pagi gini lo bilang udah sarapan?" tanya Owka yang tahu Iksan sedang grogi di dekat Papanya. "Sarapan Ka," jawab Iksan agak formal dan itu membuat Owka bertambah geli. Iksan ini pernah terbang bersama Captain Owie beberapa bulan yang lalu. Bukan penerbangan satu dua jam, tapi penerbangan empat jam ke Perth. Berada di dalam satu ruangan kecil di pesawat untuk waktu yang panjang tentu saja sungguh menyiksa buat Iksan karena Captain Owie tidak banyak bicara, kalau pun dia bicara sepertinya datar - datar saja, yang lebih mengerikan lagi kalau dia bertanya-tanya soal teori dan safety pesawat, ilmu yang tadinya sudah khatam di otak Iksan, bisa aja gugur karena tatapan dan cara bertanya Captain Owie. Begitu sampai di Perth yang dilakukan oleh Iksan adalah menelpon Owka untuk berkeluh kesah tentang penerbangannya tadi dengan Captain Owie, padahal dia sudah mengenal lama papanya Owka itu, dulu waktu jadi siswa suka diajak juga kalo Captain Owie terbang ke Bali dan mengajak Owka makan diluar. Orang tua mereka juga pernah saling kenal saat wisuda Owka dan Iksan dulu. Profesi papanya Iksan itu pegawai BUMN yang level-nya lumayan tinggi. "Iksan sudah punya pacar belum?" tanya Priska tiba-tiba "Mama pagi-pagi nanya pacar orang ih," protes Owka. "Habisnya kalau nanya aa' Mama bosen, pasti jawabnya itu-itu aja, nggak ada variasinya," jawab Priska. Iksan sebenarnya ingin ketawa tapi ditahannya, pertama karena ada Captain Owie di sana, kedua dia sendiri nasibnya cukup miris soal percintaan, jadi apa yang mau ditertawakan? "Mama nanya Iksan juga percuma, dia itu lebih garing lagi Ma, ditolak melulu," jawab Owka dan membuat Iksan memaki Owka dalam hatinya. "Aduh kasihan banget, kok bisa ditolak sih San?" tanya Priska dengan nada prihatin. Owka tentu saja tertawa mendengar pertanyaan mamanya tapi dia tidak ingin menjawab juga sih, dia malah melihat jam tangan yang sudah menunjukkan pukul enam lewat dua puluh menit. "Aku berangkat sekarang ya," Owka bermaksud pamit. Sarapannya juga sudah selesai. "Ya," jawab mama Priska. "Yuk San ... cabut," ajak Owka yang sudah mulai berdiri untuk menyalami papa dan mamanya, Iksan mengekori Owka dari belakang. Mobil BMW Owka yang dikendarai oleh Iksan baru saja keluar dari pagar rumah Kebayoran, tepatnya dari kediaman keluarga Narendra dan meluncur menuju Kosambi di jakarta Barat. "Gila lu Ka, menjatuhkan harga diri gue banget di depan calon mertua," protes Iksan ketika mereka sedang di jalan. "Mertua?" Owka menoleh ke arah Iksan dan menggelengkan kepalanya. "Memangnya wa lu udah dibales sama Ririn?" "Memang belum Ka, tapi Orang sabar itu akan membuahkan hasil yang baik." "Membuahkan hasil yang baik kayak apa? Ririn aja sekarang udah punya pacar, telat lo!" "Serius nih Ka?" tanya Iksan dengan nada sedikit kaget dan kecewa tentunya. "Serius lah!" "Yaaah nggak jadi gue ipar-iparan sama lo," sahut Iksan dengan nada kecewa. "Alhamdulillah buat gue yang nggak punya ipar kayak lo," jawab Owka sambil tersenyum. "Mungkin ada hikmahnya gue nggak boleh jadi menantunya Captain Owie Narendra, bisa stress kali gue di rumah ya, dipelopotin terus sama bokap lo." Owka tertawa ngakak, semua orang yang tidak terlalu kenal dengan papanya akan beranggapan seperti itu, padahal papanya itu sangat penyayang Kali ini mereka tiba lebih cepat di Kosambi. Mungkin efek dari pergi pagi, jadi jalanan belum macet. Pukul tujuh lewat lima menit, mereka sudah tiba di area Kosambi. Ketika mobil yang dikendarai Iksan hendak berbelok masuk ke dalam area kantor Training Centre, Owka menangkap sesosok yang sangat dia kenali sedang masuk ke dalam warung tempat menjual roti bakar persis di depan kantor training centre. "San kita ke warung depan yuk," ajak Owka tiba - tiba. "Mau ngapain? Biasanya lo nggak mau kalau gue ajak ke sana," tanya Iksan. "Gue penasaran pengen nyobain telur ayam kampung yang tiga perempat matang itu, kan lo bilang enak banget." "Perasaan tadi gue lihat lo sarapan telur deh Ka, kenapa jadi pengen telur lagi sekarang?" Iksan curiga. Duh Owka lupa. "Anjani masuk ke warung itu tadi, sendirian San," aku Owka. "Emangnya lo lihat dia, yakin?" "Karena gue lihat makanya gue ngomong San." Iksan menghentikan laju kendaraan, yang di kemudikannya, dia mencari parkir yang lebih dekat dengan pintu keluar saja, biasanya agak ke dalam. "Kok parkir di sini San?" "Katanya lo pengen ke warung depan, kalau gue parkir di dalam, kita jalannya jauh lagi, keburu kelar dia makan, di sini aja Ka .... nanti kalau pulang dari warung kita baru bawa mobilnya parkir di dalam," jawab Iksan, ternyata Iksan cerdas kan? "Oke," Owka setuju. Mereka berdua turun dari mobil menuju warung depan. Warung ini cukup terkenal sebagai tempat sarapan pramugari maupun pilot yang sedang mengikuti training di Kosambi ini, padahal warung ini bukan khusus tempat sarapan, tapi warung ini buka dua puluh empat jam, jadi bisa buat makan kapan saja. Di sini dijual aneka makanan yang cocok juga untuk sarapan, mulai dari roti bakar, telur rebus, mie instant, bubut kacang ijo ketan hitam, teh, kopi sampai pisang bakar. Mereka berdua masuk ke dalam warung yang ternyata di dalamnya cukup luas karena masih tersambung dengan ruangan lain di sebelah warung, Owka baru kali ini masuk.ke sini. Mereka mulai mengedarkan pandangan ternyata Anjani memang ada di sana dan sedang menikmati makanannya, yaitu telur rebus, tapi dia tidak melihat ke arah Owka dan Iksan yang baru datang karena dia makan sambil menunduk. "Lo duduk depan dia, gue pesen makanan dulu. Ajak ngomong ya Ka, jangan cosplay jadi tugu Monas lo di sana, paham nggak?" bisik Iksan ke Owka. Walau menuruti arahan Iksan, sempat juga dia melirik sebal ke Iksan yang menuduhnya mau jadi tugu monas di depan Anjani, Iksan memang kurang ajar. Warung ini memang menyediakan bangku panjang sebagai tempat duduk, kebetulan Jani duduk sendiri disalah satu sudutnya. Owka melangkah menuju tempat Jani duduk, sesuai arahan Iksan. Dia bertekad tidak akan jadi Monas!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN