bc

Sang Panglima Jomblo : Mencari Cinta

book_age12+
1.2K
IKUTI
23.8K
BACA
billionaire
spy/agent
goodgirl
inspirational
CEO
drama
comedy
sweet
humorous
spiritual
like
intro-logo
Uraian

Perjalanan melabuhkan hati seorang panglima akut yang setia pada rasa. Persoalan perempuan bukan hal yang pelik namun keadaan memaksa untuk menjadi rumit. Memilih untuk setia pada nurani karena ia tak pernah mengkhianati. Walau bukan berarti, ia adalah jomblo akut sejati. Meski takdir baginya masih misteri.

Dia lah lelaki yang mencoba mencari kecerahan iman. Memupuk cinta yang murni tanpa kesesatan. Berupaya menjadi manusia yang lurus walau banyak kekhilafan. Kadang, perjalanan hidup akan banyak mengajarkan tentang sebuah cinta dan perjuangan menggapai cinta.

Dia tidak sempurna karena ia sesungguhnya sempurna diantara penyeimbang baik dan buruknya. Dia hanya lah seorang hamba yang mencari cinta dan ridho Tuhannya. Sembari berharap, ada teman yang menantinya diujung pencariannya sebagai seorang panglima.

Dia lah sang panglima jomblo mencari cinta dunia dan akhiratnya. Hai gadis di luar sana, bersedia kah menjadi makmumnya?

Ardani Wirasatya.

chap-preview
Pratinjau gratis
Dialah Panglima
Beberapa bulan lalu. Menyaksikan saudara kembarnya menikah adalah hal yang tak pernah ia bayangkan. Namun yang membuatnya lega justru adalah karena saudara kembarnya menikah dengan sahabatnya sendiri. Adit adalah lelaki yang sangat ia kenal. Dan bagi Ardan, itu adalah pilihan terbaik sekaligus jodoh terbaik yang diberikan Tuhan pada saudara kembarnya. Dan beberapa hari sebelumnya, terjadi obrolan aneh yang sangat serius antara ia dan Dina. Jujur saja, selama ini keduanya tak pernah berbicara serius ini. Mungkin karena sama-sama sableng dan hobi bercanda, jadinya kacau dunia persaudaraan ini dengan beragam tawa. Tapi beberapa hari lalu, sungguh berbeda. Ardan bukannya sedang kerasukan setan serius tapi mungkin karena keadaan itu lah yang membuatnya serius. "Lo bentar lagi bakalan nikah," begitu kalimat pembukaannya kala itu. Dina yang sedang duduk di pinggiran kolam renang hanya berdeham dengan anggukan seraya memainkan ponsel. Ia sedang me-rileks-kan kakinya ke dalam air yang ada di kolam renang lalu tiba-tiba Ardan datang dan duduk di sebelahnya. Terasa ganjil memang. Karena kalau sedang waras, Ardan pasti sudah mendorong-dorong tubuhnya agar masuk ke dalam kolam. Tapi ini? "Jadi, serius lah sedikit," lanjutnya yang membuat Dina menoleh. Memangnya Dina sedang bercanda? Tidak kan? Dia hanya memainkan ponselnya. Apa yang salah dengan itu? Apakah memainkan ponsel menjadi bagian dari lawakan? Tapi Dina tidak tertawa atau menyolot seperti biasanya. Ia sedang menenangkan diri karena memikirkan pernikahan yang akan datang. Itu jelas bukan persoalan mudah baginya. Melepas status dari jomblo menjadi menikah itu....berat. Apalagi untuk wanita lajang di kartu kependudukan selama 28 tahun. Akhirnya, Dina menaruh ponselnya di atas meja yang ada di sebelah kirinya. Ardan kan di sebelah kanannya. Ia berpikir, barangkali Ardan menegurnya karena tidak serius mendengar lawakannya eh pembicaraannya. "Lo mau ngomongin apa? Kalo nasehat pernikahan, gue udah dapet dari Oma, Opa, Om, Tante, Papa sama Mama. Lo mau ngasih wejangan juga? Kalo mau ngasih wejangan, ngomong setelah lo langkahi akad gue," tuturnya pelan. Tapi diam-diam ia menahan tawa. Ardan menarik nafas. Tak tergoda untuk melangsungkan keributan. Hahaha. "Kalo udah nikah, berarti lo udah jadi istri." "Siapa bilang gue jadi suami?" Dina menggerutu. Tapi lagi-lagi Ardan tidak tergoda untuk melanjutkan perdebatan soal itu. Baginya, ada hal penting lain yang patut mereka bicarakan saat ini. Apa? "Lo akan hidup dengan Adit." Kali ini Dina diam. Soalnya, ia sudah mengeluarkan dua macam celotehan tapi Ardan tak menanggapinya sama sekali. Cowok itu sangat serius dengan apa yang ingin ia bicarakan saat ini. "Apapun masalah lo dan Adit. Gue gak akan pernah ikut campur, kecuali satu hal." Terdengar helaan nafas yang berat. "Kalo lo udah gak sanggup memikul masalah itu dan mengizinkan siapapun untuk membantu lo." Aaaaah Dina jadi terharu. Diam-diam matanya berkaca-kaca. Obrolan ini aneh tapi nyata. Ardan yang bisa serius seperti ini semoga tidak sering-sering, pikirnya. Hahahaha. Sekali seumur hidup pun tak apa-apa. "Karena urusan rumah tangga itu bukan ranah gue. Gue mungkin bisa jagain lo dari hal apapun tapi gue gak bisa nyentuh lo jika urusannya itu. Dan persoalan orangtua kita....," pembicaraan ini jauh lebih berat dari yang ia pikirkan saat akan membicarakannya. Mereka hanya berdua saudara. Meski kedua orangtuanya masih mampu dan sehat tapi tidak menghilangkan kewajiban mereka sebagai anak. "Mungkin mereka akan kesepian kalau anak-anaknya sudah menikah." Ya, tentu saja. Dina juga memikirkan hal itu. Perputaran kehidupan yang suatu saat nanti akan Dina kecap juga. Saat ini, ia baru memasuki fase ketiga dalam hidup, yaitu memulai kehidupan baru dunia pernikahan. Fase pertama adalah kelahiran hingga ia remaja. Fase kedua adalah masa-masa menuju dewasa secara keseluruhan. Bukan hanya fisik tapi juga pikiran. Fase terakhir? Anak bertumbuh besar seperti apa yang terjadi padanya dan Ardan saat ini. "Sebisa mungkin dan sesering mungkin, datang lah ke rumah Mama. Karena meski mereka gak meminta, gue tahu bagaimana isi hati mereka." Air mata Dina sukses jatuh. Padahal kata-kata itu sederhana. Namun maknanya mendalam dan yang membuatnya semakin haru adalah kata-kata itu keluar dari mulut Ardan. Terima kasih ya Allah, doanya. @@@ Beberapa hari setelah Dina menikah dan rumah terasa sepi, ini sungguh aneh tapi nyata. Bayangkan saja, biasanya ia selalu ribut dengan gadis itu lalu kini kembarannya pergi dan memilih hidup dengan lelaki lain. Rumah tidak terasa asing tapi suasananya yang benar-benar tidak familiar. Apalagi saat pagi, Papa dan Mamanya bisa mengobrol dengan damai. Ini sungguh aneh. Sungguh! Dan ia tak pernah membayangkan kalau hari-hari seperti ini akan datang. Ia berangkat ke kantor seperti biasa. Mobil Dina dan Adit terparkir di garasi rumah. Keduanya masih bulan madu. Ia sudah menitip untuk membawa bule-bule dari sana, siapa tahu ada yang mau kepadanya kan lumayan. Hihihi. "Wedeeewh!" Seperti biasa, tukang hina pertama sudah menyapa. Ngapain pula sang player kali ini menghampiri kantor Papanya? Ia bahkan baru turun dari mobil saat Ferril mengedip-edipkan mata ke arah seorang perempuan yang melewati lobi. Ardan geleng-geleng kepala. Biasanya ia tertarik. Tapi ini kan kantor Papanya. Ia harus jaga wibawa dong! "Bang Jom! Gue mau nongkrong entar malem sama Rain. Mau ikutan kagak?" Ardan mengangguk-angguk. Biasanya juga nongkrong bertiga. Kadang Agha juga sering bergabung. Tapi kalau keseringan gabung dengan mereka kasihan Agha. Nanti kadar kesablengannya lebih berat dibandingkan warasnya. Kan bahaya! Agha sudah memiliki aura wibawa yang kental seperti itu tiba-tiba memiliki aura lawak seperti Ardan akan kasihan. Bisa jatuh wibawanya. Ferril terkekeh karena Ardan tak begitu antusias seperti biasanya. Ia sudah tahu. Merelakan saudara kembar menikah dengan sahabat sendiri yang masih jomblo itu memang berat. Ardan pasti kehilangan sahabat yang berstatus sama. Hahaha. Jadi ia berniat untuk berkumpul bersama. Judulnya untuk merayakan hati yang sepi. Hihihi. "Pak!" panggil seorang perempuan. Ardan baru saja mendorong pintu ruang kerjanya. Ia menaruh ponselnya lalu menoleh dengan gaya cool tapi entah kenapa membuat perempuan itu hampir menyemburkan tawa. Ardan berdeham. Apa ada yang tidak beres? Tanyanya dalam hati. Beberapa minggu lalu, ia pernah malu karena celananya robek di bagian garis tengah p****t. Bah! Kolornya yang berwarna pink menyala kala itu menjadi tontonan satu kantor dan Ardan masih belum bisa melupakan kejadian itu. Apalagi setelah itu, ia benar-benar pergi pagi dan pulang sangat malam untuk menghindar bertemu banyak orang. Trauma parah! "Ada apa?" tanyanya dengan wajah serius. Kalau berada di kantor, ia memang sok berwibawa seperti ini. Mau cocok atau tidak, ia tidak perduli. Ia hanya berusaha menjadi wibawa untuk menyelamatkan aura perusahaan Papanya agar tidak menjadi perusahaan hiburan. Kan bahaya! Apalagi kalau ia sampai membuka divisi stand up comedy! Bah! "Pak Uno sudah datang dan menunggu di ruang meeting di lantai bawah," tuturnya. Tadi salah satu staf menitipkan pesan itu padanya. Aaah. Ardan mengangguk-angguk. Ia mengambil dasinya lalu memakainya dengan cepat. Kemudian berlari terbirit-b***t menuju cermin di kamar mandi. Hanya cermin itu yang bisa melihat semua badannya dari kepala sampai kaki. Takutnya, pantatnya atau bagian lainnya sobek dengan luas sobekan yang tidak berakhlak. Mana saat itu, ia hanya mengenakan kemeja yang tentu saja dimasukkan dengan rapi ke dalam celana. Namun tidak dapat menutup bagian sobeknya. Lagi pula, kalau pun menutup, ia akan sama malunya. Setelah bercermin, ternyata tidak ada yang sobek saudara-saudara! Sehingga kolornya hari ini tidak akan terekspos paripurna. Hihihi! "Oi, Dan!" Ardan baru saja keluar dari lift dan salah satu anak pejabat tinggi menyapanya. Mereka bersalaman dan saling menepuk bahu lalu Ardan pamit untuk pergi ke ruang meeting. Sepertinya lelaki itu akan menemui Papanya. Mungkin ada urusan, pikirnya. "Pagi, Pak!" sapanya ketika membuka pintu. Lelaki yang menjabat sebagai komisaris perusahaan Papanya itu mengangguk dengan senyuman. Mereka akan membahas terkait operasional perusahaan sebelum audit keuangan beberapa bulan lagi. Setelah pembicaraan yang sangat serius dan berlangsung selama dua jam itu, Ardan mengantar lelaki itu hingga masuk ke mobilnya tepat di depan lobi. Ia menganggukkan kepala dengan senyuman tipis lalu membiarkan mobil itu pergi meninggalkan gedung perusahaan ini. Begitu membalik badan, ia menarik nafas panjang. Terkadang ketika ia bertemu dengan para konglomerat atau pejabat-pejabat, mereka kerap menanyakan statusnya. Ardan tak bisa membohongi kalau ia memang jomblo. Tapi ia tak berniat dengan niatan yang datang dari pembicaraan semacam itu. Meski butuh pasangan tapi tidak harus dengan menggunakan jalur itu kan? Apalagi tidak semuanya tulus. Karena bagaimana pun, posisi Ardan yang suatu hari akan menggantikan Papanya di kantor adalah hal yang sangat diinginkan siapapun. Ia bagai pangeran yang diperebutkan karena tahta dan harta. Namun justru itu yang membuat Ardan enggan menyambut berbagai tawaran yang kerap datang padahal mereka hanya pertama kali bertemu. Karena apa? Ya jelas tadi jawabannya. "Tadi Pak Uno nawarin anaknya." Wira sebetulnya juga sudah merasa basi dengan berbagai perbincangan ini. Tapi menurutnya, apapun akhirnya, ia tetap harus memberitahu apa yang orang pesankan padanya. "Lain kali aja, Pa." Dan ketika jawaban itu keluar dari mulut Ardan, Wira sudah tahu. Itu jelas sebuah penolakan. Ia dan Aisha memang tak pernah memaksa. Karena apa? Jodoh kan urusan perasaan anaknya. Mereka tak mau mengorbankan hal itu. @@@ "Bonceeeng tigaaaaa!" seru Ferril. Ardan sudah duduk di depan. Ferril sudah menggeser posisinya. Sengaja disisakan untuk Rain yang hanya bisa menghela nafas. Para sepupu terkampret yang pernah ada memang hanya mereka. Padahal masing-masing punya mobil loh. Tapi masih aja bawa motor. Udah usia segini lagi ya, Rain malu lah! Tapi malunya selalu hilang kalau bersama duo sableng ini. Kalau menolak nanti ia di-bully dan dilempar untuk ikut geng Farrel dan yang lain. Yang ada, ia akan diceramahi Farrel, Izzan dan cowok-cowok alim lainnya. Kan ogah kalau begitu ceritanya! Akhirnya ia hanya bisa bergabung pada grup k*****t ini. Sialnya, karena kakak sepupunya, Dina, sudah menikah, ia tidak punya lagi tim sableng perempuan. Hanya tersisa satu orang perempuan sableng jomblo di antara yang lain. Namanya tak perlu disebut karena sudah jelas pasti hanya dia. Caca terkekeh pelan melihat Rain naik ke atas motor itu sambil mengomeli Ferril dan Ardan. Sebenarnya percuma juga diomeli. Tuh telinga-telinganya juga pada bebal. Sama seperti yang mengomel. Intinya ini seperti mengomeli batu istilahnya dan mantul pula ke mana-mana. Memang gak ada obatnya ini sepupu! Kagak tobat-tobat! Kepala gengnya juga nih! Seharusnya sebagai cucu laki-laki tertua Opa Adhi, Ardan kan memberikan contoh yang baik. Lah ini? Dia memang panglima sih. Selain panglima karena status jomblo yang belum pernah pecah telor, dia juga panglima geng rusuh bin sableng di keluarga ini. Tak ada yang bisa menggantikan. Hihihi. "Dalam dunia kehidupan, ada yang cepat, ada yang lambat!" Ferril mulai mengoceh saat motor yang dikendarai Ardan berbelok menuju warung mie ayam yang ada di pintu samping komplek perumahan mereka. Nama warungnya mie ayam gesrek. Yang boleh makan hanya orang-orang gesrek seperti mereka bertiga. Makanya tak pernah waras. Iya kan? Dan bertambah gesrek pula karena terpapar kegesrekan dari makanan selain dari gen dan bakat alami untuk menjadi gesrek. "Dunia mana yang lo maksud?" dumel Rain. Ia memegang bahu Ferril sambil melihat ke arah kanan. "Dunia kehidupaaaaan! Kan gue udah bilaaang! Beli IQ makanyaaa!" Rain langsung menoyor kepalanya. Sembarangan kalo ngomong! Biar IQ pas-pasan tapi kan masih batas normal. Kalau IQ-nya jongkok alias gak nyampe baru deeh beli. Hahaha. Memangnya ada yang jual? Bah! Kesablengan Ferril jangan sampai menular. Oke, waras please waras, keluhnya. Tapi percuma juga. Wong duduknya aja di motor yang punyanya juga kagak waras! "Kita mau ngapain sih? Makan doang?" tanya Rain. Perjalanan motor masih di jalan perkomplekan. Dan omong-omong sudah lama motor ini jalannya tidak meleng kiri dan kanan. Alasannya karena motor yang digunakan bukan motor cungkring melainkan motor gede. Jadi beda cara bawanya. Cara bawanya gimana? Lihat saja posisi duduk Ardan yang agak membungkuk dan memasang wajah sok serius biar dikira cowok cakep! "Menghibur lah! Masa lo gak paham?" omel Ferril. "LO CUMA BILANG NGAJAK MAKAN BEGOOOO! KAGAK BILANG YANG LAIN!" Emosi Rain langsung naik ke atas. Bahkan kepalanya sudah berasap. Ferril terbahak. Ardan masih geleng-geleng kepala dengan sok cool biar dikira ganteng! "Ya udah, kita emang mau makan. Tapi sambil menghibur nih. Kan kasihan abis ditinggal nikah!" tutur Ferril dengan nada meledek. Kening Rain malah mengerut. Tak paham. "Bang Ardan abis ditinggal nikah siapa lagi?" Setahunya abang sepupunya ini tidak pernah dekat dengan cewek manapun lagi. Belakangan ini memang Ardan tidak mendekati siapapun ah lebih tepatnya gak ada cewek yang mau sih. Itu alasan telak yang ada di kepala Rain. Dan terakhir yang menikah itu kan Talitha. Satu-satunya cewek yang pernah ditaksir Ardan dan mungkin masih sulit dilupakan. Tragedi salah jodoh. Eh tidak masuk salah jodoh juga. "Helah! Masa kagak paham? Yang beberapa hari lalu nikah siapa?" Rain berpikir keras. Tak menemukan jawabannya. Kesal. Ia toyor saja Rain hingga cewek itu hampir terjungkal. Untungnya jemari Rain kuat memegang bahu Ferrik hingga membuat cowok itu berteriak kencang. Sakit karena ditusuk-tusuk kuku-kuku panjang milik Rain. Dan kedua orang itu ribut di atas motor. Ardan hanya menghela nafas. Ia memang salah karena membonceng keduanya di belakang. Aturan tadi, ia membonceng satu di depan dan satu di belakang biar tak bertengkar seperti ini. @@@ "Bodol sih ah!" omel Rain. Ia sudah turun dari motor tapi masih mengomel. Kesal sama Ferril. Ya kalau akur namanya memang bukan Rain dan Ferril. Tapi Fasha dan Farrel atau Rain dan Farrel, dan sebagainya. Sementara Ferril memperbaiki rambutnya yang dijambak Rain dari belakang di atas motor tadi. Cewek itu memang ganas. Tapi Ferril juga tak berakhlak. Hahaha. Cowok yang satu itu memang tidak pernah menganggap Rain sebagai perempuan. Padahal kalau keduanya bertengkar itu ala perempuan loh. Main jambak-jambakkan dan gak peduli di mana pun posisinya. Untung saja yang menghadapi itu Ardan dan bukan Tiara. Kalau sama Tiara, kakak sepupu tertua mereka, pasti sudah tewas dua bocah sableng ini. Karena Tiara akan menjewernya tanpa ampun dan satu-satunya orang yang agak ditakuti sama anak-anak sableng seperti dua orang ini. Cuma Tiara yang bisa mengendalikan orang-orang yang kadar kewarasannya kurang seperti mereka. Rain memperbaiki rambutnya. Ia memang masih suka pakai-lepas hijab. Terus masalah? Itu urusannya lah. Urusannya sama Tuhan. Ia sebodo amat dengan apa yang menjadi perkataan orang. "Kalo sampe rambut gue botak....." "Halah. Rambut banyak begitu gak bakal abis dalam sekali jambak!" ledek Ferril. Rain hendak menarik rambutnya lagi tapi Ferril sudah berjalan lebih dulu menuju warung mie ayam. Motor Ardan diparkir di seberang warung. Posisi warung agak tinggi. Mereka menaiki tangga di dekat trotoar. Begitu masuk ke dalam, lumayan ramai. Setiap mereka datang ke sini, tak ada yang tahu kalau ketiganya anak konglomerat. "Biasa, Bang!" tutur Ferril. Si Abang mengacungkan jempol. Sudah hapal muka-muka gesrek yang menjadi langganannya hingga pesanan makanannya. "Emangnya lu sedih, Bang? Karena Kak Dina nikah?" tanyanya dengan wajah polos pada Ardan. Rain duduk di depan Ardan sementara Ferril duduk di samping Ardan. Ia tak mau rambutnya ditarik Rain lagi. Rain menatap dagunya sembari menatap Ardan. "Helah. Biar kata senang pasti ada sedihnya. Tapi bukan karena Kak Dinanya. Karena Bang Adit ye gak, Bang?" Si Ferril sok tahu dan kepalanya hampir ditoyor Rain tapi cowok itu berhasil menghindar dengan tawa puas. Rain mendengus. Kesal karena Ferril berhasil menghindari senjatanya. Ardan malah menghela nafas. Ini orang gak berbicara apapun dari tadi. "Baaang!" "Kagak," sahutnya pelan dan itu membuat Rain memercayai perkataan Ferril. "Yaaah. Kan masih ada kita-kita yang jomblo, Bang. Farrel, Ferril, gue, Agha, Kak Asha. Belum pada nikah-nikah, kok. Kan nungguin elu!" hiburnya yang membuat Ferril terbahak. "Kalo gue nih, Bang. Bukannya mau durhaka tapi yang namanya jodoh itu kagak ada yang tahu!" tutur Ferril dengan sembrono. Rain memelototinya. Kan namanya juga menghibur! Nih bocah percaya amat kata-katanya! Hahaha! Ia juga tak mau menunggu Ardan menikah lebih dulu. Nanti keburu ubanan gimana? Hahaha! Tapi Ardan juga tak percaya sih. Dua orang ini gak ada yang bisa dipercaya. Bahkan ia terkadang juga kurang percaya pada diri sendiri. Karena apa? Efek keseringan ditolak cewek. Sepertinya ia harus melakukan ritual tolak bala dan buang s**l biar ada cewek yang nemplok. Gak usah banyak deh, minimal satuuu aja! Udah cukup! Hahaha! Dan entah persaudaraan macam apa ini namanya. Hahaha! @@@

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Tentang Cinta Kita

read
202.3K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
19.1K
bc

My Secret Little Wife

read
115.4K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
218.9K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
4.7K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
16.5K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook