Jadi, Ela hanya mimpi? Apa yang Ela alami sedari tadi, hanya mimpi?
Ela menelan ludahnya kasar, wajahnya terlihat pucat, dan berkeringat, dan untuk meyakinkan dirinya kalau apa yang ia alami sedari tadi hanya mimpi, dengan cepat dan penuh energik, Ela bangun dari dudukannya di atas rumput hijau yang agak basah karena embun pagi.
Dan Ela dengan pelan, meloncat, tidak ada rasa sakit dan perih yang Ela rasakan di kedua pahanya, dan Ela masih belum percaya. Maka, sekali, dua kali dan tiga kali Ela meloncat dengan kasar dan kuat, dan Ela tidak merasakan rasa sakit dan perih di kedua pahanya.
Huftttt
Ela menghembuskan nafasnya lega, dan mengusap wajahnya yang keringatan dengan kedua tapak tangannya yang kotor.
"Kamu kenapa, Ela? Jangan buat Mbak cemas? Kamu mimpi buruk?" Pertanyaan dengan nada panik Mbak Afni, membuat Ela terlonjak kaget, dan Ela menatap malu dan takut-takut pada Mbak Afni yang sudah Ela anggap bagai kakak kandungnya sendiri.
"Ela nggak apa-apa, Mbak. Anuuu, tadi Ela mimpi, Ela sudah meninggal, dan ibu sangat hancur melihat Ela yang sudah tidak bernyawa...."Ucap Ela dengan susah payah, dan jantung yang rasanya ingin meledak di dalam sana, ini kali pertama Ela bohong sama Mbak Afni.
Mbak Afni yang terlihat menghembuskan nafasnya lega saat ini di depan Ela.
"Syukurlah, Mbak sangat takut tadi, dan jangan takut. Semua hanya bunga tidur, dan kata almarhum kedua orang tua, Mbak. Kalau kita mimpi diri kita meninggal, kita akan panjang umur... jadi, Ela jangan takut ya?"Ucap Mbak Afni dengan nada lembutnya yang di angguki dengan lemas oleh Ela.
Ela yang masih merasa bersalah karena sudah berbohong, padahal bukan itu isi mimpi buruknya tadi. Padahal Ela bermimpi di perkos* Tuan Malik, dan Ela tidak mungkin mengatakannya pada Mbak Afni bahkan pada ibunya juga. Ela malu. Dan Ela juga takut. Jelas, takut sama ibunya.
"Ela... Mbak bisa minta tolong sama kamu?"Ucap Mbak Afni dengan nada tak enaknya, membuat lamunan singkat Ela buyar.
"Ibumu dan teman-teman yang lain masih belum pulang dari pasar. Stok makanan yang di beli sangat banyak bulan ini. Kata Nyonya besar, akan ada acara gitu nanti. "
"Anak Mbak sakit di kampung, pulsa mbak sudah habis, mau nelpon anak Mbak. Ina belum pulang, bisa aja mbak suruh dia, tapi pasti lama, dia lagi sibuk sama ibu kamu dan yang lainnya. Bisa ya, kamu pergi ke ind*maret di depan? Mbak bisa aja pergi sendiri, tapi Tuan Malik akan pulang sebentar lagi, Mbak barusan dapat telpon dari Nyonya besar, Tuan Malik belum sarapan, dan akan sarapan di rumah, 5 menit lagi Mbak mau masak. Biar masakan yang Mbak masak tetap hangat sampai Tuan Malik sampai rumah. Mau minta tolong Shasa, nanti nggak ada yang bantu, Mbak. Kamu... Kamu bisa aja bantu Mbak masak, tapi ibu kamu sudah pesan, jangan libatkan kamu dengan..."
"Libatkan Ela? Libatkan apa Mbak?"Ucap Ela cepat dan agak keras, memotong telak ucapan Afni yang terlihat terlonjak kaget di tempatnya saat ini, bahkan Afni terlihat menutup mulutnya kuat saat ini dengan kedua tangannya. Wajahnya pucat pasih, dan kepalanya terlihat menggeleng kuat.
Membuat Ela semakin penasaran, dan jantung Ela rasanya ingin meledak di dalam sana.
"Takutnya kamu ceroboh, Tuan Malik tempramen, kamu masih kecil, jangan melibatkan kamu untuk hal yang sangat besar seperti menyiapkan makanan untuk Tuan Malik yang pemarah..."Ucap Afni cepat, dan Afni menghembuskan nafasnya lega, mendapat anggukan paham dari Ela yang wajahnya terlihat takut-takut saat ini, artinya Ela percaya akan ucapan bohongnya.
Padahal bukan itu alasannya... dan Afni merutuk mulut laknatnya yang hampir keceplosan pada Ela barusan.
***
Wajar Ela merasa senang, bahagia apapun sebutannya itu. Ela baru umur 20 tahun 3 bulan yang lalu. Sehingga uang 150 ribu yang Mbak Afni berikan, 105 ribu untuk isi pulsa, sisa 45 ribu untuk Ela. Sudah Ela tolak, tapi Mbak Afni kekeuh tetap memberikan Ela kembaliannya, dan menyuruh Ela belanja apapun yang Ela mau dengan uang 45 ribu itu.
Mbak Afni ikhlas memberikannya, membuat Ela yang masih kekanakan, masih polos, belum tersentuh hal dewasa, tidak pernah berbaur dengan anak sebayanya, dan hanya seorang tamatan SD sangat senang bukan main.
Dan Mbak Afni juga mengatakan, setelah isi pulsa, kalau Ela belum mau pulang, dan ingin singgah di taman yang ada di komplek rumah ini, bisa.
Toh, pekerjaan Ela sebagai tukang kebun di rumah ini dengan dua temannya yang lain yang sudah pulang , mereka hanya akan datang di saat kerja, dan setelah selesai kerja akan pulang, sedangkan Ela dan ibunya, Afni dengan 7 pembantu yang lainnya akan tinggal di rumah ini. Dan pekerjaan Ela sudah selesai pukul 9 pagi tepat tadi, dan saat ini sudah pukul 10 lewat 15 menit.
Dan yap, Ela di rumah ini sejak Ela umur 15 tahun, Ela menjadi tukang kebun. Dan ternyata, ia yang di titah nyonya besar untuk membersihkan barang mewahnya, intinya semua hal suram dan buruk yang Ela lihat tadi, ternyata hanya mimpi buruk Ela.
Dan Ela berharap, Ela... tidak akan mengalami hal menyeramkan dan pahit itu.
Dan Ela detik ini, terlihat menggelengkan kepalanya kuat.
"Tidak. Jangan ingat hal seram tadi lagi..."Bisik Ela pelan, Ela juga terlihat menggigit bibir bawahnya kuat, Ela juga bahkan sudah menghentikan langkahnya yang hampir berjalan melewati pintu super besar dan mewah yang terbuka lebar di depannya, tapi langkah Ela terhenti di saat Ela mendengar ada suara sepatu, ah bukan suara sepatu, itu... suara sandal yang sangat tinggi, sekali lagi, Ela yang hanya tamatan SD hanya bisa baca, dan menghitung, tidak tahu apa nama sandal yang membuat perempuan tinggi.
Kepala Ela yang menuduk, bisa melihat ada sepasang kaki putih bersih mulus, panjang dan dengan jari-jari di kutek warna merah sedang melangkah mendekati Ela. Dan ada juga sepasang kaki panjang yang di bungkus sepatu kulit warna hitam mengkilat yang ada di samping perempuan berkaki mulus itu, dan takut orang yang masih jarak sekitar 2 meter darinya adalah Tuan besar dan istrinya, dan Ela menghalangi jalan, Ela dengan cepat mengangkat kepalanya, dan tubuh Ela menegang kaku, melihat siapa orang yang ada di depannya kali ini dengan jarak yang sudah semakin dekat, hanya jarak satu meter saja dari Ela, Ela yang reflek minggir ke samping, tidak menghalangi langkah perempuan yang sangat cantik, dan langkah... langkah Tuan Malik yang baru pertama kali Ela lihat wajahnya setelah 6 tahun tidak bertemu, Tuan Malik tinggal di Luar Negeri, dan sudah 2 minggu yang lalu, Tuan Malik kembali, ini untuk pertama kalinya Ela melihat bahkan berada dalam jarak yang sangat dekat dengan Tuan Malik selama Tuan Malik kembali dari luar negeri.
Tuan Malik yang apabila berpapasan dengannya, atau bertemu dengannya secara tidak sengaja, Ibunya berpesan agar Ela cepat menyingkir.
Tapi, Ela merasa sangat tidak sopan apabila ia menyingkir dan berlari begitu saja meninggalkan majikannya. Majikannya dengan perempuan yang ada dalam mimpi Ela. Perempuan yang Tuan Malik bawa, dan perempuan yang Tuan Malik suruh mandi, lalu Tuan Malik juga ikut masuk ke dalam kamar mandi.
Tubuh Ela gemetar hebat, dan Ela merasa takut secara tiba-tiba. Tapi, sebagai bentuk kesopanan walau di hantam rasa takut yang sangat besar.
Ela....
"Selamat siang, Tuan. Selamat siang, Nyonya..."Sapa Ela terbata, sambil melempar senyum terbaiknya pada sang majikan, Tuan Malik yang ada tepat di depannya, yang tubuhnya sejajar dengan tubuhnya.
Tapi, sakit, perih, dan bagai terbakar hati Ela, di saat orang yang Ela sapa... terlebih Tuan Malik tidak membalas sapaannya. Bahkan Tuan Malik sedikitpun tidak menoleh kearahnya.
Bahkan saking sakit dan sesaknya hati Ela, tubuh mungil Ela dengan tangan yang menekan dadanya kuat saat ini, limbung dengan lemas kebelakang.
"Ada apa denganku? Kenapa...
Kenapa... hatiku terasa sangat sakit dan sesak, Tuhan? Kenapa?"
*****
Ela menatap takut-takut pada kumpulan hidangan enak dan mewah yang ada di depannya saat ini.
Hidangan yang akan menjadi sarapan pagi sekaligus makan siang Tuan Malik.
"Bantu Kakak bawa dengan hati-hati ya, sarapan Tuan Malik?"Ucapan dengan nada lembut barusan, membuat lamunan singkat Ela, dan tatapan Ela pada kumpulan makanan enak yang ada di atas meja, buyar dan teralihkan.
Dan Ela juga, memberi anggukan ragu bahkan sangat ragu pada Kak Shasa. Salah satu pembantu juga yang bekerja di rumah ini.
Dan Ela terlihat menghembuskan nafasnya panjang. Ela sedikit menyesal tidak singgah dulu di taman, tapi akan sangat jahat Ela apabila ia tidak mengiyakan permintaan tolong remeh Mbak Afni. Mbak Afni yang tiba-tiba mules dan minta tolong dengan terpaksa pada Ela agar membantu Shasa membawakan sarapan Tuan Malik di atas kamarnya. Tuan Malik yang tumben-tumbenan ingin sarapan dan makan di dalam kamarnya.
"Astaga, ayo Ela. Ini mbak dapat chat dari Tuan Malik, kalau beliau sudah mau makan saat ini,"Ucap suara itu panik yang tidak lain dan bukan adalah Kak Shasa yang umurnya lebih tua 7 tahun dari Ela, membuat Ela juga ikut panik, tapi rasa takut yang lebih mendominasi Ela saat ini.
Ela akan nakal, walau itu bukan kemauan Ela, tapi Ela hanya membantu Mbak Afni. Ela nakal, karena Ela bahkan mendatangi kamar Tuan Malik. Yang entah kenapa, sangat ibunya larang keras untuk berada dalam jarak dekat, dan segera kabur dan sembunyi apabila mereka berpapasan.
Dan Ela sepertinya sudah tahu dan paham, apa alasan ibu melarangnya dekat dengan Tuan Malik.
Tuan Malik adalah orang yang sangat pemarah, mungkin orang yang sangat jahat juga seperti yang Ela lihat ada dalam mimpinya 2 jam yang lalu.
***
Ela terakhir kali, naik ke lantai 2 rumah ini yaitu 7 tahun yang lalu, dan sumpah... saat ini Ela di belakang Kak Shasa melangkah dengan takut-takut menaiki undakan demi undakan tangga untuk menuju kamar Tuan Malik. Kamar Tuan Malik yang ada di lantai dua , dan lantai dua menjadi wilayah pribadi milik Tuan Malik seluruhnya, rumah ini totalnya 4 lantai, lantai 3 adalah kamar ibu dan bapaknya Tuan Malik, dan lantai 4 Ela tidak tahu, ruangan apa di gedung tertinggi rumah ini. Yang Ela sangat tahu, rasanya Ela ingin balik badan dan kembali ke kamarnya, menunggu ibunya pulang dari pasar. Ela sangat takut saat ini.
"Dingin sekali di sini ya, La. Kakak jadi menggigil kecil,"Bisikan pelan Shasa membuat tatapan Ela yang fokus ke depan, menatap kearah Shasa yang sudah melangkah sejajar dengannya ternyata.
Dan Ela memberikan anggukan mengiyakan. Ela ingat ucapan ibunya, apabila sedang membawa makanan siapapun, jangan banyak bicara, nanti ludah kita keciprat ke dalam makanan.
"Kamu dulu yang masuk, Ela..."
"Saya nggak berani, Kak..."Ucap Ela cepat, terpaksa memotong ucapan Kak Shasa yang raut wajahnya seperti Ela. Terlihat takut dan agak pucat saat ini.
Shasa yang bukan bagian tukang masak di rumah ini, dan tidak pernah melayani sarapan Tuan Malik. Tuan Malik dan kedua orang tuanya, karena yang memiliki tugas itu adalah Ibu Ela dan juga Mbak Afni. Yang masakannnya enak dan cocok dengan lidah keluarga di rumah ini.
"Ayo, Kak. Takutnya kita lama, Tuan Malik nanti marah..."Desak Ela takut-takut agar Kak shasa segera mengetuk pintu besar yang ada di depan mereka.
Dan di saat Kak Shasa sudah mengetuk pintu, dan di ketukan ke 3, pintu besar warna putih yang ada di depan mereka langsung terbuka dengan sendiri, membuat jantung Ela rasanya ingin meledak, semakin ingin meledak di saat mau tidak mau, Ela melangkah mengikuti Kak Shasa dari belakang.
Dan Ela yang merutuki dirinya, kenapa ia dengan lancang langsung melihat kearah pemilik kamar ini, yaitu Tuan Malik yang sedang duduk di pinggiran ranjang menghadap pintu, dan di atas pangkuannya dengan penampilan yang acak-acakan ada wanita cantik itu, wanita cantik itu yang saat ini terlihat sedang dan sudah turun dari pangkuan Tuan Malik, dan sedang melangkah menuju kamar mandi.
"Letakan hati-hati Ela nampannya..."Bisikan pelan Shasa. Lagi-lagi membuat tatapan dan lamunan Ela tentang Tuan Malik dan perempuan cantik itu buyar, dan dengan kedua tangan yang gemetar hebat, Ela meletakan nampan besar yang ia pegang sedari tadi.
Dan baik tubuh Ela maupun tubuh Shasa, sama-sama menegang kaku di saat ...
"Kamu, yang pakai baju pink, buatkan dua gelas teh panas untukku, dan untuk Nyonyamu..."Ucap suara itu dengan nada sedangnya, langsung mendapat anggukan cepat dan kaku dari Shasa yang memakai baju pink.
Ela? Perempuan muda itu raut wajahnya bagai orang sakit, karena pucat dan pias.
"Kamu yang pakai baju cokelat, bawakan jus yang ada di atas meja padaku,"
Mendengar ucapan di atas, tubuh Ela semakin menegang kaku, wajahnya semakin pucat, dan Ela bagai orang bisu saat ini, karena tidak mengiyakan ucapan Tuan Malik.
"Ela... cepat iya..."
"Kamu segera buatkan dua gelas teh panas untukku..."Ucap Tuan Malik kali ini dengan geraman tertahan.
Membuat Ela sudah tersadar dari lamunannya, dan Ela juga dengan cepat, mengambil satu jus jeruk yang ada dalam nampan yang ia bawakan tadi.
Dan Ela saat ini, sudah berdiri tepat di depan Tuan Malik. Tuan Malik yang sedang menatap tajam wajahnya saat ini.
"Aku... jangan berdiri di depanku, segera letakan jus itu di atas nakas..."Ucap Tuan Malik dengan nada rendahnya, membuat Ela dengan gemetar, segera melakukan apa yang Tuan Malik titah. Dan saking takutnya Ela, setelah meletakkan jus itu, Ela segera ingin beranjak pergi, tapi...
Tiba-tiba ada tangan kekar dan besar yang sudah menahan pergelangan tangan rapuh Ela.
Dan Ela sudah tau siapa pelakunya, membuat Ela dengan takut-takut membalikkan badanya, tapi petaka, di saat Ela membalikkan badanya, Ela tersentak kaget, Ela menahan nafasnya kuat dan wajah Ela merah padam, karena... karena sumpah, kedua bibir Ela, sedikit lagi, hampir menempel dengan kedua bibir Tuan Malik yang saat ini menunduk di depan Ela. Yang saat ini, menatap Ela dengan tatapan yang super-super tajam dan dalam.
"Tetap lah disini, aku tidak suka, makanan yang akan aku makan, tidak ada yang menjaganya selagi aku sedang mandi..."
"Maaf, Tuan. Tolong, lepaskan tangan anak saya. Anak saya Ela sedang Ibu Tuan tunggu di bawah sana. Biar saya yang menjaga makanan, Tuan..."Ucap suara itu dengan nada sedangnya, memotong telak ucapan Malik, yang dalam seperkian detik sudah melepaskan kasar pergelangan tangan Ela, dan juga sudah pergi tanpa kata, meninggalkan Ela dan juga ibunya yang sedang saling bertatap-tapan menuju kamar mandi.
"Ela..."Panggil suara itu dengan nada suara yang sangat gemetar, jelas itu adalah suara milik ibu Ela.
"Maafkan, Ela, Ibu. Ela...”
Plak
Satu tamparan yang sangat kuat melayang di pipi kanan Ela bahkan membuat Ela jatuh tersungkur di atas lantai.
"Ibu sangat marah dan kecewa sama kamu, Ela!"Ucap Ibu Ela dengan geraman tertahannya.
Ela?
"Kenapa...."
"Segera keluar dari kamar ini, atau kamu akan mendapat tamparan lagi dari ibu!"Ucap Ibu Ela tegas, yang langsung mendapat anggukan patuh dari Ela yang sudah lari terbirit-b***t meninnggalkan kamar ini.
Sedang ibu Ela? Saat ini terlihat menyusut air mata menyesalnya di sudut kanan dan kiri matanya. Ibu Ela menyesal karena sudah menampar Ela. Tapi, Ibu Ela akan lebih menyesal apabila ia tidak memukul Ela agar Ela takut, dan patuh. Ibu Ela juga akan sangat menyesal, kalau ia terlambat sedikit saja pulang tadi, pasti Tuan Malik.....
Tidak! Tidak! Ibu nggak sudi, Ela. Ibu nggak sudi kamu di jadikan sebagai pengganti sama Tuan b*****t itu! Ibu nggak akan sudi dan rela... ibu nggak sudi dan rela, kamu adalah anak ibu satu-satunya... teriak batin ibu Ela keras di dalam sana.
tbc