kawin paksa
Malam yang melelahkan bagi Ara, guru cantik yang mengambil kuliah S2-nya di malam hari.
Tugasnya sebagai seorang guru honorer, yang bahkan gajinya tak cukup buat kehidupannya sehari-hari. Namun ia jalani dengan senang hati. Bagi Ara, mengajar dan mengenal tiap karakter anak adalah daya tarik tersendiri.
Ia tak pernah memikirkan gaji, toh sebenarnya ia bukan orang biasa. Ia hanya sedang merantau, menjalani kehidupannya sebagai orang biasa setelah ia berhasil mengugat cerai suaminya yang selalu toxic padanya.
Sudah setahun ia menjanda, ia tidak memiliki anak, sebenarnya ia punya, namun harus meninggal di usia dua tahun sebab terkena demam berdarah.
Malam hari, setelah selesai mata kuliah di malam hari, ia pun menikmati secangkir cappucino di sebuah kafe dekat kampusnya. Sebelum ia kembali ke kos-annya.
Seperempat jam berlalu, Ara menyampirkan tas selempang nya di pundak, lalu menenteng dua buku tebal yang merupakan buku mata kuliah malam ini. Ia meraih ponsel-nya yang berada di atas meja kafe tersebut, lalu ia segera keluar dari kafe setelah membaayar bill-nya.
Sepeda motor matic yang terparkir cantik di halaman parkir depan kafe, sudah sejak maghrib tadi terparkir.
Ara memang lebih suka memarkirkan sepeda motornya di depan kafe, sebab jarak gedung kampusnya juga tak terlalu jauh.
Ia memasukkan dua buku tebal ke dalam bagasi sepeda motornya, lalu ia juga memakai helm. lalu memasukkan kunci motor dan memutarnya.
Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, jalan yang ia lewati cuma memakan waktu lima belas menit saja di tempuh dengan sepeda motor. Itu juga termasuk jalan yang cukup ramai.
Akan tetapi entah kenapa malam ini jalan yang biasanya masih ramai nampak sepi. Namun Kiara juga tak merasa curiga. Ia tetap melajukan sepeda motornya.
Tak jauh darinya mengendarai sepeda, tiba-tiba sepeda motornya oleng, saat ada benturan yang cukup keras yang menghantam belakang sepeda motornya.
Motor Ara oleng, dan jatuh beserta pengendaranya, Ara buru-buru bangun, setelah berhasil menarik kakinya yang sempat tertindih badan motornya.
Ia meluruskan kakinya yang sedikit nyeri akibat tertindih tadi. Ia duduk di trotoar, pandangannya menyapu sekelilingnya, namun ia tak menemukan apa-apa, kecuali batu besar yang mungkin tadi membentur sepeda motornya, lalu ia menatap ke arah atas, dimana di sana ada jembatan layang. Mungkinkah batu besar itu jatuh dari atas sana?
Tak ingin terlalu lama berpikir, ia mengangkat sepeda motornya dan menstandarkannya. Ia meraih air mineral yang ada di dasboard. Meneguknya pelan, akhir-akhir ini memang jalan yang ia lalui kurang aman, ada yang sering melempar batu dari atas jembatan layang sana.
Setelah di rasa dirinya membaik, ia segera naik ke atas badan sepeda motornya, tak ingin berlama-lama duduk di pinggir jalan.
Namun apesnya, mesin sepeda motornya tak mau nyala, dengan terpaksa ia menuntunnya menuju bengkel yang tak jauh dari sana memang ada sebuah bengkel. Jam segini biasanya masih buka.
Sepuluh menit berlalu, ia pun sampai di bengkel. Ara menunggu motornya di perbaiki, ia pun duduk di kursi semen yang tak jauh dari taman.
Ia juga mendengar obrolan montir, jika tadi di jalan yang barusan dilalui sempat di blokir anak-anak muda yang terlibat tawuran, pantas saja jika jalan itu sepi.
"Hmm,, euugh, to... Long... " tak jauh dari Ara duduk, ia seperti mendengar suara orang minta tolong, Ara menoleh ke belakang yang di sana ada taman, tapi taman tersebut sepi. Mungkin ada keributan itu, makannya tak ada pengunjungnya.
"Astaga!!! " Pekik Ara, saat melihat pemuda yang kepalanya berdarah, ia yang tak tega pun menghampirinya. "hei kamu baik-baik saja?" tanya Ara, saat ia sudah dekat dengan cowok yang terluka tersebut,
"Menurutmu?" tanya lelaki itu, ketus. Matanya terpejam, seakan menahan perih, pakaian yang ia pakai pun nampak kotor dan juga sobek di mana-mana.
"Aku telpon ambulance aja ya, biar kamu dibawa ke rumah sakit," ucap Ara,
Pemuda itu pun membuka matanya, lalu menatap Ara dengan malas, "Aku nggak selemah itu, anjirrr!" umpatnya.
"Oh oke. Berarti kamu gak butuh bantuanku, bye! Aku banyak urusan aku pergi dulu," ucap Ara, ia langsung berdiri berniat untuk pergi meninggalkan pemuda yang kini sudah duduk di rerumputtan di taman tersebut,
"Eh, eh... Anjirr!! bantuin aku berdiri," pintanya dengan nada memerintah,
"Bangke! orang minta tolong kok ngeselin," umpatnya.
Pemuda yang terluka itu sebenarnya mendengar, akan tetapi ia pura-pura cuek. "Aku minta tolong, bawa aku ke rumahmu. anggaplah aku adikmu atau apalah, yang penting tolong sembunyiin aku," ucapnya, kini dengan nada yang lebih lembut.
"Idih, siapa lu, kenal aja kagak, minta di bawa ke rumah, situ waras?" sindirnya.
"Ah serah ah, yang jelas bawa aku pergi sekarang, obatin lukaku. Nanti aku kasih kamu hadiah apa yang kamu mau," ucap lelaki itu.
Ara tak langsung mengiyakan. Ia malas menatap pemuda yang buruk rupa sebab babak belur tersebut.
"Ayolaah, please... " ucap pemuda itu lagi, "aduh!" pekik pemuda itu, sambil memegangi kepalanya, Ara jadi nampak kasihan kepadanya.
Ara yang tak tega pun menuruti kemauan pemuda tersebut, "Eh tapi motor aku lagi diperbaiki," ucap Ara.
"Pakai motor aku," sahut pemuda itu cepat,
Lalu lelaki itu pun meminta Ara untuk memapahnya, Ara dengan terpaksa menurutinya.
Tak jauh dari mereka berdiri, nampak sepeda motor sport warna biru metalik terparkir di sana. Lelaki itu pun menyerahkan kunci motornya ke Ara.
Ara diam, menatap kunci motor tersebut, "Kakiku sakit, aku gak bisa ngendarai motor, jadi tolong, kamu yang bawa motorku," pintanya.
Ara memutar bola matanya jengah, ia pun kembali terpaksa menuruti apa kata lelaki tersebut.
Ara naik ke badan motor sport itu, meskipun badannya yang kecil, ia bisa mengendarai motor tersebut. Ia waktu SMA pernah mengalami masa-masa kenakalan remaja, suka balapan liar di jalan raya.
"Woy! jangan peluk gitu, njirr?" sentak Ara, saat dua tangan pemuda itu memeluk perut tipis Ara yang tertutup hoodie.
"Jatuh lah aku kalo tak pegangan," jawabnya. Tanpa melepas pelukannya dari perut Ara, "dah ah, ayo pulang, aku sudah pusing, perutku lapar, belum makan," keluhnya.
"Ish, apa peduliku?" kesa Ara.
Ara udah lelah, tak ingin lagi berdebat, ia pun segera memutar kunci motornya dan menyalakan mesinnya.
Beberapa menit berlalu, sepeda motor itu pun sudah berputar di atas jalanan hitam tersebut.
Tempat tinggal Ara tak jauh, ia berada di kosan yang ramah dengan penghuni kos yang juga baik, baik bagi yang baik, yang ngeselin juga ada. 'kan setiap orang memiliki sikap yang berbeda-beda.
***
Keduanya sudah sampai di kos, waktu yang menunjukkan sudah larut malam pun ia tak bisa meminta izin bawa tamu laki-laki. Ia tidak pernah menyangka, jika dirinya yang membawa laki-laki tersebut dapat membawa bencana.
Peraturan di kosnya tidak memperbolehkan membawa laki-laki menginap, namun Ara beralasan sebab kemanusiaan ia membawa pemuda yang sedang kena musibah untuk di obati di kosnya.
Lelaki itu minta izin untuk mandi, sebelum Ara mengobatinya.
Namun, setelah selesai mandi ternyata Ara sudah meringkuk di atas ranjang, mungkin karna terlalu lelah, Ara pun tertidur. Tanpa mandi terlebih dahulu.
Pemuda itu pun tersenyum, saat melihat Ara yang tidur, ia baru menyadari jika wanita yang menolongnya sangat cantik, bahkan cantiknya nampak alami. Tanpa polesan make up.
Leo, yah pemuda itu adalah Leo. Leonel Syaquille Hayashi, pemuda dua puluh tahun mahasiswa semester tiga, namun ia yang jarang masuk kuliah. Masuk hanya untuk absen saja, selebihnya ia ngluyur entah kemana.
***
Keesokan harinya.
Brak brak brak...!!!
Dari balik pintu, terdengar orang menggedor-gedor pintu dengan brutalnya. Ara pun terkejut dengan suara bising tersebut, belum sempat terkumpul kesadarannya, pintu sudah terbuka paksa.
"Apa yang sudah kalian lakukan semalam?" tanya seorang wanita, tak lain adalah pemilik kos.
Ara masih bingung, ia masih belum menyadari kesalahannya.
"Dasar pemuda zaman sekarang, belum ada ikatan sudah kumpul kebo," gerutu salah satu penghuni kos.
Mendengar umpatan tersebut, Ara baru menyadari ada lelaki yang masih lelap di kasurnya. Namun karena bising, Leo pun akhirnya terbangun.
"Hmm, ada apa sih, pagi-pagi udah berisik, anjirr!!" gumamnya dengan suara serak khas bangun tidur.
"Hey! kenapa kamu tidur di kasurku?" sentak Ara, ia baru menyadari ada lelaki di kamarnya.
"Ish pikun, kamu yang bawa aku ke sini semalam," jawabnya. Lalu ia duduk dan menatap beberapa orang yang berdiri di ambang pintu. "ngapain kalian di sini?" tanya Leo, dengan wajah juteknya,
"Udah pak, arak saja mereka keliling kampung, biar gak ada kejadian sama, habis itu mereka harus menikah," ujar salah satu orang yang berdiri.
"Apa kalian, oh berani melakukannya? gue bisa ya hancurin kampung ini, gue jadiin mall biar kalian jadi gelandangan jika berani melakukan itu sama gue," ancam Leo, tentu itu bukan ancaman belaka, ia bisa melakukan apa yang ia mau.
"Siapa kamu? berani mengancam?" tanya salah satu penghuni kos.
Leo tersenyum miring, lalu ia berkata. "Cari nama gue Leonel Syaquille Hayashi," jawab Leo, dengan menyombongkan diri.
Mendengar nama yang tak asing pun, semua melongo. Tidak menyangka bahwa laki-laki yang di bawa Ara adalah seorang tuan muda dari keluarga konglomerat keturunan Jepang. Perusahaan dan juga pemilik berbagai restauran Jepang yang tersebar di seluruh Indonesia, adalah milik keluarga Hayashi.
Bisik-bisik pun terjadi, hingga akhirnya semua sepakat mereka akan dinikahkan.
"Kalian harus menikah sekarang juga," ucap lelaki paruh baya, yang tak lain adalah ketua RT.
"Apa!!" keduanya sama-sama terkejut, dan saling pandang satu sama lain.