Versailles

1168 Kata
"Jadi, ini rencanamu? bukan hanya untuk Rey, tapi juga melibatkan aku?" Aku terhempas ke atas sofa, setelah Abi menggeretku dari eiffel tower ke apartemen ini. Kepalaku tertunduk. Menggigit bibir bawahku. Abi memijat keningnya, dan mondar-mandir di hadapanku. Aku menatapnya nanar. Lalu mencoba berdiri, dan menyentuh ujung kausnya. Tak berani menyentuh yang lain. "Aku hanya ingin kau dan anak-anak baik-baik saja." Cicit ku dalam ketakutan. "Dengan memberikan kami kepada orang lain?" matanya terperangah. "Sera bukan orang lain. Dia ibunya Rey. Dia wanita yang pernah kau cintai." "Tapi, sekarang aku hanya mencintaimu. Bagaimana bisa aku bersama dengan orang lain, An. Kau jangan gila." "Tapi-" "Jangan paksa aku untuk bersama dengan orang lain." Telunjuknya menghakimiku. Membuat aku membatu di tempat. Aku tahu, mungkin ini adalah gagasan terburuk dari yang paling buruk. Sorot matanya yang tajam seolah dengan mengkremasiku menjadi abu. Tapi inilah rencanaku. Membuat dia dan anak-anak berasa dalam kondisi yang aman. "Siapa yang akan mengurus anak-anak jika aku tidak ada? lalu siapa yang akan mendampingimu jika aku sudah tiada?" "Sebelum denganmu, aku sudah mengurus Rey sendiri. Dan jika aku harus mengurus Ruby, aku sama sekali tidak keberatan." Dia mengintimidasi dengan berdiri tegak di hadapanku. "Kalau pun kau tidak ada, semua bisa aku atasi sendiri." "Kau tidak mengerti, Bi." Suaraku pecah, dan terdengar frustrasi. Merengek di depan wajahnya. Di bawah tatapannya yang mengintimidasi. "Ya, aku memang tidak mengerti." Tandanya. "Aku tidak mengerti dengan ide gilamu." Suara baritonnya membahana di seluruh ruangan. Dia menjambak rambutnya. "Aku tidak ingin moment kita di sini menjadi hal sia-sia. Stop membahas hal konyol ini. Urungkan niatmu itu jauh lebih baik." Katanya sambil mengatur napasnya dan nada bicaranya agar terdengar normal. "Masuk ke kamar, dan tidurlah. Besok akan menjadi hari yang panjang untuk kita." Bisa kulihat wajahnya merah padam, sengaja mengarahkan pandangannya ke luar jendela menghindari kontak mata. Kemudian pergi dari hadapanku tanpa lagi melihatku. *** Aku terjaga nyaris sepanjang malam. Mataku tak bisa diajak kerjasama hanya untuk memejamkan mata sejenak saja. Ragaku sudah lelah, namun batin ini menolak untuk berdiam diri barang sebentar saja. Sehingga otakku yang berceceran entah di mana, terus memikirkan pertengkaran kami semalam. Seperti biasa, sarapan sudah ada di meja. Rey dan Ruby sudah aku mandikan, dan sekarang sedang sarapan bersama Abi di ruang tengah sambil menonton televisi acara berita lokal, yang mereka pun tidak paham apa yang sedang dibicarakan dua penyiar tersebut. Sambil tersenyum melihat Abi menyuapi Ruby, aku menuangkan s**u ke dalam gelas, kemudian meminumnya. Kepalaku agak sedikit pusing. Mungkin karena baru tidur pas subuh tadi. Dan bangun pukul 8 pagi. Abi langsung menyodorkanku roti gandum isi coklat almond ke hadapanku, begitu aku bergabung bersama mereka. Rey sudah menghabiskan dia roti sandwich pagi ini. "Terima kasih." Kataku, dan Abi tersenyum sebagai tanggapan. "Hari ini, kita jalan-jalan berempat." Ujar Abi. "Tanpa Sera." Lanjutnya. Aku menatapnya sambil menggigit roti gandum. "Kenapa?" tanyaku, sambil melirik padanya. "Tujuan kita ke sini untuk mendekatkan Rey dengan-" "Kita masih punya waktu lima hari lagi di sini." Aku mengangguk tak lagi mendebat. Aku yakin ini pasti karena pertengkaran kami semalam. "Kita mau ke mana?" *** Destinasi pertama kali adalah Istana Versailles. Kami memilih berangkat menggunakan kereta api atau RER, karena tentu saja ongkosnya lebih murah dibanding dengan menyewa mobil atau taksi. Sebagai pelancong seperti kami, Abi sudah mempersiapkan dan mempelajari mengenai Istana Versailles. Dia sepertinya niat banget untuk pergi liburan hanya berempat. Walau agak kesulitan bagi kami dalam menggunakan kereta api, dari mulai membeli tiket, memilih jalur dan jam operasional. Tapi aku lihat Abi begitu berusaha untuk itu. Saat kami ada di dalam kereta, Sera menelpon ku dan menanyakan keberadaan kami. Saat aku memberitahu ke mana tujuanku, dia akan menyusul setelah urusannya selesai. Kami sampai di Istana Versailles. Tempat wisata ini dulunya merupakan tempat tinggal kerajaan keluarga Perancis. Sebelumnya kami harus membeli tiket terlebih dahulu, untuk bisa masuk ke dalam Istana. Abi membeli tiket yang bisa masuk ke seluruh area. Walau memang harganya jauh lebih mahal, tapi sangat sebanding dengan apa yang akan kita nikmati nanti. Istana ini nampak seperti Istana sungguhan. Menurut artikel yang Abi baca, bagian dari Istana ini masih asli. Mulai dari Hall of Mirrors, area pribadi Raja dan Ratu, hingga ruangan dengan dekorasi mewah, Versailles sangat layak untuk dikunjungi. Abi menerangkan padaku persis seperti pemandu wisata. Kami berjalan menyusuri dalamnya Istana yang tampak indah. Berkali-kali mengambil gambar bersama. Dan tidak sedikit aku mengambil gambarku sendiri. "Kau perlu istirahat?" Tanyanya, saat aku sedang memeriksa hasil jepretannya dalam ponselku. Kami sudah berjalan-jalan lama sekali. Dan memang kami butuh untuk istirahat. Dan kami memutuskan untuk duduk di sebuah kursi cafe yang ada di area ini. Kebanyakan minuman di sini terbuat dari anggur, tapi kami tidak mengonsumsi itu. Dan agak sedikit kesulitan saat memilih minuman. Jadi, kami harus bertanya dahulu jenis minuman apa sebelum kami memesan kepada pelayan. Dan akhirnya, kami memesan minuman dan makanan yang layak untuk kami makan. "Sera akan menyusul kita." Abi mendongak, matanya menyipit karena sengatan sinar matahari. Wajar, karena ini masih musim panas. Tapi matahari Jakarta lebih jauh menyilaukan. Namun, Abi tidak menjawabku. Dia hanya menyesap minumannya. Aksi ngambeknya ternyata memang awet. "Setelah ini, kita bakal lanjut ke mana?" pertanyaan Abi memang benar-benar tidak nyambung sama sekali. "Menurutmu, tempat asik mana lagi yang bisa kita kunjungi?" "Apa Rey bisa melihat sebuah pertunjukan lagi?" tanya Rey yang sedang memakan dessertnya. "Oke, coba kita lihat." Abi mengeluarkan ponselnya, dan mencari-cari sesuatu di layarnya. Dua menit penuh Abi memerhatian ponselnya, dan setelah itu dia berkata. "Beruntung sekali, kita bisa lihat air mancur. Hari ini adalah musim panas, di mana hari ini adalah hari air mancur." "Ayah, apakah air mancur nya besar?" "Air mancur nya besar dan banyak. Ada 600 air mancur di sini, Rey." "Yeay! aku mau lihat!" Rey melompat di kursinya, dan Ruby tertawa melihat kelakuan kakaknya. Dan karena gemas, Rey memeluk Ruby yang duduk di stroller. *** Benar, air mancur di sini banyak sekali. Mungkin Abi benar ada sekitar 600 air mancur di sini, tapi aku tidak yakin. Tidak ada waktu untuk menghitungnya. lagipula tidak ada kerjaan juga. Rey melompat girang saat melihat air mancur di sekitar kami meluncur ke atas. "Air mancur ini tidak setiap hari dinyalakan. Tapi, setiap musim panas. Dan waktu-waktu tertentu, beruntung kita bisa melihatnya." Lagi-lagi Abi memberi informasi seperti pemandu wisata. "Kenapa tidak setiap hari?" "Bayar listrik mahal." "Hah?" Abi menatapku, dan sesaat kemudian hanya tawanya yang pecah membahana. Dan dari situ, aku tersadar kalau dia sedang menipuku. Aku ikut tertawa, lalu meninju pinggang pria itu, dan langsung dengan sigap menangkap tanganku, kemudian mengaitkan ya di lengan. Sementara Rey berlarian dari air mancur satu ke air mancur lain, dari kejauhan aku melihat Sera sedang berjalan ke arah kami. Dan yang menarik perhatianku adalah seorang pria yang ada di sampingnya. Sera menggamit lengan pria itu sambil berjalan beriringan. Dengan mendorong stroller yang diduduki Sienna. Aku mengerjap, dan tanpa sadar Sera dan pria itu sudah ada di dekat kami. Aku terus melihat tangan Sera yang melingkari lengan pria itu. Kemudian, menatap Sera yang sedang tersenyum dengan mata yang ikut menyipit seperti bulan sabit. "Hai," sapa Sera. "Oh, kenalkan. ini Darren. Tunanganku."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN