Di ambang pintu, Jessy mengambil alih nampan berisi sarapan dari tangan Amy.
"Terima kasih, Amy."
"Ya, Nyonya, tekan saja bellnya jika Nyonya membutuhkan saya."
"Ya, terima kasih, Amy."
"Saya permisi, Nyonya."
"Ya."
Amy menjauh dari kamar Jessy, Jessy masuk, dan meletakan nampan di atas meja. Baru ia menutup, dan mengunci pintu kamarnya. Tatapan matanya melayang ke arah ranjang, tapi Kevin tidak lagi ada di sana. Pintu kamar mandi terbuka, Kevin ke luar dari kamar mandi, hanya dengan handuk melilit di pinggangnya.
"Selamat pagi," sapa Jessy seramah mungkin.
"Mana pakaianku?" Tanya Kevin, suaranya tidak terlalu dingin, tapi juga tidak terasa hangat.
Jessy mengambil pakaian Kevin yang ia letakan di atas sofa. Diserahkan pakaian Kevin ke tangan Kevin.
"Sebelum pergi, sebaiknya makan dulu sarapan anda," ujar Jessy. Jessy bergerak menuju jendela, ia membuka semua tirai yang menutupi jendela kamarnya. Ia juga membuka pintu ke arah balkon. Semilir angin pegunungan menyapu wajahnya. Cahaya mentari membuat bentuk tubuh Jessy terlihat jelas dari balik dress longgar tanpa lengan yang dipakainya.
Kevin menatap Jessy yang berjalan ke arah ranjang. Pemandangan di atas ranjang membuat Kevin menelan air liurnya. Tadi malam, pertama kalinya dalam sejarah petualangannya. Ia tertidur nyaman di sisi wanita yang sudah bercinta dengannya. Karena biasanya, ia selalu pergi setelah menuntaskan hasratnya. Dan Jessy satu-satunya wanita yang ia gauli, tanpa menggunakan pengaman. Tentu saja ia tidak harus menggunakan pengaman, karena tujuan ia berada di sini untuk membuahi rahim Jessy.
'Membuahi rahim Jessy, itu adalah prioritas untamaku saat ini. Huuh aku harus melupakan dulu urusan yang lainnya. Sesekali terlambat datang ke kantor ku kira tidak apalah.'
Kevin melemparkan pakaiannya ke atas sofa, lalu ia mendekati Jessy yang tengah berusaha merapikan ranjang.
Kevin meraih bahu Jessy sehingga Jessy memutar tubuhnya.
"Ada ap ... hmppp!"
Mata Jessy terbuka lebar, saat bibir Kevin menyerangnya dengan sedikit kasar. Kevin menurunkan bagian bahu dress yang dipakai Jessy. Dress Jessy jatuh ke atas lantai.
Tanpa melepaskan ciuman mereka, Kevin mendorong Jessy hingga tubuh Jessy jatuh telentang di atas ranjang. Kevin membungkuk di atas tubuh Jessy, ia menarik lepas handuknya, dan melmparkan asal saja.
Jemari Kevin bergerak cepat melepaskan yang tersisa di tubuh Jessy. Tanpa berlama-lama, Kevin langsung menggapai jalan untuk sesuatu yang diinginkannya.
"Kevin," desis Jessy tertahan, saat Kevin menenggelamkan wajah di atas dadanya. Tubuh Jessy, dan Kevin bergerak saling memberi, dan menerima, dalam gairah hasrat yang semakin memuncak. Suara desahan mereka berdua terdengar memenuhi ruang kamar besar itu. Jessy berusaha mengimbangi Kevin, bibir Kevin mencium bibir Jessy dengan rakus. Jessy melingkarkan tangannya di leher Kevin, ditarik bibirnya dari bibir Kevin, dibenamkan satu kecupan panjang di leher Kevin. Bukan cuma satu, tapi Jessy memberi beberapa kecupan di leher Kevin. Kevin melenguh merasakan kecupan Jessy di lehernya. Meski kecupan itu terasa sangat kaku, tapi entah kenapa Kevin menyukai, dan sangat menikmatinya.
--
Untuk kedua kalinya Kevin mandi di pagi ini. Ditatap Jessy yang masih terbaring di atas ranjang dengan tubuh polos.
'Arrggghhh sialan! Kenapa juniorku bangun lagi, huuuhh apa harus kuhabiskan hari ini di sini. Di atas tempat tidur Jessy. Oooh aku tidak dapat menahannya!"
Kevin melemparkan handuk, ia naik ke atas ranjang, dan menindih Jessy untuk kesekian kalinya di pagi ini. Tidak ada protes, tidak ada penolakan sedikitpun dari Jessy. Ia membiarkan Kevin kembali menjelajahi tubuhnya dengan jari jemarinya, dengan kecupan bibirnya, juga dengan sapuan lidahnya.
Bahkan tidak hanya sekali, dua kali ... tapi, sepanjang pagi ini, mereka bercinta terus layaknya pengantin baru, yang tidak ingin lepas dari pasangannya.
Untuk ke tiga kalinya Kevin mandi pagi ini. Tidak, ini bukan lagi pagi, tapi hari sudah merangkak siang hari. Ini bukan kebiasaan Kevin pergi ke kantor, saat matahari sudah mulai tinggi.
Ia harus mandi lagi, setelah kembali bercinta tiga ronde dengan Jessy. Dan untuk menghindari hasratnya kembali menyala, Kevin sudah mengantisipasi dengan menutup tubuh Jessy dengan selimut, sebelum ia turun dari ranjang, dan masuk ke kamar mandi tadi.
Cepat Kevin mengenakan pakaian. Sarapan yang dihidangkan Jessy tidak sedikitpun disentuhnya. Ia bergegas ke luar dari kamar, tanpa membangunkan Jessy dari tidurnya.
Setengah berlari, Kevin menuruni anak tangga. Ia melihat ayahnya, dan Rihanna sedang duduk di sofa.
Sedikitpun Kevin tidak berniat untuk menyapa mereka, tapi Keanu memanggilnya.
"Kevin!"
Kevin menghentikan langkah, tapi tidak memutar tubuh untuk menatap ayahnya. Keanu bangkit dari duduk, lalu mendekati putranya dengan satu lembar undangan di tangannya.
"Undangan perayaan ulang tahun pernikahan yang ke 25 Tuan Bruce malam ini, kau bisa pergi dengan Jessy," Keanu menyerahkan undangan itu kehadapan Kevin.
"Aku dapat undangan juga, dan aku akan pergi dengan temanku," jawab kevin dengan suara dingin. Tanpa berpamitan, ia pergi begitu saja dari hadapan ayahnya.
Keanu menarik napas berat, tangannya yang memegang undangan jatuh di sisi tubuhnya.
"Jangan berkecil hati, kita akan pergi bertiga malam ini. Kau, aku, dan Jessy tentunya. Akan kita buat Kevin menyesal karena sudah menolak pergi bersama Jessy." Rihanna mengusap punggung Keanu lembut.
"Bagaimana caranya?"
"Serahkan saja padaku! Kau percaya padaku kan, Tuan Keanu Juliano?" Rihanna mengangkat kedua alisnya, bermaksud mengajak pria tua itu bercanda, agar ia bisa melihat sedikit senyum di bibir Keanu.
"Ya, aku percaya padamu, Rihanna, kau selalu bisa kuandalkan, terima kasih." Keanu meraih jemari Rihanna, lalu mengecupnya dengan lembut. Sebentuk senyum tulus terukir di bibir Rihanna.
"Aku akan ke kamar Jessy. Aku akan membawanya ke kota sekarang juga. Dan kau Pak tua, kaupun harus bersiap juga!" Rihanna mengacungkan jari telunjuknya pada Keanu, lalu ia melangkah menaiki tangga menuju kamar Jessy.
Beberapa kali ketukan, dan panggilan Rihanna tidak mendapat respon dari dalam kamar Jessy. Rihanna akhirnya memutuskan untuk membuka pintu kamar itu sendiri. Matanya mencari keberadaan Jessy di sana. Tapi Jessy tidak ada. Rihanna yakin Jessy sedang di dalam kamar mandi. Rihanna melangkah mendekati ranjang yang sangat berantakan. Bukan hanya sangat, tapi super berantakan.
Seulas senyum tersungging di bibir Rihanna. Ia bisa membayangkan, sedahsyat apa pertarungan yang sudah terjadi di atas ranjang ini. Rihanna bisa membaui peluh yang masih menguar dari sprei yang dipegangnya.
Rihanna menekan bel untuk memanggil Amy. Amy datang dengan cepat, dan Rihanna memerintahkan Amy untuk membersihkan kamar Jessy.
Rihanna duduk di sofa sambil memainkan ponsel di tangannya. Ia tengah mencari-cari gaun yang cocok untuk dikenakan Jessy malam ini. Jessy belum juga ke luar dari dalam kamar mandi, padahal Amy sudah selesai merapikan, dan membersihkan kamarnya.
"Nyonya Rihanna!" seru Jessy kaget, saat melihat Rihanna ada di dalam kamarnya.
"Jessy, maafkan aku karena lancang masuk ke kamarmu, dan sudah meminta Amy untuk membersihkan, dan merapikan tempat tidurmu." Rihanna berdiri di hadapan Jessy. Wajah Jessy tersipu malu, saat bibir Rihanna menyunggingkan senyum setelah mengamati dirinya.
"Tidak apa, aku yang harus minta maaf, karena sudah membuat anda menunggu."
"Baiklah Jessy, berpakaianlah. Kita akan ke kota hari ini, aku tunggu kau di bawah ya." Rihanna tersenyum lembut pada Jessy.
"Baik, Nyonya," sahut Jessy.
Rihanna melangkah meninggalkan kamar Jessy.
--
Jessy sudah duduk di sebelah Rihanna, di dalam mobil sport warna merah milik Rihanna.
"Apa kau suka kecepatan, Jessy?"
"Kecepatan?"
"Hmmm ... kalau kau tak suka, pejamkan matamu, eratkan sabuk pengamanmu, sandarkan punggungmu, dan berpeganglah dengan erat, karena aku akan membawamu terbang dengan mobilku. Bersiaplah!"
Jessy melakukan apa yang diperintahkan Rihanna, Rihanna segera memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi. Jalanan yang sepi membuat Rihanna bisa bebas melakukan kegilaannya akan kecepatan. Ia selalu menikmati saat seperti ini. Tapi Keanu tidak pernah mau ikut bermobil dengannya, 'aku belum ingin mati' itulah yang selalu Keanu ucapkan padanya, saat ia membujuk Keanu untuk ikut bersamanya.
Rihanna senang dengan segala sesuatu yang cepat. Ia menyukai Jessy karena istri Kevin ini belajar dengan cepat. Itu sudah terbukti pagi ini, Jessy mampu membuat Kevin sedikit berbeda. Dan Rihanna yakin, itu karena Jessy mampu memahami apa yang sudah diajarkannya.
'Kevin ... tunggu saja, kau akan menyesal karena sudah menolak membawa Jessy ke pesta bersamamu malam ini!'
Batin Rihanna, dengan senyum menyungging di bibirnya
***BERSAMBUNG***