Konflik Rumah Tangga

1186 Kata
Di dalam sebuah apartemen yang sunyi, seorang wanita muda dengan rambut panjang tergeletak di ruang tamu. Kondisinya hamil besar, wajahnya pucat dan lemas. Tangannya penuh dengan bekas luka pukulan, dan wajahnya terlihat bekas tamparan dari seseorang. Kesedihan dan ketidakberdayaan terpancar dari sorot matanya yang tertutup. Tidak lama kemudian, terdengar suara pintu terbuka. "Klek." Seorang pria dan wanita melangkah masuk ke dalam ruangan itu setelah menutup pintu kembali. Wanita itu mengenakan dress di atas lutut, dengan senyum sinis di wajahnya. "Harry, apakah istrimu sudah mati?" tanya wanita itu dengan nada menggoda. "Belum! Dia tidak akan mati begitu saja. Mari kita bersenang-senang!" ajak pria itu, yang ternyata adalah suami dari wanita hamil itu. Tanpa ragu, ia membawa selingkuhannya menuju ke kamar dan mulai bersenang-senang di atas kasur yang biasa ia gunakan bersama istrinya. Wanita hamil itu, yang ternyata bernama Jessie, membuka matanya perlahan. Ia melihat suaminya sedang berciuman dengan wanita lain di kamarnya. Air mata mengalir dari kelopak matanya. Dengan tubuh yang penuh rasa sakit, ia berusaha bangkit. Jessie menahan sakit di seluruh tubuhnya saat ia bangkit dan berdiri. Dengan perut yang besar, ia berjalan tertatih-tatih menuju pintu kamar. "Harry Benjamin, apa yang kau lakukan? Siapa dia?" tanya Jessie dengan air mata berlinang. Harry dan wanita itu menghentikan ciuman mereka dan menoleh ke arah Jessie. "Kau sudah bangun, Jessie. Dia adalah wanita yang kucintai. Mulai hari ini, kau gunakan saja ruang tamu sebagai tempat tidurmu. Kamar ini akan kugunakan bersama Lina," jawab Harry dengan nada dingin. "Kau keterlaluan! Aku sedang hamil anakmu, tapi kau malah membawa selingkuhanmu pulang dan menggunakan kasurku," bentak Jessie, air matanya semakin deras. Harry mendekat dengan wajah marah. "Jessie, seharusnya kau merasa beruntung karena bisa tinggal di sini. Kalau tidak suka, kau bisa pergi," katanya dengan nada mengejek. Dengan kemarahan yang memuncak, Jessie maju dan menampar wajah suaminya. "Plak!" "Kau bukan manusia!" Bentak Jessie. Harry, yang kesal, langsung menampar wajah istrinya dengan keras. "Plak!" "Aahh!" Jessie menjerit kesakitan dan terkapar di lantai. Harry menjambak rambut Jessie, membuat istrinya kesakitan. "Berani sekali kau melawanku, kurang ajar! Kau sangat beruntung karena aku masih menyambutmu. Lihat kakakmu dan ibumu, apakah mereka masih peduli denganmu?" bentak Harry. Jessie menahan sakit yang mendera kepalanya. "Kenapa kau begitu kejam padaku? Kita telah bersama tiga tahun," tangisnya, penuh dengan rasa sakit dan pengkhianatan. Harry menyeringai. "Aku hanya suka meniduri wanita untuk kesenangan. Kenapa kau harus ikut campur? Seharusnya kau sadar diri. Dalam kondisimu yang seperti itu, kau sama sekali tidak bisa memuaskan aku. Aku tidak suka wanita gemuk. Kenapa suamimu bisa berselingkuh? Itu karena kau sebagai istri tidak bisa memuaskanku!" Jessie mencoba meraih sedikit harapan. "Aku sedang hamil anakmu. Kau berubah setelah aku hamil. Padahal kau yang memintanya. Kau menginginkan anak, bukan? Aku berjuang agar bisa memberikannya padamu. Walau dokter mengatakan mungkin aku akan mati karena melahirkan. Tapi aku tidak takut," katanya dengan air mata mengalir. "Tidak apa-apa. Setelah kau mati, aku akan mengambil anak ini dan pacarku yang akan menjadi ibunya. Jadi, kau tidak perlu takut anak kita tidak memiliki seorang ibu," jawab Harry tanpa rasa empati. Jessie merasa dikhianati dan terkejut. "Semua ini adalah bagian dari rencanamu? Kau tahu kondisiku tidak baik. Kau sering meminta dan memohon agar aku hamil, bukan karena mencintaiku, tapi karena menginginkan anak saja?" Harry tertawa dingin. "Benar! Pria mana yang suka pada wanita yang selalu bermasalah dalam kesehatannya? Bertahanlah sebulan lagi. Mungkin saja kau akan mati di saat itu. Yang penting anakku kau jaga dengan baik. Lahirkan anak laki-laki untukku. Kalau kau berani melahirkan anak perempuan, aku tidak akan ragu menjualnya," ujarnya dengan nada penuh kebencian. "Kau adalah b4jing4n! Bukankah ibumu juga perempuan? Kenapa malah menjual anak sendiri?" ketus Jessie dengan suara bergetar penuh amarah. Harry hanya tersenyum sinis, menunjukkan giginya yang berkilau dalam cahaya redup. "Kalau anak perempuan mirip denganmu, untuk apa aku harus merawatnya? Lebih baik aku buang saja daripada hanya menghabiskan uangku. Aku memiliki Lina. Dia sehat dan akan memberiku banyak anak laki-laki," jawabnya dengan nada penuh penghinaan. Jessie merasa darahnya mendidih mendengar kata-kata itu. Ia tidak bisa menahan emosinya lagi. "Kau akan menerima balasannya!" bentak Jessie, nadanya penuh ancaman. Harry, matanya penuh kemarahan. "Plak!" Tamparan kerasnya mendarat di pipi Jessie, membuat wajahnya terpental ke samping. Jeritan kesakitan Jessie menggema di ruangan itu saat ia terkapar di lantai."Aahh!" Jessie memegang pipinya yang kini merah menyala Harry berdiri di atasnya, menatapnya dengan penuh rasa jijik. "Aku masih muda dan banyak uang. Untuk apa aku harus menghabiskan sisa hidupku dengan wanita yang tidak bisa hidup lama," katanya dengan ketus, sebelum kembali menampar wajah Jessie hingga ia tidak sadarkan diri. "Plak!" Suara tamparan yang menggema di ruangan yang kini sunyi senyap, hanya menyisakan tubuh Jessie yang terkulai lemah di lantai. *** Di penthouse mewah milik seorang konglomerat bernama Roy Fernando, pagi yang seharusnya tenang itu berubah tegang dengan suara pertengkaran di ruang tamu. Seorang wanita dengan wajah merah menahan amarahnya, berdiri di depan seorang pria yang duduk tenang di sofa besar. Pria itu, Roy Fernando, tampak tak terganggu sedikit pun, matanya fokus pada lembaran koran di tangannya, seolah-olah sang istri tak lebih dari suara latar. "Roy Fernando, apa maksudmu dengan semua ini? Menceraikan aku dan merebut hak asuh? Apa salahku padamu?" suara wanita itu, Zoanna, terdengar parau namun penuh amarah. Matanya yang berkilat menunjukkan rasa kecewa mendalam. "Kita saling mencintai dan menikah. Tapi saat ini kau malah ingin mencampakanku begitu saja?" Roy menurunkan sedikit korannya, lalu menatap Zoanna dengan tatapan datar, sama sekali tidak tersentuh oleh emosinya. "Seharusnya kau sadar diri, kenapa aku tidak menginginkanmu," ucapnya dingin. "Apakah kau ingin Felix mendengar pertengkaran kita?" Suaranya begitu tenang, seolah ini hanya diskusi ringan, bukan perpecahan rumah tangga. Zoanna menatapnya dengan tajam. "Kalau ini yang kau inginkan, untuk apa kau takut dia mendengarnya? Dia harus tahu sifat asli ayahnya." "Zoanna, tidak ada baiknya kalau kita bertahan terus, Aku akan memberimu sejumlah uang untuk masa tuamu. Kau tidak perlu bekerja dan mencari uang lagi dengan tanganmu sendiri. Apakah masih tidak cukup bagimu?"tanya Roy. Mata Zoanna memerah, menggambarkan kemarahan yang ia pendam selama ini. "Kau ingin menyingkirkan aku dengan uangmu, aku bukan tidak tahu apa niatmu, Roy Fernando!" desisnya, penuh kebencian. Roy mengalihkan pandangannya ke luar jendela, mengabaikan kemarahan istrinya. Bagi Roy, ini adalah perpisahan yang tak terelakkan, sesuatu yang sudah lama ia rencanakan. Zoanna mengertakkan giginya. "Wanita itu... yang membuatmu menceraikan aku, bukan?" Suaranya penuh cemoohan,"Dia hanya j4lang tidak tahu malu. Kau lebih memilih menyentuh dia dan tidak ingin menyentuhku. Aku adalah istrimu yang kau nikahi. Sementara dia hanyalah wanita bayaran." Mendengar kata-kata pedas itu, Roy tersenyum tipis,"Benar katamu, dia hanya wanita bayaran. Tanpa dia, aku juga bisa mencari wanita lain. Jadi, aku tidak akan menyentuhmu walau apa pun yang terjadi." Kata-katanya sekeras batu, dingin dan tanpa perasaan. "Pergi atau tidak, terserah padamu. Jangan salahkan aku ketika aku bertindak lebih jauh." Di tengah ketegangan itu, mereka tak menyadari kehadiran seorang anak laki-laki yang berdiri di balik pilar. Mata anak itu berkilau dengan air mata, suaranya tertahan di tenggorokan. Ia adalah Felix, putra mereka. Di usianya yang masih kecil, ia harus menjadi saksi dari retaknya hubungan orang tuanya. Dengan diam, Felix menahan tangis sambil menyaksikan kenyataan pahit yang tersembunyi di balik keluarga mewah yang selama ini ia kenal.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN