AD 05 || Emosi

1074 Kata
"Kamu dimana sayang? Masih lama ngga?" ucap Clara saat menelpon Edward. "Lagi di jalan. Tunggu aja." jawab Edward datar. Saat ini Edward tengah dalam perjalanan menujur rumah sambil membuka Ipadnya. "Oke sayang. See you soon ya." Edward mematikan sambungan telponnya. Ia kembali fokus dengan Ipadnya. Clara istrinya mengajaknya untuk makan siang bersama dirumah. Clara mengatakan bahwa Chef Arnold sudah menyiapkan menu special untuk mereka makan siang. Tak lama Edward pun tiba di rumahnya. Tak ada sambutan dari istrinya selain para pelayan yang sudah standby di depan pintu rumah. "Selamat datang, Tuan." Edward melewatinya begitu saja. "Welcome home, sayang." Clara menggandeng tangan suaminya langsung menuju ruang makan. Clara duduk di samping suaminya. Ia menganggukkan kepalanya. Tak lama dua orang pelayannya bergantian membawa menu makan siang special untuk keduanya. Edward sangat menyukai makanan laut. Di sana terhidang berbagai macam menu yang berasal dari laut, mulai dari udang, ikan, kepiting, lobster dll. Semua masakan terlihat menggiurkan. Sudah di pastikan semua menu buatan Chef Arnold di jamin bikin nagih. "Ayo di makan sayang. Chef Arnold yang udah buatin buat kamu." Edward masih terdiam. Ia menatap istrinya yang sudah menyantap makanannya. Ia jadi teringat Anggita tapi pikiran itu ia hilangkan. Ia pun mulai mengambil makanannya dan mulai menyantapnya. Clara melihat mimik muka Edward berbeda. "Kenapa yank? Ngga enak makanannya?" Edward meletakkan sendok dan garpu di samping piring. "Tolong buatkan aku nasi goreng saja." ucap Edward membuat Clara heran. "Baik Tuan." ucap si pelayan yang bergegas menuju dapur untuk membuatkannya nasi goreng. "Loh sayang udah ada makanan enak kenapa pilih nasi goreng? Ini semua makanan kesukaan kamu yank. Apa makanannya ngga enak?" "Bukan. Aku lagi pengen makan nasi goreng. Bukan ini yang aku mau." ucap Edward. Clara tampak kebingungan. Tak lama nasi goreng pesanan Edward sudah datang. Jika di lihat dari bentuknya, nasi goreng buatan Chef Arnold terlihat lebih mirip nasi goreng yang sesungguhnya di bandingkan dengan nasi goreng buatan gadis itu. Edward pun segera melahapnya. Baru satu suapan, ia membanting sendoknya membuat Clara dan pelayannya kaget. "Ganti." ucap Edward kesal. "Nasi goreng biasa. Jangan tambahi apapun selain telur yang bersama nasi." ucapnya. Si pelayan kembali membawa nasi goreng yang baru sesendok di makan oleh Edward ke dapur untuk di ganti dengan yang baru. Kurang dari sepuluh menit nasi goreng buatan Chef Arnold kembali di hidangkan di depan Edward. Nasi goreng yang sesuai dengan permintaan Edward tapi malah membuat nafsu makan Edward pergi begitu saja. "Lebih baik aku kembali ke kantor." ucap Edward sambil mendorong piringnya. Ia memilih kembali ke kantornya saja. Perutnya sangat lapar tapi tak ada yang bisa ia makan selain nasi goreng buatan Anggita. Ia mengeluarkan ponselnya lalu memencet nomor telpon gadis itu. Tak lama Anggita menjawab teleponnya. "Halo..." "Bawakan aku makan siang. Aku tunggu di ruangan ku." ucap Edward memotong ucapan Anggita. Tanpa menunggu jawaban dari Anggita, ia segera memutus sambungan teleponnya. ia menyandarkan tubuhnya di jok mobil. Mencoba memejamkan matanya sejenak sembari mengatur emosinya. *** Anggita tengah menunggu kopi pesanannya. Tak lama namanya di panggil. Pada saat berjalan untuk mengambil kopi, ponselnya berdering. Ia langsung menggeser tombol hijau tanpa tahu siapa yang menelponnya. "Halo..." "Bawakan aku makan siang. Aku tunggu di ruangan ku." ucap seseorang yang suaranya tak asing di telinganya. Anggita langsung melihat siapa yang menelponnya. 'Si Manusia Es' tertulis jelas di layar ponselnya. Ia pun menggerutu. "Ni orang ngga ada sopan-sopannya ya. Emang gua babu apa. Maen suruh-suruh segala." gerutu Anggita sambil pergi dari kedai kopi itu. Baru beberapa langkah keluar dari kedai, ia kembali masuk ke dalam sana untuk membeli beberapa croissant untuk Edward. "Makasih." ucap Anggita setelah menerima pesanan beberapa buah croissant. Ia mendesah kesal plin plan dengan membelikan kue untuk bosnya itu. Sepanjang jalan Anggita menggerutu sampai akhirnya ia tak sengaja bertemu dengan Tomi, teman masa SMA nya. Ia sempat berbincang sejenak dengan Tomi sebelum akhirnya ia kembali ke kantor. *** "Kamu beli dimana sih? Lama bener. Bukannya jam makan siang udah selesai. Kamu sengaja ya lama-lamain belinya biar datang telat." ucap Edward langsung memberikan ceramah kepada Anggita yang baru tiba di ruangannya. Anggita yang kaget hanya bisa melongo melihat Edward yang senewen. Astagfirullahhaladzim... Sabar Nggi... sabar. Orang sabar pantatnya lebar eh di sayang Tuhan. Ini orang kenapa sih ngamuk-ngamuk mulu. Lagi PMS apa gimana sih. ucap Anggita mendumel dalam hati. Edward menatap Anggita dengan tatapan menyelidik, "Kamu pasti maki-maki aku di dalam hati, iya kan." tebak Edward. Anggita menatap balik. "Kalo iya kenapa? Mau pecat aku? silahkan." ucap Anggita sambil meletakkan bungkusan croissant yang di belinya di atas meja kerja Edward. Ia membalikkan badannya pergi meninggalkan ruangan kerja. "Kamu datang telat cuma beli 3 pc croissan doank?" Ya Allah... Mengapa ada manusia kayak gini sih. Anggita membalikkan tubuhnya. kedua tangannya mengepal dengan kuat di samping tubuhnya. Edward benar-benar menguji imannya. Ia menatap Edward dengan kesal tak bertepi. Ia berjalan menghampiri lalu merampas croissan dari tangan Edward. "Dasar ngga tahu diri. Nyusahin." ucapnya kesal. "Hei kamu mau bawa kemana Croissannya!" ucap Edward mencekal lengannya. "Apa lagi sih?!" ucap Anggita sedikit meninggi. Ia sudah cukup bersabar menghadapi sifat menyebalkan Edward. Pria itu tampak kaget melihatnya. "Apa lagi?! Tadi katanya di suruh bawain makan siang. Udah di bawain sesempetnya malah di hina. Mau loe apa!!" Anggita sudah tak bisa menahan amarahnya lagi. Ia tak peduli orang itu siapa, ia siap memakan orang yang sudah membuat kesabarannya habis. "Kalo ngga suka beli sendiri. Masih untung gue beliin juga. Dasar manusia es ngga tahu diri!!" Anggita melempar bungkusan Croissan itu lalu pergi dari ruangan Edward. Pria itu kehabisan kata-kata untuk marah setelah melihat Anggita menumpahkan kekesalannya. Thomas pun kaget saat akan masuk ke ruangan, mendengar suara Anggita yang tengah marah. Belum sempat mengetuk pintu, Anggita sudah keluar dengan wajah merah padam. Gadis itu terlihat sangat emosi. "Ada apa Pak? Kenapa Anggita terlihat sangat kesal?" tanya Thomas penasaran. Ed hanya tertawa. "Tak apa. Oiya mana berkas yang ku minta? Bagaimana dengan pertemuan dengan perwakilan dari J-QIS Design?" "Mereka baru mengabari pertemuan itu akan dilaksanakan besok." Edward tampak berpikir sejenak, "Besok aku harus ke rumah sakit untuk program itu. Jangan lupa beri tahu gadis pemarah itu untu datang ke rumah sakit Brawijaya pukul 8 pagi. Aku sudah mengatur pertemuan dengan dokter hari itu." "Baik Pak. Lalu bagaimana dengan pertemuannya? Nasib perusahaan kita bergantung pada kerja sama dengan pihak J-QIS Design." "Kita lihat besok. Ku harap aku bisa menghadiri keduanya." Thomas mengangguk. Ia pun pergi dari ruangan Edward. Sedangkan pria itu memakan Croissan yang di beli oleh Anggita. Entah mengapa sejak memakan nasi goreng itu, ia hanya mau memakan apapun yang di beri oleh Anggita. Aneh memang tapi itulah yang terjadi padanya. *** TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN