Prolog
"Ser, buru!"
"Ser lo ngapain elah?!"
"Woy!"
Abi menoleh ke samping menatap Lando yang bersandar di dinding pembatas Sekolah bagian belakang dengan perumahan masyarakat sekitar. Cowok itu memiliki ekspresi berbanding terbalik dengan Abi yang panik luar biasa takut ketahuan Bu Sri— guru bimbingan konseling yang rajin mencari kesalahan murid SMA Gharda.
"Lan gimana? Nanti kalau ketahuan Bu Sri gimana?"
"Yaudah."
Untuk beberapa detik Abi tidak percaya sudah hampir tiga tahun berteman dengan cowok paling kaku sedunia. "Ck! Poin gue makin banyak Lan! Gue masih mau kuliah di UI!"
Lando menggaruk kepalanya. "Yaudah."
"Kasih solusi kek!"
Lando melipat tangan, dahinya berkerut mencari solusi agar Sergio segera memanjat dinding dan mereka biasa bergabung cepat dengan yang lain, berbaris di Lapangan untuk melaksanakan upacara bendera.
Lando baru saja akan membuka mulutnya tapi Abi lebih dahulu menyela, "bilang yaudah lagi gak gue kasih contekan Kimia lu!"
"Nyontek gue aja Lan!" seru Sergio yang tahu-tahu sudah nangkring di atas dinding siap untuk loncat ke bawah.
"Lo ke mana aja b*****t?!" cerca Abi yang disambut dengan cengiran Sergio sambil menunjukan kotak rokok yang ia bawa sebelum meloncat ke bawah. "Ambil ini, kelup—"
"Kalian lagi!" suara yang mampu membuat harapan Abi mundur satu langkah tidak lain adalah milik Bu Sri. Wanita berumur tiga puluh tahunan dengan rambut pendek bergelombang dari lahir itu berdiri berkacak pinggang sembari menatap tiga anak didiknya yang sudah menjadi langganan catatan panjang buku pelanggaran.
Abi segera menautkan kedua tangan ke depan bersikap sopan layaknya murid teladan, sementara Lando tentu saja bersikap tidak acuh, dan Sergio menggerakan tangan kanannya yang memegang kotak rokok perlahan ke belakang badannya sebelum suara Bu Sri membuat degup jantung cowok itu serasa diremas untuk sesaat.
"Pegang apa kamu Sergio?"
Sergio terdiam, sementara Bu Sri mengernyitkan kening dan mulai berjalan mendekati Sergio. "Apa itu Sergio? Kasih Ibu sekarang."
Lando dan Abi saling lirik.
Bu Sri terus melangkah mendekati Sergio sambil mengulurkan tangan meminta kotak rokok yang disembunyikan Sergio di balik badannya. "Sergio, kasih Ibu sekarang jug—"
"Ini Pak Bu Sri!" Tiba-tiba Abi menatap ke belakang sambil menunjuk Bu Sri. Bu Sri refleks menoleh ke belakang kembali terjebak permainan anak didiknya dan ketika ia kembali menatap tajam tiga anak muridnya, wanita itu hanya menemukan Abi dan Lando.
"SERGIO!"
Sergio berlari kencang menyusuri Kantin kemudian naik ke lantai dua. Menoleh ke belakang tidak mendapati Bu Sri tapi ia masih bisa mendengar dengan jelas derap sepatu gurunya. Sergio sempat bingung tapi ia langsung ingat setiap senin Bu Sri tidak pernah menggunakan pantofel. "Anjing-anjing!"
Tidak mau naik ke lantai tiga karena jelas Sergio akan terjebak, cowok itu kembali menuruni tangga di ujung Koridor yang langsung terhubung dengan Koridor Utama. Sampai di lantai dasar Sergio berpikir cepat, matanya segera tertuju pada tumpukan ransel murid-murid yang memang sengaja di letakan di sana karena terlalu malas naik ke Kelas untuk menaruh ransel dan turun kembali untuk menjalankan upacara.
Sergio mengambil ransel berwarna hijau army membuka resliting bagian tengah kemudian memasukan kotak rokoknya di sana. Sergio sempat membaca nama dari member card sebuah Kafe yang ia temukan di sana. Mengulang nama itu beberapa kali, memastikan menempel dalam ingatannya sebelum memasukkan member card itu kembali dan menuitup rapat resliting dan melempar ransel bergabung dengan lainnya.
"Sergio!"
Sergio berbalik, tersenyum kepada Bu Sri seraya berkata, "Eh Bu Sri. Kok keringetan gitu, Bu? Habis lari ya?"
***