Hal mengejutkan

805 Kata
"Ayah, apa itu ayah?" tanya Rena putri keduaku. "Iya, betul, itu ayah," jawab adiknya. "Ayah!" kedua putriku serempak memanggil Mas Faisal, dia yang dipanggil langsung tersentak kaget dan gelagapan, wajah Mas Faisal mendadak pias karena mendapati putri dan putranya memergokinya. Juga diriku dengan perasaan yang sudah tidak karuan. Aku ingin menangis, tapi aku butuh alasan lebih untuk mengeluarkan air mata, terlalu syok membuat jantungku berdebar kencang, tidak karuan, hingga d**a ini memanas. "Oh kalian, Maaf kalian harus menyaksikan semua ini," ucap wanita dengan jilbab Milo itu sambil mengusap air matanya dia bangun, terlihat berusaha menarik nafasnya dan menghapus air matanya sekali lagi, kemudian maju mendekat menghadapi kami. "Apa ini maksudnya, Yah?" tanya Heri dengan heran. "Uhm, maaf, sebenarnya ini bukan waktunya tapi karena kalian sudah menyaksikannya maka mau tak mau aku harus mengatakannya." "Mengatakan apa?" tanyaku dengan tenggorokan tercekat. "Lebih jelas lagi, apa hubungan ayah dengannya!?" tanya Rena mendesak Mas Faisal, mendesak pada ayahnya dengan tatapan tajam dan heran sambil melirik pada wanita berjilbab coklat muda itu. "Bismillah ... maafkan saya sebelumnya, saya ingin minta maaf dan tidak bermaksud menyembunyikan semua ini lama-lama. Saya ini istrinya Mas Faisal, saya Rima," jawabnya sambil mengulurkan tangan. Tidak ada seorangpun yang mau menyambut uluran tangan wanita itu, mungkin karena kami terlalu syok dan tidak tahu harus berkata apa. Anak anak tercengang, Heri terkejut dengan mata membulat sedangkan putri bungsuku langsung menangis. "Apa, Tante bilang apa?" "Saya istrinya, kami sudah menikah delapan belas tahun," jawabnya lirih. "Benarkah Mas?" Seketika jantungku ingin meledak, aku terkejut sampai sampai aku lupa cara menarik napas dengan benar. Terkesiap, kaget dan tidak kuasa menerima keterkejutan lebih besar lagi dari ini. Seharian ini seharusnya ia bersama kami, tapi panggilan istrinya sudah membuyarkan semuanya. Berapa lama mereka menikah, 18 tahun? Jadi selama itulah mereka sudah menipuku? Selama itukah suamiku sudah bersembunyi dari balik kebohongan dari sandiwaranya. Pandainya dia menyembunyikan rahasia dengan rapi sehingga tidak pernah terlihat mencurigakan atau tidak pernah ada celah serta kekurangan dalam dirinya. Dia nyaris menjadi suami sempurna yang selalu ada untuk keluarga. Anak-anak selalu punya waktu khusus dengan ayahnya, Kami adalah keluarga bahagia yang mustahil akan dimasuki orang ketiga apalagi orang ketiga itu sudah hadir selama belasan tahun dan mereka sudah punya anak yang dewasa. Rasanya aku tidak percaya dengan kenyataan menyakitkan ini, sungguh aku terpukul. "Bentar bentar ... aku nggak paham semua ini, jujur saja, sumpah, aku kaget. jadi tolong beritahu kami pelan-pelan, apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Heri dengan napas menggemuru, aku tahu anakku sangat emosi tapi ia berusaha menahan diri. "Aku dan ayahmu sudah menikah dari umurmu enam tahun." "Oh ya? Kenapa kau atau ayah tidak ada yang memberi tahu kami, bisa bisanya kalian menyembunyikan hubungan kalian dengan rapi!" Heri langsung menuding sambil marah. Sementara rima hanya menggeleng pelan. Ia menunduk sambil meremas jemari dan terlihat mengusap air mata. "Maafkan saya, ini memang agak terlambat tapi tolong maafkan saya," ujarnya sambil tersedak pilu. "Kalau bukan karena kami melihat ayah di dalam Ambulans mungkin Ayah tidak akan pernah jujur kepada kami ya?" "Tidak begitu...." Mas Faisal segera menyangkal. "Apakah selama ini ayah tidak pernah berencana untuk jujur atau mengungkapkan kejadian sebenarnya? jadi kalau kami tidak tahu apa Ayah akan diam seumur hidup!" tanya Heri sambil melepas jubahnya dan menyerahkannya padaku. Mas Faisal terdiam, dia terdiam tapi lebih kepada terlihat panik dan pusing. "Tolong pulang dulu aku dan istriku sedang terkena musibah... jadi tolong tunggu aku di rumah sehingga aku bisa menjelaskan apa yang terjadi." "Kamu dan istrimu ayah?" tanya Rena, "lalu kami siapa?" "Kalian juga keluargaku, jangan buat keributan karena ini rumah sakit, aku mohon, aku tidak ingin ada yang dipermalukan, anakku sedang kecelakaan dan bertaruh nyawa, aku mohon pulanglah," jawab ayah sambil menangkupkan tangan dengan permohonan dan suara yang rendah. "Ayah, beginilah sikap ayah!" "Aku mohon, putraku Reno sedang kritis, aku mohon pada kalian anak anak," jawab Mas Faisal sambil sekali lagi membujuk. "Akulah yang paling bersalah dalam masalah ini jadi jangan salahkan dia, salahkan diriku." "Picik sekali, baru mengaku setelah bertahun tahun," ujar anak bungsuku, "kalau kalian memang orang yang jujur, kenapa tidak ungkapkan saja. Teganya kalian membohongi Ummi." "Kami tidak bermaksud demikian...." "Maksud kalian sudah jelas kok, delapan belas tahun bersembunyi dengan cara begini." Belum selesai perdebatan antara anak-anak dan mas Faisal, juga istrinya, tiba-tiba dokter dari balik tirai UGD memanggil Mas Faisal. "Pak, anaknya mengalami sesak napas dan muntah darah, jadi kami mohon agar bapak mendampingi dia dulu! Tetaplah dengannya!" "Ya Allah Reno kita Mas, anak kita!" Rima jadi histeris. Mendengar ungkapan dokter yang panik tiba-tiba, Rima dan Mas Faisal tidak memperdulikan kami, mereka menghambur menuju ranjang anak mereka yang sedang ditangani. Pecah tangis Rima dari balik tirai sementara aku dan anak-anak yang masih emosi dan penasaran hanya bisa saling memandang dalam keadaan bingung. "Apa apaan ini?" "Ayo pulang dulu!" Ujarku mengajak anak anak. "Tidak, kami tidak akan kemana mana sampai dapat jawaban!" Balas mereka serentak.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN