Saya sudah dijalan menuju rumah kamu. Kamu siap-siap!
Setelah mengirim sms itu, Azka kembali fokus dengan jalan yang ada didepannya. Ia menyalakan lagu dimobilnya itu, dan bernyanyi kecil mengikuti lagu itu.
Sesampainya dia diapartement Azkia, Azka langsung memarkirkan mobilnya di basemant. Kemudian ia berjalan menuju lobi dan memasuki lift untuk menuju lantai 5.
514. Itu nomor apartement Azkia yang diberitahukan kepadanya kemarin malam. Ia menekan bel apartement itu. Namun, Azkia tidak membukakannya juga. Ia pun mencoba membuka pintu tersebut. Dan tidak terkunci.
Azka pun memasuki apartement ini. Gelap. Sepertinya Azkia memang belum bangun. Padahal ini sudah jam 6. Pantas saja jika cewek itu selalu datang terlambat. Ia pun berjalan mencari dimana kira-kira kamar gadis itu.
Setelah menemukannya, ia mencoba membuka pintu kamar cewek itu. Dan lagi-lagi tidak terkunci. Disana terlihat Azkia yang masih tertidur dengan posisi badan yang tidak karuan.
"Dasar! Teledor! Untung gue yang masuk! Kalau orang lain, mungkin tuh orang udah merkosa lo kali ya." Gumam Azka. "Ehh tapi nggak mungkin sih. Mana ada yang mau merkosa cewek kaya lo coba. Baru lihat lo tidurnya kaya gini, pasti tuh orang udah takut duluan." Lanjut Azka.
"BANGUN! UDAH JAM BERAPA INI!" Teriak Azka sambil menggoyang-goyangkan tubuh Azkia kasar.
Azkia yang merasa terganggu pun bergumam. "Ahelah Ma.. aku masih ngantuk." Azkia menarik selimutnya sampai menutupi seluruh tubuhnya.
Azka yang melihatnya langsung mengambil selimut itu. "BANGUN ATAU SAYA LAPORIN KE PAK RENO?!" teriak Azka.
Azkia yang setengah sadar itu berfikir. Suara cowok terus tadi dia bilang.Pak Reno? Itu pasti bukan Mama. Azkia yang langsung tersadar kalau itu tidak mungkin Mamanya langsung terbangun dari tidurnya dan menatap Azka kaget.
"Heh! Ngapain lo disini?" Tanya Azkia.
"Sekarang udah jam 6. Simpan dulu pertanyaan kamu itu. Sekarang kamu mandi sana! Saya kasih kamu waktu 15 menit buat siap-siap!" ucap Azka tegas.
"Yaudah sana! Lo keluar." Azkia sekarang sudah ingat. Alasan Azka pagi-pagi keapartementnya adalah untuk menjemputnya. Azkia pun mendorong tubuh Azka agar keluar dari kamarnya ini. "Lo tunggu disini. 15 menit gue selesai." Setelah mengucapkan itu, Azkia langsung menutup pintu kamarnya.
Azka berjalan menuju ruang tengah. Pandangan Azka langsung terfokus pada meja yang dipenuhi sampah bekas bungkus rokok beserta puntungnya dan kaleng-kaleng minuman.
Tepat 15 menit, Azkia sudah selesai. Sekarang cewek itu sudah ada didepannya. Azka memperhatikan penampilannya dari atas sampai bawah dengan tatapan yang mengintimidasi. "Kamu mau kesekolah apa mau ke Mall? Terus ini apa? Kamu semalam bergadang dan ngabisin semua bungkus rokok itu dan minuman-minuman itu? Kamu itu cewek! Apa pantes cewek kayak gitu?" Ketus Azka sambil menunjuk-menunjuk meja. Pantas saja Azkia selalu datang terlambat. Penyebabnya adalah cewek itu selalu bergadang.
"Bukan urusan lo! Lagian lo siapa? Tiba-tiba masuk ke kehidupan gue, hah?!" jawab Azkia yang tak kalah ketus.
“Oke-oke. Saya nggak mau ngabisin tenaga pagi-pagi begini. Sekarang, kamu lebih baik ganti baju dan kaos kaki kamu itu." Ucap Azka biasa saja namun sarat akan perintah yang harus segera dituruti oleh Azkia.
Azkia mendelikkan matanya. "Ishh.. gue gaada baju lagi. Baju gue semuanya kaya gini. Dan kaos kaki gue yang putih udah gue buang. Kalau lo nggak percaya lihat aja sendiri sana." Ucap Azkia.
Azka menghela nafasnya. "Oke. Hari ini saya menolerir kamu. Tapi mulai besok kamu nggak boleh pake baju kaya begini lagi. Kamu tahu?" Azka berjalan mendekat kearah Azkia. Menyelusupkan kepalanya dilekukan leher cewek itu. "Baju kamu kalau kaya gini, bisa bikin cowok nafsu lihat kamu." Bisik Azka. Azkia yang mendengarnya menelan ludahnya susah payah. Sedangkan Azka kembali menjauhkan jaraknya dengan Azkia.
"Yuk berangkat! Ini udah siang." Ajak Azka sambil menarik lengan Azkia.
Untung jarak apartement Azkia dan sekolah mereka hanya memerlukan waktu 10 menit. Jadi, kemungkinan besar mereka tidak akan telat.
***
Azkia sesekali menguap dengan mata yang sudah siap tertutup itu. Sedangkan Pak Dede, guru matematikanya masih asyik menerangkan materi tentang Matrik. Bukan hanya Azkia yang merasa mengantuk, tapi hampir seluruh murid dikelasnya pun merasakan hal yang sama. Bahkan ada murid yang sudah asyik merajut mimpinya itu. Tetapi, Pak Dede cuek-cuek saja. Prinsipnya itu kalau murid saya nggak memperhatikan saya, yasudah itu masalah dia. Paling nanti kalau mereka ulangan pasti nggak pada bisa. Jadi, bukan saya yang rugi kan? Toh yang penting saya sudah menjelaskannya..
"Def, kamar mandi yuk! Gue bosen." Defanny pun mengangguk. "Pak! Saya izin ke kamar mandi ya!" Setelah berkata itu, Azkia dan Defanny pun pergi meninggalkan kelas ini.
"Sumpah! Gimana gue mau bisa matematika coba, kalau ngelihat Pak Dede baru datang aja udah bikin gue ngatuk." Gerutu Azkia.
"Untung Pak Dede orangnya cuek. Coba aja kalau kayak Pak Reno pasti dia udah mukul kita pake penggarisnya itu kali ya?" ucap Deffany. "Eh.. Ki, kita ke kantin aja yuk! Lagian tuh guru nggak bakal nyari kita ini." Ajak Deffany. Azkia menganggukkan kepalanya.
Sesampainya dikantin, mereka membeli makanan ringan. Kemudian duduk dikursi kantin yang berada dipojok.
"Oh iya, Kak Azka gimana?" Tanya Deffany setelah meneguk air mineralnya.
"Gimana maksudnya?" Tanya Azkia bingung.
"Soal yang kemarin itu. Dia serius?"
"Kalau soal pacaran gue nggak tahu. Tapi mulai sekarang dia ngawasin gerak-gerik gue disuruh sama Pak Reno. Gue harus jadi cewek yang baik, nggak kabur-kaburan, nilai gue harus bagus dalam 1 semester ini. Kalau gue nggak berhasil, gue nggak bakal naik kelas. Dan nggak bakal bisa pindah sekolah kalau gue belum bener-bener berubah. Gila banget kan tuh guru? Gue aja frustasi dengernya. Dan gue nggak tahu harus gimana sekarang. Kata Bandel itu udah melekat didiri gue. Dan jadi cewek baik, itu bukan gue banget. Jadi arghhh..gimana caranya gue bisa bebas!!" Azkia mengacak rambutnya dan menatap Deffany dengan bibir yang dimonyongkan.
"Sabar-sabar mungkin ini saatnya buat lo tobat Ki.." ledek Deffany.
"Dan lo tahu nggak? Kalau dalam setiap satu minggu gue buat ulah, gue harus nurutin permintaan Azka sebanyak gue melakukan kesalahan itu. Tapi kalau gue nggak buat ulah, gue bisa minta satu permintaan ke dia. Dan kalau gue nggak nurutin apa kata-katanya dia, gue bakal dilaporin ke Pak Reno. Argghhh!! Setan emang!" curhat Azkia dengan menggebu-gebu. Deffany yang mendengarnya hanya mampu mengusap bahu Azkia sambil berkata "Sabar Ki, kita cari jalan keluarnya nanti bareng-bareng."
Azkia yang merasa frustasi dan butuh ketenangan itu pun mengeluarkan sebungkus rokok yang ada di saku androknya dan menyalakan rokok itu, lalu menghisapnya. "Kalau lo mau, ambil aja Def." ucap Azkia. Deffany menggeleng, sebenarnya Deffany mau, hanya saja ia kapok untuk menghisap benda itu lagi.
***
“Ka! Lo beneran pacaran sama si Azkia itu?" Tanya Arif teman sebangkunya.
"Nggak. Kemarin gue asal nyablak doang. Lagian mana mau gue sama cewek begajulan begitu. Cantik sih, tapi tetep aja gue nggak mau. Lagian gua ngelakuin itu juga karena gue disuruh Pak Reno buat deketin tuh adik kelas." Jelas Azka.
"Buat apa Pak Reno nyuruh lo?" kali ini yang bertanya Hendri.
“Gue suruh ngerubah dia jadi cewek yang baik. Imbalannya gue bakal dapat beasiswa ke Inggris. Mantap kan? Lagian cewek begajulan kaya dia bukan tipe gue sama sekali." Jawab Azka.
Hari ini, kelas Azka memang tidak ada gurunya. Pak Rudi guru itu sampai hari ini belum juga masuk. Sehingga kelas ini sedikit ramai. Kubu cewek ada yang asyik bergossip, ada juga yang berlomba-lomba untuk cantik dengan memainkan alat make-up mereka. Sedangkan kubu cowok ada yang asyik bermain games, ada yang asyik menonton video yang..
"Anjir.. Do! Anu gue tegang! Tanggung jawab lo!" teriak Rian. Murid dikelas yang terkenal m***m. Sebelas dua belas dengan Aldo temanya. Teriakkan Rian, tentu saja mengundang sebagian perhatian teman-teman dikelasnya. Termasuk Azka yang cuma selewat melihat kearah mereka sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Apa lo Ta, lihat-lihat gue? Mau ikutan lihat, sini!" ucap Rian kepada Vita yang menatap mereka dengan pandangan jijik.
"Mit amit. Nggak sudi gue lihat begituan. Mata gue masih suci. Lagian kalau guru tahu kelakuan lo berdua, abis lo!" ucap Vita lalu berlalu meninggalkan kubu Aldo dan Rian.
"Azka, lo bisa ngerjain ini nggak?" Azka pun sedikit mendongakkan kepalanya. Belum sempat Azka menjawab, Arif yang berada disebelahnya menceletuk.
"Kalau mau modus mah modus aja neng. Nggak usah sok-sokan minta diajarin. Iya nggak Hen?" Ucap Arif.
"Yoi bro..."
"Mereka aja tahu, tapi kenapa lo nggak peka sih Ka? ucap cewek ini." Viranda Qienny. Semua anak dikelas ini tahu, kalau Viranda menyukai Azka. Jangankan satu kelas, bahkan hampir semua murid di sekolah ini pun mengetahuinya. Viranda adalah cewek cantik, baik, dan pintar. Saking pintarnya, nilainya dikelasnya pun selalu bersaing dengan Azka.
“Jadi, lo kesini niatnya modus atau mau belajar? Gue peka kok. Tapi gue nggak mau ngasih lo harapan, takut nanti ujung-ujungnya lo sakit hati. Terus nanti gue yang dosa, karena nyakitin hati cewek." Ucap Azka. Tentu saja hal itu membuat Arif dan Hendri langsung menepuk-nepuk bahu Azka.
"Gue nggak nyangka lo sebaik ini sama cewek, Ka."
"Gue terhura Kaa.."
Sedangkan Viranda, cewek itu malah malu sendiri. "Nggak jadi deh, gue bakal belajar sendiri." Ucap Viranda lalu kembali ke bangkunya. Tapi dalam hatinya, ia akan terus berusaha untuk mendapatkan hati Azka. Bagaimana pun caranya. Lagian kurang apa sih dirinya. Cantik? Udah pasti. Pintar? Apalagi.
"Kalau gue jadi lo ya Ka, gue nggak bakal nolak si Viranda dah. Cantik terus pintar gitu tapi lo sia-siain. Karma lo Ka, ngegituin cewek." Ucap Arif.
"Kalau gue nggak cinta gimana? Percuma kalau tampang dia cantik, tapi hati gue nggak mau. Yang ada nanti malah kaya kepaksa gitu. Lagian, selama gue nggak ngasih harapan, hati dia nggak bakal sakit-sakit amat kok." Kata Azka lalu pria itu kembali fokus dengan soal essai sejarahnya itu.
Namanya juga orang pintar, ketika murid lain menikmati waktu dengan mengerjakan hal-hal yang tidak berguna karena tidak ada guru yang masuk, Azka malah mengerjakan tugas yang diberikan guru piket kepada kelas mereka.
***
"Ka, kok malah ke Mall sih? Mau ngapain?" Tanya Azkia.
"Saya mau beliin kamu baju seragam. Saya nggak mau, kamu kenapa-kenapa karena seragam kamu yang nge-pas badan gitu." Ucap Azka. Azkia hanya mendengus kesal. Lagian dia tidak akan bisa menolak cowok itu. Bukan apa-apa, ini demi dirinya agar bisa naik kelas.
Sesampainya didepan toko seragam, Azka menghampiri mba-mba penjaga toko ini. "Mba.. tolong cariin baju seragam lengkap sama androknya buat cewek ini yaa. Tapi kalau dia minta yang pas badan banget jangan mba kasih, kasih aja yang longgar. Terus androknya harus pas sama lututnya." Jelas Azka panjang lebar. Lalu Azka pun menarik Azkia agar mendekat kearahnya. Dan memberikan Azkia kepada mba-mba itu.
“Baik Mas.." kemudian dua perempuan itu pun pergi dari hadapan Azka.
Setelah mendapatkan beberapa pasang baju, mba-mba tadi malah datang menghampiri Azka lagi tanpa Azkia disampingnya.
"Ada apa Mba? Cewek tadi nggak nurut sama Mba?"
"Bukan Mas, anu...lebih baik Mas ikut sama saya ke ruang ganti. Takut baju yang saya pilih nggak sesuai sama perkiraan Mas." Ucap Mba-Mba itu.
Azka yang tadi sedang memainkan handphonenya pun mematikannya lalu memasukkannya kedalam saku celananya. Kemudian Azka pun bingkas dari duduknya.
"Yaudah, ayok." Azka mengikuti Mba-Mba tadi. Sesampainya disana, Azka menunggu Azkia diluar ruang ganti.
Setelah Azkia keluar. Azka memperhatikan cewek itu dari atas sampai bawah. "Androknya udah pas. Tapi bajunya masih ketat gitu. Ganti bajunya! Jangan yang ini!" Ucap Azka. Azkia menghentakkan kakinya kesal. Lalu kembali masuk kedalam ruang ganti.
Azkia yang ditemani oleh Mba-Mba tadi tak berhenti menggerutu. "Baju udah longgar gini, masih dibilang ketat. Tuh cowok maunya apa sih?"
"Mba tuh harusnya beruntung punya cowok kaya Mas tadi. Jaman sekarang tuh jarang loh cowok yang nyuruh ceweknya buat nggak pake pakaian ketat kaya gini. Malah kebanyakan cowok, nyuruh ceweknya pake pakaian ketat Cuma buat kepuasan dirinya sendiri. Dan bilang cewek gue seksi lohh... Emang Mba mau, punya cowok yang suka sama Mba karena Mba seksi?" nasehat Mba-Mba ini sedikit ngelantur. Walaupun begitu, Azkia tetap mengerti apa maksud ucapan Mba ini.
"Dia bukan pacar saya Mba. Dia cuma temen saya." Ucap Azkia setelah memasangkan kancing teratas bajunya.
Azkia pun keluar dari ruang ganti itu diikuti Mba yang tadi. "Gimana?" Tanya Azkia.
Azka kembali menatap cewek itu dari atas sampai bawah. Pas. "Udah yang ini aja." Azkia menghela napasnya lalu balik lagi kedalam ruang ganti itu untuk mengganti seragam itu dengan seragam yang sebelumnya ia pakai.
"Oh iya Mba, saya juga mau beli kaos kakinya sekalian. Warna putih yaa.. tapi yang panjang. Oke,," ucap Azka kepada Mba itu. Mba itu pun menganggukkan kepalanya.
***
"Azkia... Bangun. Udah nyampe." Azka membangunkan Azkia yang tertidur dimobilnya selama perjalanan pulang menuju Apartement cewek itu.
Azkia sedikit menggeliat. Lalu perlahan membuka matanya. "Udah nyampe?" Tanya Azkia.
"Iya."
"Yaudah kalau gitu gue duluan ya. Lo hati-hati dijalan." Azkia pun turun dari mobil Azka dengan jinjingan plastik ditangannya.
"Azkia!" panggil Azka. Azkia menoleh dan memasang wajah dengan isyarat Ada apa?. Azka pun berjalan menghampiri Azkia.
"Kamu harus langsung tidur. Kalau ada PR kamu kerjain dulu. Jangan ngerokok sampai bergadang. Kalau bisa, mulai sekarang kamu harus berhenti merokok. Kamu cewek. Nggak baik kalau ngerokok. Kasihan badan kamu." Ucap Azka. Azkia hanya menganggukkan kepalanya.
"Yaudah, kalau gitu, saya izin pulang." Azka pun kembali menuju mobilnya, dan mengendarai mobil itu menuju rumahnya.
Rasa penasaran Azka pada Azkia kini mulai tumbuh. Seperti, apa yang menyebabkan Azkia menjadi cewek seperti itu? Sejak kapan Azkia menjadi cewek perokok? Dan apa yang membuat cewek itu menjadi kecanduan dengan rokok-rokok yang mungkin saja merusak tubuhnya itu? Dan yang terakhir.. kemana kedua orang tua Azkia? Apa kedua orang tuanya itu tidak mengkhawatirkan anaknya?
Seribu pertanyaan tentang Azkia terus bermunculan dibenak Azka. Namun, tak ada satupun jawaban yang masuk akal dari pendapat yang dipikirkannya itu.