Malam usai menelepon Sri, aku tak bisa memejamkan mata. Jawaban wanita itu terngiang hingga aku tak bisa berpikir dengan jernih. Walau aku yakin bahwa Kinan adalah darah dagingku, tetap saja semuanya harus dibuktikan secara nyata ketimbang meragukannya. Kulirik Nurma yang sudah terlelap di tikar sebelah ranjang Kinan. Kinan pun sama, dia juga sudah terlelap saat ini. Hanya aku dan pikiran-pikiran yang terus melayang ke mana-mana. Tak lama, Nurma mengubah posisi tidurnya. Wanita itu memicingkan mata ketika melihatku masih terjaga saat ini. “Mas Pram kenapa?” tanyanya. Nurma bangkit dan mengambil duduk di sebelahku. “Masih kepikiran yang tadi?” Aku mengangguk. Nurma tersenyum kecil, lalu mengambil tanganku untuk kemudian diusapnya lembut. Wanita itu menatapku lekat, kemudian melempar p
Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari