Al sampai di markasnya. Ia kesal bukan main. Wajahnya pun terlihat sangat suntuk, membuat beberapa rekannya yang ada di tempat itu bingung.
Surya, salah satu rekan Al mendekatinya. "Kenapa? Datang-datang suntuk aja Lo?" Tanya Surya.
Al menatap rekannya tersebut. "Gagal." Ucap Al.
"Apanya yang gagal?"
"Misi hari ini."
Surya menepuk jidatnya, "Gue kira apaan. Baru juga sehari."
"Gue berharapnya cepat. Bisa gila gue lama-lama di sana."
"Memangnya kenapa?" Kapten Alex pun datang dari arah belakang.
"Oh Kep?" Al langsung berdiri dan memberi hormat.
"Kenapa memangnya?" Ulang Alex.
"Pasti masalah cewek. Biasalah Kep, anak baru dengan wajah begini, sudah jelas jadi rebutan."
"Sialan Lo." Kesal Al.
"Benar begitu?" Tanya Alex lagi.
Al mengangguk. "Namanya Cia. Teman sekelas saya Kep. Tapi gilanya bukan main."
Cerita Al berhasil memancing rekannya yang lain ikut berkumpul.
"Cantik nggak?" Tanya Milen.
"Ya ampun. Target 'Halo Dek' selanjutnya nih." Sorak riuh langsung menggema di ruangan tersebut.
Al memejamkan matanya kesal. Ia menatap Kaptennya.
"Gadis itu selalu mengikuti kemana saya pergi Kep. Tak mungkin saat saya sedang mencari tahu soal bully itu, saya diikuti. Bisa gagal penyamarannya." Ucap Al.
Alex mengangguk paham. "Jadi hari ini kamu lebih banyak bersembunyi?" Al mengangguk. "Jika seperti ini terus, pasti bakalan susah." Lanjut Alex.
Alex menatap timnya yang lain. Ia seketika meringis. Tak ada satupun dari mereka yang bisa dijadikan rekan Al untuk menemani Al. Pasalnya, wajah mereka terlihat tua semua. Walaupun ada yang seumuran dengan Al, namun tetap saja wajah mereka tak mendukung untuk menyamar sebagai anak SMA.
"Ini baru hari pertama. Siapa tahu setelah ini, tak ada lagi yang menganggu." Ucap Alex datar. Kaptennya dari Alvaro itu memang sedikit kaku dalam berbicara.
Al menghela nafas panjang. Ia berharap besok ia bisa melakukan pencarian tentang kasus tersebut, tanpa diikuti lagi oleh gadis yang bernama Cia itu.
Sementara di lokasi yang sama, seorang gadis manis berseragam sekolah, turun dari motornya. ia berjalan mengendap-endap seperti orang yang mencurigakan membuat salah seorang pedagang makanan di sekitar sana menegurnya.
"Neng, ada perlu apa di sini?" Tanya ini tersebut.
"Oh, nggak buk. Saya lagi ngikutin teman saya, dia tadi masuk ke sini."
Wanita itu mengernyit. Ia melihat seragam yang gadis itu pakai. Adacia. Itulah nama yang wanita itu lihat di seragam Cia.
"Kamu yakin nyari temen kamu di sini?" tanya ibu itu kembali pada Cia.
Cia mengangguk, "Yakin Bu. Tadi dia masuk ke sini."
"Tapi di sana isinya polisi semua loh. Kamu punya teman seorang polisi?"
Mendengar kata 'Polisi' yang wanita itu sebut, membuat Cia langsung melotot tak percaya.
"Po--Polisi?" Tanya Cia lebih jelas. Ia takut salah dengar.
"Iya. Ini markas polisi. Kamu cari siapa? Biar saya panggilkan."
Spontan dengan cepat Cia menggelengkan kepalanya.
"Nggak bu, nggak jadi. kayaknya saya salah lihat deh. Mungkin teman saya masuk di gang lain. Teman saya masih sekolah bu, bukan seorang polisi."
"Tapi di sana isinya polisi semua."
"Mungkin saya salah lihat kali bu. Ya udah Bu, saya permisi dulu. Makasih Bu." Pamit Cia.
Cia langsung naik ke atas motornya dan melajukan motor tersebut dengan kecepatan cukup tinggi.
Saat posisi Cia sudah menjauh dari markas polisi yang ibu tadi katakan, ia langsung mencari tempat untuk berhenti. tubuhnya masih menggigil. jelas-jelas ia melihat Alvaro masuk ke dalam rumah tersebut, tak mungkin Alvaro seorang polisi. sudah jelas-jelas cowok itu terlihat seperti anak yang masih SMA.
Apa yang sebenarnya terjadi? Jika memang Alvaro seorang polisi , sedang apa dia di SMA NUSATAMA.
Seketika memori Cia langsung memutar kembali kejadian beberapa minggu yang lalu di mana ada seorang siswa kelas 3 yang bunuh diri karena dibully oleh beberapa orang siswa yang memiliki kekuasaan orang tuanya di sekolah tersebut.
Cia yang merasa kepalanya sedikit pusing, memutuskan untuk pulang ke rumah saja. ia akan mencari tahu besok siapa Alvaro sebenarnya.
*****
Seperti rutinitas kemarin, pagi ini Al kembali bersiap-siap untuk pergi ke sekolah. Ia berharap hari ini bisa mendapatkan sedikit titik terang tentang pembullyan tersebut. Dan berharap gadis bernama Cia itu tak mengikutinya lagi.
Pamit pada kedua orang tuanya, Al meminta Restu agar misinya kali ini berjalan dengan lancar.
Tak sama seperti kemarin, pagi ini Al memutuskan untuk menggunakan mobilnya saja, cuaca juga sedang tak mendukung. Pria itu pergi lebih awal, berharap ada sedikit pencerahan. Siapa tahu nanti saat ia tiba lebih dulu, makhluk tak kasat mata di sekolah itu akan membantunya.
Jalanan pagi itu tak terlalu ramai, mungkin sedang gerimis juga. Ia melajukan dengan kecepatan sedang. Sepinya jalan raya membuat Al lebih cepat untuk sampai ke sekolah. Ia memarkirkan mobilnya di bagian parkiran khusus mobil.
Masih tampak sepi dan hanya ada beberapa siswa saja. Dan tentu saja masih seperti biasa, para siswi melihatnya dengan tatapan yang membuatnya risih.
"Alvaro!" Langkah Al terhenti saat seseorang memanggilnya. Al melihat siapa gadis yang tengah berlari ke arahnya. Sepertinya ia pernah melihat gadis tersebut.
Al melotot seketika saat otaknya mengingat kejadian saat ia bersembunyi dari Cia kemarin. Gadis ini juga sedang bersama Cia.
"Hai." Sapa gadis bernama Hesti tersebut.
Al hanya senyum menanggapi sapaan Hesti.
"Kenalin, nama aku Hesti. Kamu Alvaro kan?"
Al kembali mengangguk.
"Ih, kok nggak ngomong sih? Sariawan ya?"
Lagi-lagi Al mengangguk membuat Hesti kesal. Tapi ia mencoba untuk tetap tersenyum, "Aku bisa jadi teman kamu nggak?"
"Hm, gue ke kelas dulu."
"Eh. Tunggu dulu." hesti menarik tangan Al untuk tak pergi darinya membuat Al menatap Hesti dengan tatapan tak suka. "Opps. Sorry."
"Lo nggak kenal gue. Jadi jangan terlalu akrab." Al pun memutuskan untuk pergi ke kelas meninggalkan Hesti sendiri dengan kekesalan gadis tersebut.
Belum juga selesai masalah Cia, sekarang muncul lagi pengacau baru. Kapan ia bisa menemukan pelakunya kalau begini terus.
Detik berganti menit. Para siswa semakin banyak yang datang. Bahkan Cia juga sudah datang. Seperti kemarin, Cia langsung menghampiri Al, menyapa sambil tersenyum manis dan tidak lupa love sign yang Cia buat untuk Al.
Al menatap Cia horor. Ia mengacak rambutnya kasar.
Selama proses belajar mengajar, di jam pertama berlangsung, Al hanya berdiam diri tanpa fokus menatap Sang guru yang sedang menerangkan pelajaran di depan kelas.
Tak jauh beda dengan Al, Cia pun juga melakukan hal yang sama, namun pemikiran Al dan Cia sangatlah berbeda. Jika Al tengah memikirkan siapa dalang dari pembullyan tersebut, Cia justru memikirkan kejadian kemarin tentang ibu pedagang yang mengatakan jika rumah yang didatangi Al adalah markas polisi.
Posisi duduk Al dan Cia cukup sejajar, jadi gadis tersebut bisa melirik Al dari sudut matanya. Ia sama sekali tak melihat kesan dewasa pada tubuh Al. Cowok itu sangat terlihat imut bahkan lebih imut dari cowok-cowok SMA di sekolah ini.
Jadi sangat tak masuk akal jika Alvaro menyamar menjadi seorang pelajar.
Asik berdebat dengan pikirannya sendiri, Cia dibuat terkejut dengan suara bel tanda istirahat pun berbunyi. Cia langsung melirik ke arah Al. Pria itu masih tak bergerak dari tempat duduknya.
Tak lama kemudian, Cia terkejut melihat kehadiran Hesti di kelasnya. Gadis itu langsung mendekati Al. Seketika Cia merasa kesal. Ia tak tahu sejak kapan Hesti dan Al saling kenal.
Cia langsung melirik Al. Tak ada respon dari Al sama sekali membuat Cia tahu situasi seperti ini. Hesti, sedang cari perhatian.
Cia seketika berdehem cukup keras. Menarik perhatian Hesti dan teman-temannya di kelas. Gadis itu berdiri dan melangkah mendekati Hesti.
"Lo, punya kerjaan selain dari ini nggak?" Tanya Cia sedikit sinis.
Al menatap ke arah Cia. Ia bisa melihat tatapan kesal dari Cia.
"Nggak. Mulai sekarang kerjaan gue ya temenan sama Alvaro."
Cia berdecih sinis, "Lo temannya? Setahu gue, Sejak dia di sini, nggak ada satupun yang dia ajak berteman. Bahkan teman di kelasnya ini, nggak berani dekati dia. Jangan asal nyablak deh Lo."
"Itu sih buat kalian. Beda statusnya sama gue yang sudah jadi temannya Al."
"Cih! Ngaku-ngaku ni bocah." Gumam Cia.
Cia maju beberapa langkah ke depan, "Lo mau berkuasa lagi? Mau nunjukin kekuasaan Lo lagi? Salah tempat neng." Hesti menatap Cia tajam. Ia paham apa maksud Cia. "Gue nggak mempan sama wajah memelas kucing Lo itu. Gue tahu Lo lebih iblis dari iblis."
Al seketika menatap Cia. "Di kelas lain, Lo boleh berkuasa. Tapi di sini, gue pegang kendali."
Suasana kelas seketika hening. Tak ada yang berani maju untuk melerai.
"Lo pikir, setelah Suci selesai, Lo akan cari target baru?"
Al terdiam seketika. Ia menatap dua gadis di hadapannya.
Dan ini yang ia cari.
*****