Bagian Sembilan

390 Kata
Mataku dan mata Rama bertemu, baru saja aku ingin memberikan ia sebuah senyuman tapi tidak lama kemudian ia membuang wajahnya dariku. Aku masih tidak mengerti dengan sikap Rama, aku harus mendengar cerita lengkapnya dari mama atau papa, agar aku bisa segera menyelesaikan masalah ini. Kubuka buku Sejarah Indonesia, pelajaran yang saat ini sedang dibahas oleh Pak Syamsudin. Tiba-tiba.....sebuah kertas mendarat di mejaku, ketika ingin membacanya, Bimo memanggilku dan berkata pelan, “Kasih ke Syifa.” karena aku tidak mendengarnya jadi spontan aku bicara dengan suara yang keras, “Apa Bim???” Bimo menepuk jidatnya. “Ada apa Rania?” tanya Pak Syamsudin. Ooo...owww sepertinya aku baru saja melakukan sebuah kesalahan. “Kenapa, Pak?” tanyaku bingung. “Tadi kamu ngomong sama siapa?” “Haduh mati gue.” ucap Bimo. “Hmmm ngomong sama.... Bimo, Pak” kemudian aku menengok ke arah Bimo seolah berkata ‘sorry’ sambil memberi senyum terbaikku. “Apa yang mau kamu bicarakan dengan Rania, Bimo?” “Enggg.... gak pak, gamau ngomong apa-apa. Tadi cuma mau pinjem pulpen aja.” jawab Bimo gagap. “Benar itu Rania?” “Iya bener, Pak.” “Lalu, kertas apa itu?” “Eehhh...in...ini.” belum selesai aku menjawabnya tetapi pak Syamsudin sudah merebut kertas itu dariku. “Syifa, entar pulang sekolah kita jalan yuk? –Bimo, kekasih gelapmu.” ucap Pak Syamsudin dengan suara lantang. Sontak seisi kelas tertawa terbahak-bahak, kecuali Bimo dan Syifa. Bimo dengan wajah pucatnya, Syifa dengan wajah malunya. Kedua wajah mereka memerah. Pak Syamsudin pun tertawa terbahak-bahak sebelum akhirnya bertanya “Benar itu syifa?” “Benar apa pak?” “Benar kalau Bimo kekasih gelapmu?” Semua anak di kelas kembali tertawa. “Hahahahahaha.” “Cieee kekasih gelap.” “Kasih lampu dong supaya terang.” “Jadinya kekasih terang dong.” “Hahahhahaha, cieeee Syifa mau jalan sama Bimo.” itulah beberapa kalimat yang terlontar dari mulut anak-anak IPS 1. “Diem-diem, tenang anak-anak!” teriak pak Syamsudin tetapi masih dengan tawa kecil yang ditahannya. “Engga pak, ih apaan! Bimo itu bukan siapa-siapa saya!” Dan yang dilakukan Bimo hanya diam di bangkunya. Kemudian Syifa melihat ke arah Bimo dan berkata “Awas ya lo!” Bimo pun terlihat semakin ketakutan. “Sudah-sudah kita lanjutkan belajarnya ya anak-anak.” akhirnya suasana di kelas bisa dikendalikan oleh Pak Syamsudin.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN