Johnathan_9

1288 Kata
Johnathan melipat kedua tangannya di depan d**a. Sebelah alisnya tertarik ke atas saat mendengar permintaan Casey. Sorot matanya menatap wanita itu.   Tidak ada jawaban dari Johnathan membuat Casey membuka matanya perlahan. Dia menatap Johnathan. Di dalam hati Casey meruntuki dirinya sendiri karena meminta bantuan konyol seperti itu pada Johnathan. Tapi, dirinya harus melakukan itu.   Ini terakhir kalinya Cas, terakhir kalinya kau meminta seorang pria untuk menjadi kekasihmu. Setelah itu, kau jangan pedulikan apa kata teman-temanmu tentang kau yang tidak mempunyai kekasih, batin Casey.   "A-aku..." Casey menarik napasnya panjang, tatapannya masih cemas memperhatikan sekeliling, "Aku hanya—"   "Apa kau sering melalukan ini pada semua lelaki?"   "Maaf?"   Johnathan menoleh ke arah samping. Dia diam sejenak lalu kembali menoleh ke arah Casey. Kedua tangannya sudah lurus ke bawah sejak beberapa detik yang lalu.   "Kenapa kau memintaku menjadi kekasihmu?"   "Bukan kekasih sungguhan," ralat Casey.   "Jadi?" Johnathan menaikkan alisnya.   "Jadi..." Casey kembali bingung harus dari mana menjelaskannya pada Johnathan, "Waktu itu—"   "Tidak perlu dilanjutkan," potong Johnathan membuat Casey terperangah, "Aku tidak ingin mendengar cerita. Biarkan aku bertanya padamu, jadi kau ingin aku berpura-pura menjadi kekasihmu?"   "Iya."   "Berapa lama?"   "Satu minggu, mungkin."   "Bukankah kau harus memberi imbalan setiap kali meminta seorang laki-laki menjadi kekasih palsumu?"   "$300. Itu biaya perjanjiannya."   Johnathan tertawa sejenak membuat Casey mengernyitkan keningnya.   "Kenapa kau tertawa?" tanya Casey dengan nada tidak suka.   "Bukan itu yang aku inginkan. Aku bahkan bisa memberimu berkali-kali lipat dari biaya perjanjian yang kau tawarkan padaku."   "Lalu, apa yang kau inginkan?" tanya Casey ragu. Dia menelan salivanya saat melihat sorot mata serigala itu kembali tertuju padanya.   Johnathan kembali duduk di sofa. Dia menyesap minumannya sedangkan Casey masih berdiri di depan Johnathan. Casey mulai duduk saat Johnathan memintanya kembali duduk. Mereka pun kembali pada posisi semula.   "Apa aku harus membuat surat perjanjian?"   "Tidak perlu. Itu hanya berlangsung selama satu minggu."   "Tapi kau mengatakannya 'mungkin' bukan?"   "Aku hanya memintamu untuk menjadi kekasih palsu. Aku hanya akan memintamu untuk menemaniku setiap kali aku harus pergi bersama teman-temanku—"   "Jadi, kau selalu memamerkan kekasihmu?"   Casey menghela napas pelan untuk mengatur emosinya karena ucapan Johnathan. Dia harus bisa mengendalikan dirinya. Meskipun ucapan lelaki itu sangat tidak mengenakkan dan sering terdengar merendahkan dirinya, Casey harus bisa menahan emosinya.   "Mr. Johnathan," Casey mengetuk-ngetuk meja membuat perhatian Johnathan tertuju padanya, "Apa yang saya lakukan bukanlah urusan Anda. Anda hanya perlu menjadi kekasih palsu saya saja. Kita juga akan saling menjaga privasi masing-masing. Apa Anda mengerti maksud ucapan saya?"   "Baiklah," jawab Johnathan.   Baiklah? Apa artinya jawaban itu? Apakah dia menyetujuinya atau bagaimana? Casey menatap Johnathan dengan penuh harapan jika jawaban itu adalah sebuah persetujuan dari lelaki itu.   "Jadi... kau menyetujuinya?"   "Aku menyetujuinya. Tapi, apa kau setuju dengan yang aku ajukan sebagai bayarannya?"   ~   Casey membanting pintu tersebut saat menutupnya.  Wajahnya memerah dengan napas tersengal-sengal. Kemarahan tercetak jelas dari wajahnya saat lirikan tajamnya tertuju pada dinding pintu di belakangnya.   "Kau pikir aku akan menyetujui syarat darimu?! Sampai mati aku tidak akan menerimanya! Dasar pria m***m! Aku menyesal telah meminta bantuanmu!!!" Casey mengumpat dengan nada tinggi tanpa mempedulikan teriakannya akan di dengar oleh orang lain.   Langkah Casey langsung menuju lift.  Dia menekan tombol lift dan masuk ke dalam saat pintu lift terbuka. Hingga beberapa saat kemudian Casey sudah sampai di lantai satu. Dia keluar dari lift dan berjalan menuju pintu keluar. "Cas?"   Mendengar namanya dipanggil, Casey menoleh ke belakang. Tatapannya menemukan sosok laki-laki memakai seragam berwarna merah lengkap dengan topinya.  Sebelah tangannya memeluk benda yang di bungkus rapi.   "Apa yang kau lakukan di sini?"   "Aku... " Casey mencoba mencari jawaban sedangkan lelaki itu menatap Casey lekat.   "Aku baru selesai mengantar pesanan.  Apa kau ada waktu luang?"   Casey tersenyum kecut. Dirinya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal,  "Maaf, aku tidak bisa."   "Apa kau masih menyewa pria lain untuk menjadi kekasih palsumu?"   Tatapan Casey teralihkan. Dia menghela napas pelan. "Jack," panggil Casey pelan dengan nada memohon.   "Apa kau sudah makan malam? Aku akan mentraktirmu," Jack mengalihkan pembicaraannya.   "Aku harus pulang karena banyak pekerjaan. Mungkin lain waktu saja," jawab Casey dan melanjutkan langkahnya.   Jack menatap punggung Casey yang semakin menjauh. Helaan napas terdengar pelan dari arah Jack. Hingga rasa sesak memenuhinya saat Casey sudah masuk ke dalam taksi. Sosok wanita itu sudah tidak bisa di jangkau lagi oleh pandangannya.   Jack Malone, lelaki yang saat ini masih berdiri di tempatnya adalah mantan kekasih palsu Casey yang mempunyai perasaan terhadap wanita itu. Hingga suatu hari Jack mengutarakan perasaannya dan Casey langsung menolaknya. Tidak tahu apa alasan Casey menolak dirinya, wanita itu seolah enggan memberikan alasan.   ~   Casey melemparkan tasnya di atas meja dan membanting tubuhnya kasar di kasur. Bola mata birunya menatap lekat langit-langit kamarnya. Sebelah tangannya meraih boneka beruang berwarna cokelat miliknya.   "Jo," gumam Casey lalu memeluknya.   Kedua mata Casey tertutup perlahan. Rasa lelahnya kini berubah menjadi kantuk yang menyerangnya. Hingga beberapa saat kemudian dirinya tersadar saat mendengar bel apartemennya berbunyi.   Casey membuka matanya. Dia berjalan pelan menuju pintu. Tanpa melihat siapa yang datang, dia membuka pintu tersebut.   "Cas," sapa Charmaine dan melambaikan tangannya.   Kedua mata Casey terbelalak. Dia melihat Charmaine dan dua teman lainnya bersama kekasih mereka. Casey di tarik keluar oleh Charmaine.   "Cas, Hudson mengadakan pesta. Kau harus datang," pinta Charmaine dengan nada seolah tak menerima sebuah penolakan.   "Tap-"   "Sudahlah, lebih baik kau cepat ambil tasmu dan ayo kita pergi."   "Tapi Charmaine, aku-"   Casey tidak sempat melanjutkan ucapannya. Charmaine menarik Casey kembali dan mereka berdua masuk ke dalam apartemen untuk mengambil tas milik Casey. Mereka kembali keluar setelah mendapatkannya.   "Jangan lupa hubungi kekasihmu untuk datang."   Ucapan Leann membuat Casey mengingat sesuatu. Yaitu suatu hal yang sangat Casey benci. Dirinya tidak punya kekasih bayaran. Johnathan? Tidak. Casey tidak akan pernah menerima persyaratan lelaki itu.   "Kekasihku sedang sibuk," jawab Casey.   "What? Sibuk? Hey, memangnya apa yang menyibukkan kekasihmu hingga mngabaikanmu?" tanya Leann.   "Mereka sudah pada datang," celetuk Debora membuat pembicaraan mereka teralihkan.   "Kalau begitu cepat. Kita tidak boleh terlambat," timpal Charmaine.   Sepuluh menit kemudian mobil yang di kendarai Debora terparkir di depan sebuah club. Casey turun bersama ketiga temannya. Tampak jelas Casey merasa sungkan untuk datang ke sana.   Langkah Casey terasa berat saat memasuki Club. Hingar bingar suasana di sana membuatnya merasa jengah.   Casey duduk di salah satu kursi. Tatapannya memperhatikan teman-temannya yang sedang meliuk-liukkan tubuhnya mengikuti dentuman musik disko. Seperti inilah yang selalu dia lakukan. Duduk diam sembari menikmati minuman dan memperhatikan teman-temannya yang berada di dance floor.   Ini bukanlah suasana asing untuk Casey. Hampir setiap minggu dia di paksa teman-temannya untuk datang ke sana. Casey tidak bisa menolak undangan teman-temannya meskipun dia menginginkannya.   "Jangan melamun."   Casey melirik kearah Marilyn yang mendaratkan bokongnya di atas sofa tepat di samping Casey. Casey hanya membalasnya dengan senyuman tipis.   "Aku dengar kakimu sedang sakit. Apa sudah sembuh?"   "Hanya terkilir. Sudah lebih baik sekarang," jawab Casey.   Bola mata hijau Marilyn memperhatikan sekitar. Dia mencari sosok Johnathan. "Di mana Johnathan? Kau tidak datang dengan kekasihmu?"   "Dia sedang sibuk," jawab Casey berbohong.   Marilyn hanya menganggukkan kepalanya mendengar jawaban Casey. Setelah istirahat sejenak, Marilyn kembali bergabung dengan yang lainnya di lantai dansa.   Casey mengalihkan tatapannya. Dia menatap arah pintu. Sebuah ide gila membuatnya tersenyum. Dia ingin melakukan ide itu sekali lagi.   "Aku akan menjadikanmu kekasih bayaranku yang terakhir," gumam Casey sembari menunjuk arah pintu masuk.   Casey berniat akan menjadikan lelaki yang pertama kali masuk ke dalam club melalui pintu itu. Rasa penasaran membuat jantungnya berdegup kencang. Dirinya terus menunggu sosok kaum adam yang akan melalui pintu tersebut.   Dia pernah melakukan hal ini sekali saat di cafe. Saat itu dirinya mendapatkan kekasih bayaran berbadan gemuk dan c***l. Semenjak saat itu Casey sudah tidak melakukan trik gila ini.   Namun keinginan itu kembali muncul. Casey ingin melakukan tantangan itu lagi. Casey tersenyum pelan saat membayangkan sosok laki-laki yang akan melalui pintu itu. Akankah dia mendapatkan laki-laki gila seperti yang di kafe atau tidak? Pertanyaan itu membuat Casey semakin tidak sabar untuk mendapatkan jawabannya.   Casey terperangah saat melihat sosok lelaki itu. Bertubuh tegap dan tinggi dengan bola mata kuning tembaga. Rambutnya sedikit berantakan hingga menutupi sebagian keningnya mnambah kesan seksi yang sangat ketara. Bibirnya terkatup rapat membuat bibir bawahnya yang sedikit lebih tebal tampak jelas.   Lelaki itu melangkah perlahan seperti slow motion. Hingga tatapannya tertuju ke satu titik saat mendengar benda pecah. Casey mengerjapkan matanya menyadari gelas di tangannya terjatuh. Dia memalingkan wajahnya menghindari tatapan lelaki itu.   "Kau Johnathan?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN