Manggala berangkat ke kantor dengan perasaan segar. Meski semalaman tertidur di lantai dengan alas karpet, tapi entah kenapa badannya terasa bugar. Senyum terus tersungging di wajahnya. Kejadian langka bagi siapapun yang mengenal seorang Manggala. Sosoknya bisa dibilang jarang melengkungkan mulutnya.
Hormon endorfin dan dopamin seperti meningkat di dalam tubuhnya dan membuatnya merasa sangat bahagia. Keberadaan hormon dopamin menjadi penggerak motivasinya dan hormon endorfin menjadi penggerak euforia yang menjadikan harinya penuh semangat.
Sudah lama sekali aku tidak merasa seperti ini!
Gala masuk ke kantor dengan hati senang.
Ia memanggil Radit, "Apa jadwal saya hari ini?"
"Bapak ada rapat pagi ini pukul sepuluh bersama Bapak Suta, lalu lanjut rapat di luar pukul dua siang terkait pembukaan jalur penerbangan baru Birawa Airlines. Setelahnya kembali ke kantor dan ada makan malam bersama Ibu Nirmala. Jadwal makan malam ini saya terima dari Bapak Suta," jelas Radit.
"Hmm.. Kamu merusak suasana hatiku," Gala menatapnya sambil menunjukkan kepalan tangannya pada Radit.
"Ba-bapak kan ingin tahu jadwal," Radit berusaha menahan tawanya. Ia tahu kalau dibalik sikap galak dan ketus atasannya, Manggala Amarta Birawa selalu baik padanya.
Atasannya itu memang tidak suka dilawan tapi pada dasarnya memiliki hati yang baik dan perhatian. Tapi, tidak pernah menunjukkan dan selalu melakukannya dengan diam diam.
Seperti satu tahun lalu saat ibunya harus dioperasi jantung. Ternyata diam diam, bosnya itu membayarkan semua biaya rumah sakit dan meminta pelayanan VIP pada rumah sakit. Radit merasa bersyukur sekali. Tapi, saat mempertanyakan semua itu, bos Gala hanya menggeleng dan bilang tidak tahu apa apa.
"Sudah kamu pergi saja, daripada suasana hatiku tambah tidak enak," Gala mengusirnya.
Radit pun pergi sambil menahan tawa. Bosnya itu lucu juga. Tadi datang dengan penuh senyum, sekarang langsung cemberut. Satu sifat jeleknya memang moody dengan suasana hati yang cepat berubah.
Tak berapa lama Bapak Suta datang. Radit pun mempersilahkannya masuk ke ruang Gala.
Gala beranjak ke arah sofa dan duduk di hadapan Suta Kusuma. Keduanya melakukan rapat tertutup.
"Bagaimana?" Gala langsung bertanya.
"Ada debitur yang tidak bisa menyelesaikan kewajibannya. Tapi, dia memiliki tanah luas di Bandung yang bisa menyelesaikan semua persoalannya. Bagaimana?" Suta memperlihatkan dokumen dokumen jaminan yang ada di tangannya.
Gala tiba tiba saja tersenyum lebar, "Ambil!"
"Ambil? Semudah itu?" Suta mengerutkan keningnya.
"Kita sedang ada rencana pengembangan Grand Hotel Birawa untuk resort dan golf course. Saya lihat luas tanah dan lokasi bangunan cocok. Tapi, minta orang untuk melakukan survey dan pemetaan lokasi dulu. Kalau aman untuk konstruksi hotel sepuluh lantai dan golf course, kita ambil!" Gala menjawab dengan tegas. "Kalau tanah ini kita ambil, kita bisa menghemat anggaran puluhan milyar! Jadi ini win win solution."
"Baik," Suta tersenyum. Gala memang brilian, saat normal dan jauh dari pengaruh alkohol, Pangeran Birawa ini memang memiliki ketegasan dan kecerdasan yang membuatnya cocok menjadi pewaris dari Grup Birawa ini.
Hanya saja, sifat kurang dewasa untuk urusan pribadi dan khususnya urusan perempuan, membuat emosinya seperti tidak stabil. Satu satunya cara ya memang dengan menikah.
"Oh, ya, saya dengar Om membuat janji makan malam dengan Nirmala hari ini. Saya menolak!" Gala bicara keras.
"Bukan om yang meminta, papamu yang membuat om melakukannya," Suta menjawab apa adanya.
Gala terdiam, "Saya tidak mau."
Suta menarik nafas panjang, "Gala, papamu sudah memberikan ultimatum. Kamu tahu sendiri tipikal papamu."
"Saya tidak menyukai perempuan itu!" Gala memberengut.
"Om bisa membelamu, dan mencoba menenangkan papamu dengan satu syarat," Suta menatap Gala.
"Apa?" Gala mulai tertarik. Ia sungguh sungguh tidak ingin menikahi Nirmala Harja.
"Kamu memiliki perempuan lain yang akan menjadi calon istrimu. Kalau kamu memiliki calon lain, om akan bicarakan semua ini pada papamu," Suta menatapnya.
Gala mengetuk ngetukkan jari jemarinya ke atas meja.
"Apa ada?" Suta menahan senyum.
Ia menerima laporan kalau semalam Gala pergi ke Bandung dan kembali pagi hari. Lalu datang ke kantor hari ini dengan penuh senyum. Entah kenapa hatinya merasa kalau lelaki di hadapannya ini sedang memiliki seseorang.
"Tidak tahu," Gala terlihat bingung.
Suta mengatupkan bibirnya, "Kamu memiliki calon lain, maka om akan bantu untuk mendiskusikan semua ini pada papamu. Tapi, kamu harus bergerak cepat. Kalau tidak, papamu akan segera menemui Adimurti Harja. Saat itu terjadi, papamu tidak mungkin menarik kembali kata katanya."
"Bagaimana caranya saya agar mengulur waktu?" Gala bingung sendiri.
"Saran om, sementera ini jalani hubungan dengan Nirmala Harja. Sampaikan pada papamu kalau kamu ingin mengenal Nirmala lebih jauh sebelum melamarnya," Suta memberikan sarannya.
Gala merenung. Akhirnya ia mengangguk, "Iya, om benar. Aku harus menghindari kemarahan papa. Sementara waktu ini, paling benar untuk mengikuti dulu kemauan papa."
Suta mengangguk, "Jadi, untuk makan malam, jalan saja dulu."
"Baik om," Gala mengangguk.
***
Gala dan Nirmala berkencan di ruang VIP sky lounge Grand Hotel Birawa.
"Kenapa kamu tidak menjemputku selayaknya seorang lelaki menjemput tunangannya?" tanya Nirmala memberengut.
"Aku rapat sampai malam, daripada memutar lagi berlama lama, lebih baik kita langsung ketemu di sini. Selain itu, kita belum bertunangan," Gala mengoreksi ucapan Nirmala.
"Kamu lucu," Nirmala menatap Gala dengan jahil. Di bawah meja, kakinya naik menyentuh kaki Gala secara perlahan.
"Ah, hentikan!" Gala hanya menenggak wine di hadapannya.
Nirmala pun menurunkan kakinya sambil menahan senyum.
Gala menatap gelas berisi wine di hadapannya, tiba tiba saja bayangan Kirani hadir. Ucapannya terngiang ngiang di telinganya.
Kenapa kamu harus mabuk mabukan?
Gala menahan senyumnya.
Perempuan itu benar, kenapa aku harus mabuk mabukan?
Malam ini, secukupnya saja.
Jangan sampai mabuk Gala!
Nirmala bercerita banyak hal. Gala hanya menjadi pendengar yang baik. Ia mencoba menjadi anak baik yang tidak akan memancing amarah papanya.
Tapi, pikirannya melayang kemana mana. Bahkan, ada dorongan tiba tiba untuk kembali ke Bandung.
Ada apa denganku?
Ahhh..
Gala menghela nafas.
"Apa ucapanku membosankan?" Nirmala terlihat kesal sendiri.
"Tidak," Gala menggeleng, "Hanya saja, aku sepertinya kurang tidur. Bagaimana kalau kita akhiri pertemuan kita malam ini?"
"Aku masih ingin mengobrol," Nirmala menggodanya.
"Aku mengantuk," Gala kembali mengeleng.
"Ya sudah. Besok kita ketemu lagi," ungkap Nirmala.
Mereka berjalan keluar dari sky lounge. Nirmala merangkul lengan Gala dengan erat dan menunjukkan pada orang orang kalau mereka memiliki kedekatan lebih.
Gala hanya menarik nafas panjang. Ia bergerak menuju kamar hotelnya, "Aku pulang dulu."
"Apa kamu tidak mengantarkanku ke lobi?" Nirmala menggodanya.
Gala berpikir beberapa saat, lalu mengangguk. Ia memutuskan untuk mengantarkan Nirmala terlebih dulu. Mereka pun masuk ke dalam lift.
Lift itu kosong tanpa ada siapapun, hanya ada mereka berdua. Tiba tiba saja, Nirmala mendekat dan berjinjit lalu mengecup bibirnya dengan cepat, "Aku ingin melakukannya."
Gala tidak bereaksi.
Nirmala kembali mencium bibir Gala, kali ini dengan penuh nafsu.
"Sudah sudah," Gala menarik dirinya. "Ini di lift! Aku tidak mau ada yang melihatnya."
Nirmala hanya tersenyum, "Apa akan ada lain waktu saat aku bisa menciummu?"
"Kamu berbeda sekarang! Kenapa kamu lebih berani?" Gala menyeringai. Perempuan ini sepertinya penuh kepura puraan.
Nirmala menggodanya, "Ini aku. Kamu membuatku begini."
Ah, setiap perempuan jatuh hati begitu cepat padaku. Tidak mudah memang menemukan perempuan yang membuatku tertantang.
Gala menunduk.
Bayangan Kirani yang menangis kembali hadir dalam ingatannya. Perempuan itu terus berkata kata dan mengungkapkan kalau dia perempuan baik baik.
Memang, apa yang akan aku lakukan padamu?
Apa kamu takut padaku?
Aku berhasil membuatmu takut?
Gala menahan senyumnya.
Akhirnya pintu lift terbuka. Gala dan Nirmala melangkah menuju lobi. Pengemudi mobil yang menjemput Nirmala sudah stand by.
"Aku pulang. Bye!" Nirmala mendekat ke arah Gala dan mengecup pipinya. Ia tidak memperdulikan beberapa pasang mata yang memperhatikan mereka.
Nirmala pun masuk ke dalam mobil.
Gala tak menunggu hingga mobil itu pergi, ia langsung berbalik ke dalam hotel dan naik ke kamar hotelnya. Ia tidak sepenuhnya berbohong saat bilang mengantuk.
Faktanya memang matanya lelah dan ingin segera tidur.
Gala segera mandi dan membersihkan tubuhnya. Ia menarik laci mejanya dan mengambil scarf milik Kirani yang ia simpan. Gala berbaring di tempat tidur sambil menatap scarf tersebut.
Tiba tiba ada ide iseng yang terbersit di pikirannya. Gala mengambil foto scarf tersebut dan mengirimkannya pada Kirani.
Gala : Aku memiliki barang milikmu.
Aya : Aku mencarinya kemana mana! Itu kenangan berharga dari mamaku. Kembalikan padaku!
Gala : Kalau kamu mau scarf ini, ambil sendiri dan temui aku.
Aya : Kenapa kamu menyebalkan? Bukankah bisa kamu kirimkan melalui kurir?
Gala : Go and get it! Kamu tahu dimana mencariku.