Mata lelaki dan perempuan itu saling tatap dengan sorot tidak percaya. d**a mereka sama-sama kembang kempis, menatap satu sama lain dari atas sampai bawah, terakhir menggeleng jengah. Seakan tak percaya bahwa ... inilah orang yang akan mereka jadikan pasangan sehidup semati.
“Pengantin wanita silakan naik ke altar,” ucap pastor yang bertanggung jawab untuk melaksanakan pernikahan ini. Membuyarkan rasa terkejut sang mempelai perempuan.
Zefanya mendengar panggilan itu, menoleh pada ayahnya. Ingin protes dan menarik kembali persetujuannya menggantikan Amanda, tetapi itu tidak mungkin. Satu-satunya jalan yang bisa ditempuh adalah maju, menuju altar.
‘Tidak ada pilihan, Zefa! Kamu harus tetap menjadi pengantin bagi pria brengsekk dan baajingan itu!’ geramnya dalam hati. ‘Ingat! Ini semua demi menyelamatkan rumah peninggalan Ibu! Tidak menikah, tidak ada uang dari Amanda!’
Maka, dengan menahan napas dan mendongakkan kepala, wanita itu memenuhi panggilan pastor, segera naik ke atas altar. Tidak ada uluran tangan dari calon suami untuk membantunya naik ke altar seperti pernikahan pada umumnya.
Sean Lycus hanya diam melihat mempelai wanita dan mengumpat di dalam hati. ‘Shiit! Wanita gil4 ini yang akan aku nikahi? Fuucking crazy! Kenapa harus dia!’
Mereka berdiri berdampingan, Zefanya memandang lurus ke depan, kepada pastor sembari menahan detak jantung yang menggila. Apalagi, kini lelaki tampan berwajah dingin sedang memandanginya dengan sorot tak senang.
“Kamu Sean Lycus?” engahnya menahan gemuruh dalam d**a.
“Iya, aku Sean Lycus! Kita akan menikah dalam perjodohan konyol ini! Satu hal yang harus kamu ingat! Jangan pernah jatuh cinta kepadaku, karena aku pun tak akan bisa jatuh cinta kepadamu!”
Dingin dan sinis, begitu raut wajah lelaki itu menatap. Membuat Zefanya langsung merasa tenggorokannya kering akibat menerima ultimatum yang diucap dengan bibir Sean tersenyum pahit padanya.
“Kamu Amanda Giovanny?” tanya sang lelaki pelan, masih berbisik. “Aku kira namamu Zefanya Anelda? Kamu berbohong kepadaku? Satu hal, aku paling benci dengan pembohong!”
Zefanya menggeleng, “Dia adikku,” engahnya tanpa melihat pada Sean. “Aku tidak tahu jika ternyata kamu adalah lelaki yang harus kunikahi!”
“Aku juga tidak tahu kalau kamu adalah wanita yang harus kunikahi. Zefanya Anelda, itu namamu, bukan?”
“Iya, Zefanya Anelda Giovanny.”
Sean mengulum bibirnya, menahan emosi, “Fuuck, kamu tidak menyebutkan nama Giovanny saat kita bertemu di klub malam! Massimo Giovanny, dia pamanmu?”
Akhirnya, wajah cantik menoleh, “Kamu kecewa karena menikahiku? Kamu pikir kamu akan menikahi Amanda yang berambut pirang dan cantik itu, ya? Well, maaf karena telah mengecewakanmu,” desisnya lirih. “Dan iya, Paman Massimo adalah adik ketiga dari ayahku. Kamu berbisnis dengannya?”
Sang lelaki tertawa sinis tanpa suara, memaki dirinya sendiri. Tak percaya kalau hampir saja meniduri keponakan sahabat barunya saat di hotel kemarin. Ia lalu bertanya, “Kenapa kamu menggantikan adikmu? Di mana dia?”
Zefanya menarik napas panjang, ia harus berdusta, “Amanda sedang sakit flu parah saat ini, tidak bisa datang. Lagipula, Ayah bilang sebagai seorang kakak, aku harus menikah duluan. Jadi, di sinilah aku ... terjebak denganmu.”
Sean melirik tajam, “Sepertinya kita punya kesamaan, aku pun merasa terjebak denganmu!”
Pastor menengahi pembicaraan berbisik mereka, kemudian memulai acara pemberkatan nikah. “Kita di sini berkumpul untuk menyaksikan penyatuan dua manusia dalam ikatan suci pernikahan ....”
Saat pemuka agama mengucap ini dan itu, baik Sean maupun Zefanya sama sekali tidak mendengarkan. Mereka hanya terus mengulang kejadian di kamar hotel, tempat pertemuan pertama kali. Bagaimana mungkin setelah dari sana sekarang mereka justru menjadi suami istri?
‘Apa aku harus bersyukur keperawananku diambil oleh lelaki yang ternyata menjadi suamiku? Ish, tidak! Biar bagaimana pun, dia breng*sek karena mengambil keuntungan dariku yang sedang mabuk!’ kesal Zefanya dalam hati.
Prosesi pemberkatan nikah terus berjalan dengan mereka saling menatap penuh pertanyaan akan masa depan seperti apa yang bakal dijalani?
“Dengan kekuasaan yang diberikan padaku, sekarang kuresmikan kalian sebagai suami istri. Kamu boleh mencium mempelai wanita,” ucap Pastor tersenyum riang, menoleh pada Sean.
Zefanya mendelik, ia menatap pada Sean dengan mata terbelalak. Dalam hati menjerit kencang, ‘Tuhan! Jangan buat dia menciumku! Jangan! Jangan! Jaaa—‘
Namun, mendadak wajah Sean sudah mendekat, khususnya pada bibir merah muda miliknya. Sebuah bisikan kemudian terdengar, “Sekedar info, aku adalah pencium yang ulung! Nikmati saja dan anggap dirimu beruntung bisa merasakan ciumanku!”
Makin terbelalaklah mata Zefanya saat bibir mereka bersentuhan. Namun, beberapa detik kemudian, seiring Sean menarik lembut bibirnya dan melumat perlahan, ia memejamkan mata. Sebuah desiran liar terasa mengisi aliran darah. Tanpa sadar ... ia membiarkan dirinya dikuasai sedemikian rupa.
“Done! Aku sudah selesai menciummu. Sekarang buka mata dan tersenyumlah!” desis Sean memberi perintah sambil berbisik pelan.
Zefanya merasa bibirnya basah akibat lumatan dari Sean. Ingin mengusapnya, tetapi nanti membuat padanan lipstik menjadi tidak indah? Maka, ia akhirnya hanya terengah dan membiarkan bibir kering dengan sendirinya.
Dalam hati, ia menjerit sendiri. ‘Damn! Dia memang a good kisser! Ish, tapi dia tetap brengs3ek!’
Suara tepuk tangan terdengar meriah dan megah bersama dengan bunga-bunga dilempar ke atas mengiringi langkah Sean yang menggandeng Zefanya. Mereka berjalan menuju pintu keluar chapel di mana lokasi pesta akan berpindah ke sebuah halaman yang telah disulap menjadi panggung pesta mewah nan indah.
Sambil berjalan berdampingan, Sean kembali berbisik, “Senyumlah di depan semua orang! Aku tidak mau kamu membuatku malu dengan wajah masammu itu!”
Lirikan Zefanya sontak tertuju pada sang suami, “Cih, aku membuatmu malu? Apa kamu tidak melihat betapa manis senyumku untuk mereka? Tenang saja! Meskipun aku juga jengkel dengan perjodohan ini, tapi aku tidak akan memperlihatkannya di depan orang banyak!”
“Good, kalau begitu kita sudah dapat sebuah pengertian bersama. Perjanjian lain akan dibicarakan saat kita malam pertama.”
“Apa? Malam pertama?” pekik Zefanya membayangkan dirinya ditelanjangi dan ditindih oleh lelaki ini. Well, bukankah itu pengeritan malam pertama? Yaitu bercin*ta?
Sean menoleh, “Berapa umurmu? Kenapa terkejut sekali saat mendengar kata malam pertama?”
“25 tahun! Berapa umurmu?”
Tuan Besar Lycus tidak menjawab mengenai usianya, ia hanya menghela berat, “Aku benci wanita muda, apalagi yang banyak omong sepertimu. Kita lalui saja pesta ini dan berharap waktu berjalan cepat hingga semuanya selesai.”
Zefanya memalingkan wajah, “Fine! Aku juga sudah tidak sabar ingin lepas dari gaun pengantin ini! Rendanya membuat seluruh tubuhku gatal!”
***
Sekitar lima jam berlalu dari keduanya resmi menjadi sepasang suami istri. Kini, hotel tempat Sean menginap adalah tempat selanjutnya yang dituju.
“Bisakah kamu memesan kamar satu lagi untukku? Aku ... I mean, haruskah kita tidur satu kamar?” gugup Zefanya teringat peristiwa di mana ia bangun hanya mengenakan pakaian dalam. Tidak mau mengulang lagi dalam waktu dekat.
Sean berucap dingin, “Apa kata para tetua kalau mengetahui malam pertama kita dilewati dengan berbeda kamar? Kamu mau menjadikan aku bahan lelucon?” tanyanya menatap lekat.
“Kenapa kamu selalu murung dan pemarah? Maksudku, pernikahan ini bukan sungguhan, lalu untuk apa kita berada di ranjang yang sama?” hela Zefanya menatap sama lekat. Saking lekatnya ia sampai memperhatikan sebuah titik kebiruan di bagian kening suami barunya. “Dahimu itu kenapa?”
Dengan mendengkus, Sean menjawab, “Ada seorang wanita gila melemparku dengan sepatu hak tingginya kemarin! Dan sepatu itu tepat mengenai dahiku ini!”
Terbelalaklah Zefanya, “Wa-wanita itu ... a-aku?”
Sean menyeringai, lalu mendekat dengan gaya intimidasinya yang selalu membuat lemah kaum wanita. “Kamu tahu? Aku kemarin mengatakan pada diriku sendiri, kalau sampai aku bertemu denganmu lagi, maka aku akan menyeretmu ke tempat tidur dan membuatmu membayar semua ini!”
Setiap ia maju satu langkah, maka Zefanya akan mundur beberapa langkah hingga akhirnya punggung wanita muda itu mengenai dinding, tak ada lagi tempat untuk menghindar. Kedua lengan Sean segera mengurungnya.
“Aku tidak sengaja melempar sepatu ke wajahmu. Aku melakukannya karena kamu menodongkan pistol ke arahku. Itu adalah gerak reflek,” ucap Zefanya dengan suara parau.
“Aku menodongkan pistol ke arahmu karena kamu berteriak dan membuatku kaget! Sekarang, siapa yang salah?” desis Sean menyeringai, memamerkan wajah tampannya yang dingin dalam jarak begitu dekat.
Pundak Zefanya mengendik, “Menurutku, tetap kamu yang salah. Aku tidak membawa senjata apa pun sementara kamu menodongku. Dalam dunia kepolisian, kamu sudah salah. Itu yang pertama. Lalu, yang kedua, aku berteriak karena terkejut, aku ... aku bangun hanya menggunakan pakaian dalam saja.”
“Apakah ... uhm ... apakah waktu itu kita ... uhm ... apa waktu itu kita bercinta?” engah sang wanita menahan rasa malu. Akan tetapi, ia harus memastikan statusnya yang terbaru apakah masih perawan atau tidak.
Sean menatap dengan sorot menyelidik, “Memangnya kamu tidak ingat, hah?”
“Aku ... aku hanya mengingat sedang meremas tanganmu yang berotot. Dan uhm ... aku ingat merasakan sapuan telapakmu di pahaku, selebihnya ... aku buram,” ungkap wanita cantik itu jujur apa adanya.
Tuan Besar Lycus ingin tertawa. Sejak tadi, ia jengkel dengan kehadiran Zefanya mulai dari acara pernikahan hingga sampai di kamar hotel ini. Maka, sang mafia memutuskan untuk bermain sedikit, menggoda sedikit, dan membuat lawan bicaranya malu sendiri.
“Kuberitahu, Zefanya. Malam itu, kamu meracau bahwa aku boleh menidurimu asal memiliki uang $100.000 yang bisa kuberikan padamu secara cash!”
“Aku berkata begitu? Ya, ampun! Aku pasti sungguh mabuk!” pekik Zefanya makin terkejut hingga wajahnya memerah karena malu.
Sean terkekeh, “So ... katakan padaku, apa $100.000 itu tarifmu per malam?”
“Hey! Aku bukan pelaacur! Jaga omonganmu atau kutampar! Aku bukan wanita murah4n!” maki Zefanya marah karena dikatakan itu adalah tarifnya per malam.
“Kamu mau menamparku? Kamu? Yang benar saja!” kikik Sean meremehkan, dengan masih mengurung tubuh mungil istrinya di antara dua lengan.
Zefanya tersenyum menantang, “Lihat saja, kamu mau bukti? Aku tidak suka direndahkan, meski oleh suamiku sendiri!”
“Untuk apa kamu membutuhkan uang $100.000, hah?” tanya Sean masih tertawa sinis.
“Mana aku tahu? Namanya juga orang mabuk! Aku tidak tahu kenapa aku mengucapkan itu!” dusta sang wanita mengendikkan bahu, memutuskan untuk menyimpan rapat masalahnya sendiri. Ada harga diri yang harus ia pegang tinggi di depan orang asing ini.
Sean mengangguk, lalu meletakkan bibirnya di leher sang istri sembari berucap, “Aku suka keharumanmu. Aku suka bagaimana kamu berteriak saat mencapai klimaks! Aku suka bagaimana tubuhmu meliuk erotis saat kita bercintaa! Desahanmu, eranganmu, keindahan area pribadimu ....”
Zefanya menahan napas saat mendengarkan semua ucapan sensual Sean. Darahnya mendadak berdesir dengan panas. Kemudian, ia ertegun dalam hati, ‘Jadi, aku benar-benar telah bercinta dengannya malam itu? Dia ... dia telah mengambil keperawananku? My God! Kenapa ini harus terjadi!’
Tuan Besar Lycus lanjut berucap, “Aku menyukaimu, juga menyukai saat kita bercinta. Kita mungkin bisa mengulangnya suatu saat nanti,” kekehnya. Kemudian, dengan nada berubah serius, ia berucap, “Tapi, meski kita bisa bersenang-senang, satu hal yang harus kamu ingat adalah ....”
“Seperti yang kukatakan di awal, jangan pernah jatuh cinta kepadaku! Karena itu akan membuatmu sakit sendiri! Aku tidak ada niatan untuk menjalin cinta dengan wanita mana pun! Pernikahan ini hanya sandiwara karena sebenarnya murni urusan bisnis, paham?”
“Terserah, aku juga tidak ada niatan mencintaimu. Seleraku terhadap lelaki ... jelas bukan tipe sepertimu. Kamu ... uhm ... maaf, kamu terlalu dewasa untukku,” angguk Zefanya sekaligus memberi senyum mengejek. Ia masih syok karena ternyata keperawanannya telah diambil tanpa disadari.
Sean menarik napas panjang, berusaha untuk tidak jengkel. Ia lanjut berucap, “Yang kedua, setiap gerak-gerikku diawasi oleh para tetua. Jadi, jangan membuatku malu di depan mereka! Aku tidak mau kamu menjalin hubungan dengan lelaki mana pun!”
“Oh, jadi pernikahan ini hanya sandiwara, dan aku tidak boleh berpacaran dengan siapa pun? Kenapa ini terdengar tidak adil untukku, hah? Kita tidak saling mencinta, lalu kenapa aku tidak boleh mencintai siapa pun juga?”
“Karena yang mereka tahu adalah kamu istriku!” bentak Sean menggebrak dinding yang terletak tepat di sisi kiri telinga istrinya. “Dan aku tidak mau kamu membuat aku malu di hadapan mereka dengan terlibat skandal bersama lelaki lain, you shiiit!”
Zefanya bergeming, ia tetap diam dan menatap lurus. Gebrakan serta makian itu tidak membuatnya takut, hanya wajah nampak makin kesal. “Hmm, suka-suka kamu saja. Aku juga tidak ada niatan menjalin cinta dengan siapa pun. Kamu tahu kenapa? Karena semua lelaki itu adalah babi!”
“Hah?” Spontan saja reaksi itu meluncur dari bibir Tuan Besar Lycus. “Babi?”
“Iya! Laki-laki itu babi! Men are pigs!” kekehnya setengah berseru, menatap sebal pada Sean, jelas menunjukkan makna peribahasa itu untuk siapa. “Terutama lelaki yang suka mengambil kesempatan pada wanita mabuk untuk meniduri mereka.”
“Kamu yang menggoda dan mengajakku bercinta! Aku tidak memperkosra kamu, sialaan! Dan kamu juga menikmati setiap hentakan yang aku lakukan!” desis Sean dengan d**a kembang kempis.
“Well, aku tidak akan melakukannya jika tidak mabuk! Jadi, seperti yang aku katakan, men are pigs! Terutama mereka yang meniduri wanita mabuk tak sadarkan diri! Jangan tersinggung, aku tidak bicara tentang kamu, kok!” senyumnya dengan wajah smirk yang cantik.
Ingin sekali Sean menyumpal mulut wanita ini dengan ujung Revolver miliknya. Dia terjebak dalam kedustaannya sendiri yang telah berkata meniduri sang istri beberapa hari lalu. Akan tetapi, jika Zefanya mengadu pada keluarganya sudah ditodong pada hari pertama pernikahan, lalu bagaimana?
Menarik napas panjang, Tuan Besar Lycus menekan emosinya. “Dengarkan baik-baik, kita akan tinggal di rumah yang sama, yaitu rumahku! Kita juga akan tidur di kamar yang sama, yaitu kamar tidurku. Sehingga kalau ada yang melapor pada para tetua, mereka akan mengatakan kita baik-baik saja.”
“Tapi, biar keluarga kita berdua saja yang tahu kalau kita adalah sepasang suami dan istri. Aku tidak mau orang-orang di New York, kolegaku, rekan bisnisku, dan yang lain ... aku tidak mau mereka tahu kalau aku sudah menikah! Jadi, pernikahan ini harus kita rahasiakan!”
“Why? Takut pacarmu marah?” kekeh Zefanya.
“Tutup mulutmu! Aku tidak punya pacar! Aku hanya tidak mau terlibat berita-berita miring. Aku baru saja bercerai beberapa bulan lalu! Pokoknya, rahasiakan pernikahan kita dari orang luar!” paksa Sean menatap tajam.
“Fine, whatever. Ya, ampun! Syaratmu banyak sekali! Apa sudah itu saja?” geleng Zefanya memutar bola matanya dengan malas ke arah atas.
“Terakhir, jangan campuri urusanku, seperti aku tidak akan mencampuri urusanmu!” desis Tuan Besar Lycus. “Patuhi itu semua dan kita bisa hidup damai. Aku tidak suka dibantah, jadi jangan berdebat denganku.”
“Hmm, terserah. Sekarang, bantu aku melepas gaun pengantin ini! Turunkan resletingnya sampai habis! Tubuhku sudah gatal semua! Aku ingin mandi!” erang Zefanya, membalikkan tubuh hingga punggungnya ada di depan d**a Sean.
Lelaki itu mengernyitkan kening, “Kamu mau aku menurunkan resleting baju in sampai ke bawahi?”
“Iya! Kenapa? Ada masalah?” sahut Zefanya mengembus lelah.
Tidak ada masalah tentunya, Sean hanya melihat bahwa ujung resleting itu ada di bagian bawah bokongg sang wanita. Ia terkekeh tanpa suara dan mulai menurunkan sedikit demi sedikit.
Nampaklah punggung yang putih bersih. Terus turun ... turun ... hingga melewati pinggul, dan mulai terlihat garis teratas dari segitiga mungil yang menutupi kewanitaan sang istri. Resleting sudah terbuka dan pemandangan punggung mulus dari belakang membuat Sean diam, tak berkedip.
“Ah, akhirnya! Thanks! Aku mau mandi dulu!” Mendadak, Zefanya bergegas melangkah ke kamar mandi dan meninggalkan sang mafia yang mematung, memandangi punggung indah tersebut.
Suara air dari shower segera terdengar tak lama setelah pintu kamar mandi ditutup. Sean menghirup napas panjang, lalu bergumam pada diri sendiri. ‘Ingat, Sean! Wanita seusianya sungguh menyebalkan! Mereka hanya mendatangkan kesakitan bagimu!’
Ia melepas jas serta separuh pakaian, menyisakan hanya baju dalam yaitu kaos ketat berwarna putih serta celana kain panjang. Tubuh gagahnya itu direbahkan di atas ranjang, lalu menonton berita. Setelah sekitar 30 menit berlalu, ia mengambil ponsel dan nampak mengirim chat pada seseorang yang bernama Evan.
Sean [Semua di New York baik-baik saja?]
Evan [Semua baik, tidak ada masalah. Aku sedang berada di gudang yang akan menyimpan barang kiriman dari Massimo Giovanny. Bagaimana kabarmu di sana? Perjanjian dan lainnya berjalan lancar?”
Lelaki bernama Evan ini adalah orang kepercayaan Sean. Dulu, mereka bermusuhan, akan tetapi setelah serangkaian kejadian yang menjungkirbalikkan perasaan, keduanya sekarang bersahabat.
Mafia tampan tersenyum jengah membaca pertanyaan terakhir. Bagaimana kabarnya? Ia bergumam daam hati, ‘Orang-orang akan terkejut saat aku pulang membawa seorang wanita muda berstatus istri.’ Lalu, ia membalas chat itu.
Sean [Semuanya lancar. Ada sedikit kejutan, tapi aku berhasil mengatasinya. Yang penting, amankan gudang serta jalur transportasi mulai dari pelabuhan hingga ke sana.]
Evan [Kapan kamu akan pulang?]
Sean [Mungkin dua atau tiga hari lagi setelah urusanku dengan Massimo selesai. Ingat, pantau semuanya dan jauhkan musuh dariku.]
Evan [Oke.]
Bersamaan dengan selesainya perbincangan lewat chat, pintu kamar mandi terbuka. Zefanya keluar hanya menggunakan handuk yang melingkar mulai dari d**a sampai ke bawah b****g persis. Belahan di bagian d**a nampak begitu sempit. Tubuhnya masih terlihat basah dan mengkilat.
Sean yang sedang kembali menonton televisi tentu saja melirik, mencuri pandang, dan ia sontak terengah, ‘Fuuck me! Kenapa dia seksi sekali!’