Dua pemuda terus meringsek, memaksa Zefanya untuk pergi bersama mereka ke sebuah hotel dan bersenang-senang di sana dengan lebih private. Namun, wanita muda nan jelita secara reflek menepis tangan nakal dan tidak sopan tersebut.
“Hands off! Jangan sentuh aku! Sudah kubilang, aku tidak mau pergi ke hotel denganmu! Kamu pikir aku ini wanita murahhan, hah? Lepaskan tanganku!” amuk Zefanya menarik lengannya.
Saat ia menarik lengan dari cengkeraman Jacob, dunia serasa makin berputar. Efek empat atau lima gelas Dry Martini telah membuatnya limbung teramat sangat hingga rasa mual menghampiri.
“Aku janji, kamu akan merasa senang di sana! Kita bisa saling mengenal satu sama lain dengan lebih baik! Come on! Kamu sangat cantik! Aku menyukaimu!” seru Jacob mengiringi langkah sang gadis menjauh, terus merayu.
Zefanya berjalan cepat dengan terengah, tidak peduli apa kata dua lelaki itu atau apa mau mereka. Ia hanya ingin segera pulang ke hotelnya sendiri dan tidur karena mata dirasa semakin berat, sulit untuk melihat. Apalagi, saat menoleh ke belakang, ternyata dua pemuda itu terus mengikutinya.
‘Sial! Aku meninggalkan senjataku di New York dan sekarang aku dalam bahaya!’ kesalnya dalam hati, berkali-kali melihat ke belakang dan dua lelaki itu justru tersenyum m***m kepadanya.
Ia terus melarikan diri hingga tiba-tiba menubruk seseorang. Parahnya lagi, tidak sekedar menubruk, tetapi cocktail yang ia bawa tak sengaja tumpah dan mengotori jas yang jelas-jelas berkualitas terbaik, mahal! Ia sering melihat ayah dan paman-pamannya memakai jas serupa.
“My God! Maafkan aku!” pekik Zefanya terbelalak. Ia mengusap-usap d**a bidang sambil perlahan mendongakkan kepala ke atas. Ada wajah tampan dengan sorot mata tajam menatapnya.
Napas Zefanya berhenti berembus. Ada sesuatu pada sorot tersebut yang seakan menghipnotis dirinya, membuat lemas seluruh tulang, bahkan menjadikan jantung berdenyut lebih kencang.
Apakah ketampanannya? Atau kharisma yang menguar di sekitar tubuh gagah maskulin? Atau pada bodyguard yang mengiringi ... di mana berarti lelaki ini adalah seseorang yang sangat penting hingga membawa pengawal ke mana pun dia pergi?
“Jas ini berharga belasan ribu dollar, dan kamu telah merusaknya. Katakan, bagaimana caramu menebus kesalahan fatal ini, hmm?” ucap sang lelaki menyeringai dingin.
“Aku sungguh minta maaf! Aku ... uhm ... aku akan menggantinya?” jawab Zefanya asal berucap. Ia tahu tak mungkin bisa melakukan hal tersebut. Akan tetapi, pengaruh alkohol membuatnya mengoceh apa yang pertama terlintas di pikiran.
Lelaki itu tertawa dengan suara serak, berat, seksi .... “Kamu akan menggantinya? Yeah, right!’ gelengnya meremehkan. “Sudah kukatakan harganya belasan ribu dollar!”
Tiba-tiba dua pemuda tanggung yang m***m itu datang. Jacob langsung menarik lengan Zefanya, hanya untuk mendapat penolakan yang kesekian kalinya.
“Sudah kubilang, jangan ikuti aku, jangan sentuh aku!” bentak Zefanya melotot. Kemudian, ia menyelinap ke belakang punggung tegap dan solid, ke belakang lelaki yang baru saja ia kotori jasnya. Sesuatu mengatakan dia akan lebih aman di situ. Saat menghirup keharuman parfum bernuansa maskulin dari punggung kokoh, matanya terpejam selama beberapa detik.
‘Dia sungguh-sungguh bukan orang sembarangan! Bau parfum ini bukan bau parfum murahan!’ kikik otak mabuknya di dalam hati. ‘Damn! Siapa kamu sebenarnya, Hot stuff?’
“Hey! Jangan bersembunyi! Kamu harus ikut dengan kami!” bentak Jacob berusaha kembali menarik tangan Zefanya.
Lelaki dengan wajah dingin dan jas yang kotor terkena cocktail menghalangi langkah Jacob. Ia menoleh ke belakang, “Kamu kenal dengan mereka?” tanyanya bernada datar.
“Baru kenal di sini. Kami mengobrol biasa, tiba-tiba mereka memaksaku ke hotel,” jawab Zefanya dengan tubuh yang semakin limbung. “Aku tidak mau ke hotel dengan mereka!”
“Kamu dengar itu? Pergilah dari sini! Dia tidak mau pergi denganmu!” desis sang Tuan Besar menyeringai sinis.
Raul terkekeh, “Kamu tidak tahu siapa kami?” sombongnya memperlihatkan sebuah pisau dan satu pistol di pinggang yang tertutup jaket.
“Dan kamu juga pasti tidak tahu siapa aku.” Baru saja lelaki gagah itu selesai mengucap, anak buahnya telah menodongkan pistol kepada Raul hingga dua pemuda terbelalak.
“Get lost! Aku sedang tidak mood untuk meladeni kalian, anak muda b******k! Jangan halangi langkahku atau anak buahku akan membuat kalian menyesal,” ancam suara berat terdengar berdesis.
Namun, Jacob justru marah mendengar dirinya usir. Ia sontak melayangkan pukulan, dan situasi cepat menjadi kacau karena justru wajahnya yang berbalik terkena hantaman kencang hingga tersungkur berdarah di atas lantai. Pengunjung lain berteriak melihat pertengkaran yang terjadi.
Raul tidak lepas dari sasaran serangan balik. Jari-jarinya dipelintir sampai ke belakang oleh salah satu pengawal hingga menjerit kesakitan. “Aduh! Aduuuh! Sakit! Sakit!”
“f*****g punk!” desis Tuan Besar mendengkus. “Lepaskan mereka! Kita pulang!”
Ia berjalan dengan gagah, sama seperti sebelumnya. Akan tetapi, kali ini ada Zefanya yang menempel di punggung seperti perangko. Wanita itu menertawakan nasib kedua pemuda yang kini sudah terkapar di atas lantai, kesakitan.
“Rasakan!” kikiknya menjulurkan lidah pada Raul dan Jacob.
***
Mereka terus berjalan sampai ke pintu keluar di mana sebuah mobil Rolls Royce Cullinan telah menanti. Mobil mewah itu makin membenarkan teori sang wanita bahwa pria yang baru saja ia kotori jasnya bukanlah orang sembarangan.
“Kamu sudah aman, pergilah!” ucap lelaki itu datar, tetap dingin.
“Aku boleh ikut sampai ke ujung jalan? Di sini jarang ada taksi dan ... temanku entah sudah pulang atau belum, aku tidak dapat menemukannya. Boleh aku menumpang?”
Pria itu berbalik, menatap lekat. Sebuah kenangan melintas di benak. Suatu waktu dulu, ia juga pernah menyelamatkan seorang wanita muda seperti ini dari ancaman p****************g. Wanita yang kemudian menorehkan kisah ... sudahlah, ia enggan untuk mengingatnya kembali.
Menarik napas panjang, ia mengangguk lirih. “Ya, sudah. Masuk!”
Mereka berdua duduk di kursi yang dilapisi kulit terbaik. Zefanya menyenderkan kepala di headrest, lalu memejamkan mata. Ia mendengar sang lelaki bertanya siapa namanya.
“Aku Zefanya Anelda. Siapa namamu?”
Namun, lelaki itu tidak menjawab. Ia hanya tersenyum dingin dan memperhatikan suasana malam di luar jendela. Lagi, bayangannya menuju pada seorang wanita yang ada di kota asal. Hati serasa diremas keras, ada perih di sana.
Ketika sudah sampai di ujung jalan, ia menoleh. “Sudah sampai, turunlah!”
Tidak ada jawaban, rupanya Zefanya sudah tertidur. “f**k!” desis sang lelaki. “Heh, bangun! Bangun!”
“Kita tinggal di pinggir jalan juga dia akan tetap tertidur, Tuan. Dia sangat mabuk,” ungkap salah satu pengawalnya.
Sean bingung untuk sesaat hingga akhirnya memutuskan, "Ya, sudah, bawa saja ke hotel dengan kita! Aku tidak tahu di mana dia tinggal.”
“Apa saya harus memesan kamar lagi, Tuan?”
“Tidak, dia ... dia akan tidur denganku.”
***
Memasuki kamar hotel yang bertaraf presidental suites alias jenis kamar termahal, ada sebuah champagne terletak di meja bundar dekat pintu masuk. Sebuah surat kecil terdapat di bagian bawah.
“Compliment for Mr. Sean Lycus.”
Ya, Sean Lycus, itulah nama lelaki yang kini sedang berdiri memandangi anak buahnya meletakkan Zefanya di atas ranjang. Saking mabuknya, perempuan itu tidak bisa bangun hingga harus digendong.
Mata cokelat Sean tak berkedip, betapa wanita itu sunguh cantik. Lekuk wajah nyaris sempurna, bibir merah basah, dengan kulit seputih s**u. Sungguh, dia seperti bidadari yang turun dari langit.
“Ada lagi yang harus kami lakukan, Tuan Sean?” tanya Claudio, pengawal paling setia.
Menggeleng, “Tidak ada, keluarlah,” jawab Sean masih memperhatikan Zefanya. Ada hasrat kelaki-lakian yang timbul ketika mata mulai menatap lekuk di d**a, serta paha mulus yang tersingkap sedikit.
Setelah anak buahnya menutup pintu, barulah ia beranjak menuju pembaringan. Gerai rambut cokelat panjang wanita itu semakin mempermanis wajah jelita.
Duduk di sisi ranjang, Sean tersenyum sendiri. Namun, senyum itu bukanlah senyum bahagia atau senang. Sebaliknya, raut wajah lelaki itu nampak sendu, ada awan pedih yang seakan bergelayut menaungi. Setiap melihat wanita muda, ia teringat seseorang ....
Tiba-tiba, Zefanya menggerakkan tubuh dan membuka mata perlahan. Mereka lalu beradu tatap. Ia terkekeh, kembali meracau. “Hai, Hot Stuff!” sapanya menyentuh punggung tangan Sean, memanggil lelaki asing dengan sebutan Hot Stuff, lalu mengusap terus ke atas hingga merasakan liuk otot kekar di balik jas halus.
“Apa yang kita lakukan di sini berdua, Hot Stuff?” kekeh wanita itu sudah di luar nalar. “Uuh, aku suka lenganmu yang kekar! Berapa jam kamu habiskan sehari di gym? Pasti kamu nampak begitu gagah tanpa baju yang melekat!” kikiknya meracau tidak karuan.
Ucapan Zefanya membuat bayangan wanita lain itu pergi dari kepala Sean. Bahkan, kalimat terakhir yang mengatakan dia pasti gagah tanpa baju melekat membuat hasrat kelaki-lakiannya tergoda untuk melakukan hal tersebut.
“Apa yang akan kamu lakukan, jika kukatakan bahwa aku ingin bercinta denganmu malam ini?” desis Sean dengan suara berat dan seksinya. Memutuskan untuk mengikuti insting laki-laki yang sudah dipengaruhi sekian gelas minuman keras.
Jari besar dan kokoh meremas jemari lentik Zefanya yang sedang bermain di lengan kekarnya. Ia bawa ke depan bibir dan menyesapnya perlahan. “Sudah cukup lama aku tidak bercinta karena ... karena dia pergi meninggalkanku,” engah Sean menatap redup.
Zefanya terkikik terus menerus, “Kamu patah hati? Aku juga patah hati! Lelaki b***t itu menipuku! Hahaha!”
Sean mengangguk, ia tahu lawan bicaranya sedang mabuk berat. Apa yang mereka perbincangkan saat ini tidak akan diingat lagi oleh Zefanya ketika sadar besok pagi. Hal ini membuatnya santai mengiyakan bahwa sedang patah hati.
Terutama, karena mereka tak saling kenal. Yakin setelah besok pagi datang, mereka akan berpisah dan tak pernah bertemu lagi selamanya.
“Jadi, apakah kita akan bercinta malam ini? Anggap saja sebagai tebusan karena telah mengotori jas favoritku,” rayu Sean mendekatkan wajahnya hingga embusan napas hangat terasa di pipi sang wanita.
Keduanya saling tatap, dan meski dalam kondisi mabuk, Zefanya masih bisa tahu bahwa lelaki ini sungguh tampan! Hanya saja, karena mabuk itu pula, mulailah otaknya bergeser sedikit dan memberi syarat yang sungguh konyol.
“Kamu boleh tidur denganku, asal mampu memberikan uang $100.000 ... secara cash,” racau wanita cantik berambut panjang dengan aroma alkohol menyeruak kasar dari bibir merah muda.
Lelaki tampan yang nampak matang dan gagah itu menatap dengan senyum nakal. Menikmati pemandangan teramat jelita di hadapan. Seorang Sean Lycus memiliki sejarahnya sendiri yang berhubungan dengan meniduri sekian banyak wanita cantik sebelum ini.
Sean merayapkan tangan di lutut mulus, terus naik hingga mengusap paha lembut. Rok mini yang dikenakan oleh Zefanya mulai didorong naik ke atas. Tangan nakalnya mulai merayap ke dalam rok.
Sudah lebih dari dua bulan ia tidak melepaskan hasrat kelaki-lakian. Mendapati ada sosok sedemikian cantik, ditambah beberapa gelas alkohol yang juga telah mempengaruhi akal sehat, sepertinya ini adalah waktu yang tepat untuk memuaskan diri sendiri.
Ia mendekatkan bibirnya di leher harum, lalu berbisik, “Mi Amor, jangankan $100.000, satu juta dollar pun akan kuberikan malam ini jika itu bisa membuatmu bercinta denganku,” rayunya mengangguk.
“Kalau begitu, aku milikmu, wahai Tuan Tampan ....”
Membuka jas, meletakkan pistol Revolver-nya di meja sebelah ranjang, bibir yang dikelilingi kumis tipis tercukur rapi berbentuk kotak mulai menjelajah tengkuk jenjang. Deru napas mereka memburu, bersama hasrat ... menimbulkan desahan pelan, dan ....