"Jangan dibuka!" seru Revano, tapi terlambat....
Brak!!
Pintu didorong dengan sekuat tenaga oleh Asma, sehingga, orang yang mengetuk kaca terbanting ke tanah.
"Ayo Om, mainkan!" seru Asma sebelum melompat turun dengan lincahnya dari dalam mobil.
Revano tertegun sesaat, tapi orang yang menodongkan pisau menarik kerah kemejanya. Revano menatap orang itu.
"Keluarkan dompet, dan ponselmu!" perintah sang begal.
Revano menurunkan tangannya, berlagak ingin mengambil dompet dari saku celananya. Tapi yang ia lakukan, adalah menaikkan kaca mobil dengan cepat, tangan si penodong terjepit di kaca, pisau terlepas, dan jatuh di samping tubuh Revano. Lalu Revano menurunkan lagi kaca mobil, diiringi dengan dorongan kuat pintu mobil, seperti yang dilakukan Asma tadi.
Penodong Revano terjengkang ke belakang. Revano berlari ke sisi mobil yang lain, karena mencemaskan Asma.
"Lili!"
"Beres, Om!" Asma mengacungkan dua jempolnya, penjahat itu tertelungkup di tanah, tak mampu lagi bergerak. Revano termangu, ia masih tidak percaya, kalau Asma mampu melawan si penjahat sampai tertelungkup tidak berdaya.
"Lawan Om mana?"
"Ooh iya!" Revano berlari untuk menemui penodongnya. Penodongnya tidak ada lagi di tempat tadi, tapi tampak keramaian di tengah jalan. Terjadi kemacetan. Tampak mobil patroli keliling Polisi datang, dan parkir di dekat mobil Revano.
Revano langsung melaporkan apa yang baru saja menimpanya. Dan menunjukan si penjahat yang babak belur dipukul Asma.
Sementara dua Polisi mengurusi si penjahat, Polisi lain mengurus korban tabrak lari yang baru saja terjadi. Karena penasaran, Reno berusaha melihat korban tabrak lari itu.
"Dia teman penjahat itu, Pak! Dia tadi yang menodong saya," ucap Revano pada Polisi, saat ia melihat wajah korban tabrak lari.
"Sebaiknya, Bapak ikut ke kantor Polisi, untuk membuat laporan."
"Baik, Pak."
"Lili, kita ke kantor Polisi sekarang. Enghh, kamu tidak apa-apa, tidak ada yang luka?"
"Tenang saja, Om. Aku tidak apa-apa." Asma tersenyum, lalu memutar tubuhnya di depan Revano.
"Aku mencemaskanmu!" Revano meraih Asma ke dalam dekapannya.
"Uy ... uy ... uy, belum halal, Om. Om Buto Ijo. Iih, cari kepastan, dalam kepistan nih!" Asma berusaha melepaskan diri dari pelukan Revano.
Revano melepaskan dekapannya.
"Aku tidak menyangka.... "
"Maaf, Pak. Kami tunggu di kantor Polisi," suara Polisi membuat Revano tidak menyelesaikan ucapannya.
"Ooh, iya baik, Pak."
"Ayo ke mobil," Revano masuk ke dalam mobil, Asma mengikutinya. Revano membawa mobilnya menuju kantor Polisi.
"Lili, aku tidak menyangka kalau kamu bisa mengalahkan penjahat tadi. Kamu bisa bela diri?"
"Bisa dong! maminya niniku, mantan body ... body, pengawal. Keren'kan, pempruan, eeh perempuan jadi pengawal pribadi," jawab Asma dengan perasaan bangga.
"Oh ya, jadi bodyguard siapa?"
Meluncurlah cerita dari mulut Asma tentang Salsa, dan Tari.
"Maminya ninimu masih ada?"
"Heum, usianya sudah delapan puluh lebih. Tapi, Papinya nini sudah meninggal."
"Ooh, nah kita sampai."
Mereka ke luar dari dalam mobil, dan masuk ke kantor Polisi, untuk melaporkan penodongan terhadap mereka.
"Pak Polisi, boleh jenguk penjahatnya tidak?"
"Heey, untuk apa!" seru Revano yang sangat terkejut dengan permintaan Asma.
"Tadi aku belum sempat minta maaf, sudah mukulin si bapak itu," gumam Asma.
"Apa? Kamu sakit?" Revano meletakan punggung tangan di kening Asma.
"Apa sih, Om!" Asma menepiskan tangan Revano.
"Ya ... kamu itu lucu, Lili. Mana ada orang minta maaf pada penjahat yang dia pukuli!"
"Dimana lucunya? Dia memang sudah berbuat jahat, tapi perbuatan jahatnya itu dilakukan karena dua kemungkinan. Itu pekerjaan dia, atau dia melakukannya karena terpaksa. Kalau dia melakukannya dengan terpaksa, karena apa? Perasaanku mengatakan, dia melakukannya karena terpaksa. Ayolah, Om. Kita ke rumah sakit ya," mohon Asma.
"Tidak, aku mau pulang, aku mengantuk!"
Revano berjalan menjauhi Asma.
"Pak Polisi, tolong antarkan aku ke rumah sakit tempat orang itu dirawat. Aku mohon, aku tidak tenang, kalau belum tahu alasan dia berbuat jahat." Asma merengek pada Polisi yang ada di situ. Revano menghentikan langkahnya. Diputar tubuhnya, ditatap Asma yang masih memohon pada Polisi.
Revano menghembuskan kuat napasnya, ia tidak mungkin meninggalkan Asma begitu saja. Asma tanggung jawabnya, itulah yang ia rasakan saat ini.
Revano mendekati Asma, diraihnya jemari Asma.
"Ayo kita pulang!"
"Aku tidak mau pulang, aku ingin ke rumah sakit!"
"Iya, iya, kita ke rumah sakit. Di rumah sakit mana ya, Pak. Bisa saya minta informasinya?"
Polisi itu menyebutkan rumah sakit tempat dua penjahat itu di rawat.
"Terima kasih, Pak. Kami pergi dulu." Revano berpamitan pada Polisi, ditarik lengan Asma agar mengikuti langkahnya.
"Masuk!" perintahnya, saat mereka tiba di dekat mobil.
"Ke rumah sakit'kan? Kalau tidak aku tidak mau masuk mobil."
"Iya, aku bilang iya. Cepatlah masuk ke mobil!" seru Revano yang sudah berada di belakang setir.
Asma masuk ke dalam mobil. Revano menyalakan mesin mobilnya. Mereka meninggalkan kantor Polisi, menuju rumah sakit tempat kedua penjahat itu dirawat.
Tiba di sana, mereka bertemu Polisi yang tadi membantu mereka. Revano menyampaikan maksud kedatangannya. Polisi mengijinkan mereka masuk ke ruangan tempat penjahat yang dipukuli Asma dirawat.
Mereka terpaku di ambang pintu. Melihat seorang wanita, dan dua orang bocah berpakaian lusuh ada di sana. Mata Asma langsung berkaca-kaca. Perasaannya semakin yakin, kalau pria yang ia pukuli itu bukanlah penjahat. Tapi, karena saat itu ia merasa terancam, maka ia memukuli si bapak tanpa ampun.
"Ibu, siapanya Bapak?" tanya Asma dengan suara lirih.
"Dia suami saya, ini anak-anak kami. Adik ini siapa?"
"Saya yang tadi ditodong Bapak," jawab Asma. Si ibu langsung berlutut, dan bersujud di kaki Asma. Memohon agar Asma memafkan suaminya.
"Maafkan suami saya, dia terpaksa ikut dengan Lukito membegal, karena kami tidak punya uang untuk menebus bayi yang baru saya lahirkan dari rumah sakit."
Air mata Asma luruh di kedua pipinya, ia teringat akan cerita Abbanya, saat Abbanya kecil dulu. Abbanya tertangkap karena mencuri di kebun kainya, demi untuk memberi makan ibu, dan kedua adiknya.
Kainya memafkan Abbanya, bahkan mengangkat Abbanya beserta adik-adiknya sebagai anak asuh. Mereka diberikan tempat tinggal. Diberikan pekerjaan, bahkan Abbanya diterima sebagai menantu oleh kainya.
"Lili.... " Revano menyentuh lembut bahu Asma, dan membangunkan Asma dari lamunannya. Asma menunduk, menatap si ibu, dan kedua anaknya yang sedang berlutut memohon kepadanya.
BERSAMBUNG