PART. 6

888 Kata
Mereka sudah di dalam mobil menuju pulang, tak ada yang mereka bicarakan, karena sedang sama-sama kesal. Revano fokus ke jalan di depannya, sedang Asma terkantuk-kantuk di sebelahnya. Revano melirik Asma yang kepalanya kini bersandar di pintu mobil. Mata gadis itu terpejam. Revano menarik napasnya, lalu kembali fokus pada jalan di depannya. Mereka tiba di rumah, Asma terbangun tanpa dibangunkan. Tampaknya gadis itu hanya tidur ayam. "Sudah sampai?" "Iya," sahut Revano sambil membuka pintu mobil. Revano ke luar dari mobil, begitupun Asma. "Ambil barangmu," Revano membuka pintu belakang mobil. Asma mengambil paper bag yang berisi pakaiannya. Asma mengikuti langkah Revano masuk ke dalam rumah. Rumah tampak sepi, mereka berdua langsung naik ke lantai atas, dan masuk ke dalam kamar masing-masing. Asma masuk ke dalam kamar mandi, di sana sudah tersedia peralatan mandi baru. Dari sikat gigi, pasta gigi, sampai sabun mandi. Asma berpikir, pasti bibik yang sudah menyiapkannya. Ia menggosok gigi, lalu ia yang masih merasa mengantuk, membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur. Tapi, ia terjangkit bangun, teringat kalau ia belum sholat dzuhur. Asma ke luar dari dalam kamarnya, diketuk pintu kamar Revano. "Apa?" Revano membuka pintu, dan berdiri di hadapannya, mengenakan baju koko biru muda, sarung biru tua, dan peci putih. Mata Asma tak berkedip menatap wajah pria di hadapannya. Meski ia harus mendongak saat melakukannya. "Om Buto Ijo ganteng, sama gantengnya dengan Bang Wira," gumam Asma, tanpa mengalihkan tatapan dari wajah Revano. Revano menghela napasnya, ia kesal dibandingkan atau disamakan dengan pria lain. "Kamu ingin apa?" "Haah ... ooh, aku mau sholat, tapi tidak ada mukena, pinjam di mana?" "Ikut aku!" Revano ke luar dari dalam kamar, ditutupnya pintu kamar, lalu ia berjalan meninggalkan kamarnya. Asma hanya menatapnya. Langkah Revano terhenti, ia menolehkan kepala. "Lili!" "Haah! oh ... iya." Asma segera menyusul Revano menuruni anak tangga. Mereka menuju ke sebuah kamar yang pintunya dibuka Revano. Mereka masuk, pintu dibiarkan Revano terbuka. "Wudhu di sana!" Revano menunjuk ke luar pintu samping yang terbuka. Asma mengikuti arah yang ditunjuk Revano. Ia mengambil air wudhu dari keran yang ada di sana. Lalu ia kembali masuk ke dalam kamar yang ia yakini sebagai musholla di rumah ini. Revano sudah sholat lebih dulu, tapi ia sudah menggelar sajadah untuk Asma di pojok kamar itu. Mukena terlipat rapi di atas sajadah. Revano ke luar dari musholla, saat Asma belum selesai sholat. Revano menuju dapur, bertanya pada bibik kemana orang-orang di rumahnya, sehingga suasana sangat sepi. "Anak-anak minta dibawa ke tempat bermain, Mas Vano. Jadi pada pergi semua." "Ooh." "Mas Vano, sama Mbaknya ingin makan?" "Tidak, Bik. Kami sudah makan." "Calon istrinya Mas Vano cantik sekali, seperti artis India, Priti Sinta, tapi Mbak Asma matanya lebih besar, alisnya lebih tebal" ujar bibik sambil senyum-senyum. Revano hanya tersenyum mendengar ucapan bibik. "Ya sudah Bik, aku kembali ke kamarku," pamit Revano. "Iya, Mas." Revano ke luar dari dapur, ia menuju musholla, ternyata Asma sudah tidak ada lagi di sana. Ia yakin, Asma sudah kembali ke kamarnya. Revano mengetuk pintu kamar Asma, untuk memastikan gadis itu memang sudah masuk ke dalam kamar. "Ada apa?" "Tidak apa-apa," sahut Revano. "Tidak apa-apa, kok ketuk-ketuk pintu kamar, mau nagih sewa kamar?" mata indah yang terlihat mengantuk itu mendelik gusar. 'Eeh, galakan dia dari pada yang punya rumah.' batin Revano. "Tidak, aku mencarimu di musholla, kamu tidak ada. Jadi aku memastikan saja kalau kamu ada di dalam kamar." "Takut aku kabur, Om? Takut aku tidak bayar hutang? Apa pelru KTP ku aku kasih Om sebagai janiman?" "Perlu, dan jaminan, Lili.... " "Nah itu, aku tidak perlu melarat, Om sudah tahu maksudku." "Meralat, kamu sedang apa?" "Mau tidur, aku mengantuk." "Mengantuk, di pewasat, eeh pesawat tadi kamu tidur, di mobil tadi juga tidur, masa.... " "Mana aku tahu, tanya mataku nih kenapa dia terus mengantuk!" Asma melebarkan matanya, ia berjinjit agar Revano bisa lebih dekat melihat matanya. 'Ya Allah, jauhkan aku dari godaan setan yang tekutuk," batin Vano. Ia harus jujur, ia tergoda oleh keindahan mata Asma, tergoda oleh bibir mungil yang kini berada di hadapannya. "Ayo tanya sama mataku, kenapa dia mengutuk, eeh mengantuk terus!?" suara Asma terdengar kesal. Bibirnya dimanyunkan, membuat debaran di dalam hati Revano semakin tidak karuan. Apa lagi, Asma mendongakan wajahnya begitu rupa, seakan menantang Revano untuk menciumnya. Meski, Revano tahu, Asma tidak berniat menggodanya. Revano mendekatkan wajahnya, bibirnya mendekati mata Asma, sontak mata Asma terpejam, ia ingin menarik diri, untuk menjauhi Revano. Tapi, Revano memegang kedua bahunya. Mata Asma kembali terbuka, bibir Revano begitu dekat dengan wajahnya, bahkan bibir Revano kini sudah menyentuh puncak hidung mancungnya. Asma seperti terhipnotis, ia tidak mampu bergerak. Seumur hidupnya, ini pertama kali ia sedekat ini dengan seorang pria. Asma memejamkan matanya, wajah Revano seperti menguasai wajah mungilnya. "Mata, kenapa kamu ingin tidur terus?" Revano berbisik di depan mata Asma yang tertutup, bibirnya menempel di kelopak mata Asma. Asma tersadar saat merasakan bibir hangat Revano sudah mengecup matanya. Ia memukul d**a Revano dengan kuat. "Kenapa aku dicium!" serunya, matanya kembali terbuka, dan menyorot tajam pada wajah Revano. "Aku tidak menciummu, aku hanya sedang berbisik pada matamu!" Revano melepaskan kedua tangannya dari bahu Asma. "Haah, jauh-jauh! Kalau belum nikah tidak boleh pegang-pegang, apa lagi cumian, eeh ciuman!" Asma kembali menjinjitkan kakinya, agar bisa protes tepat di depan wajah Revano. Kedua telapak tangan Revano mengepal, bukan karena ia marah, bukan. Tapi, karena ia harus menahan dirinya, dari keinginan untuk mencium bibir Asma yang sangat menggodanya. BERSAMBUNG
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN