8

1037 Kata
Kali ini tak perlu permainan lama. Cukup permainan singkat dan cepat tanpa mengurangi kualitas kepuasan keduanya. Ayu menarik napas panjang dan menghembuskan napasnya perlahan. Ayu prlu mengontrol kembali detak jantungnya melalui napasnya yang masih memburu. Al tersenyum bahagia dan menyentuh bibir Ayu yang seksi dengan ibu jarinya. "Nona benar -benar hebat," bisiknya lembut sambil menarik kembali resleting celananya dan merapikan rambutnya yang sempat terkena jambakan oleh Ayu karena tak bisa menahan diri. Posisi duduk seperti itu tentu membuat Al dan Ayu gemas sendiri. Al mengambil celana dalam milik Ayu dari saku belakang dan memakaikan kembali celana itu pada tubuh Ayu dan menutup piyama tipis itu kembali agar kembali rapi. Ayu tak bisa berkata -kata lagi. Tubhnya melem terus hingga sore karena Al. Ayu sendiri tak bisa menolak karena ia butuh sentuhan itu. "Aku ingin membersihkan diri dulu. Aku tidak ingin Mas Edwin curiga," jelas Ayu yang kemudian turun dari kursi dan kembali masuk ke dalam kamar menuju kamar mandi. Ayu mengguyur tubuhnya kembali dengan air shower yang dingin. Ia tahu perbuatan ini sangatlah salah dan tidak dibenarkan. Kalau Mas Edwin tahu, sudah tentu talak tiga ia dapatkan arena sudah berani bermain asmara dengan supir pribadi suaminya. Tak perlu waktu lama. Kini, Ayu memakai pakaian yang lebih tertutup dan casual. Ayu tidak ingin memberikan celah untuk Al yang sudah candu pada tabuhnya itu. Ayu harus berani membatasi diri agar kenikmatan itu tidak terjadi lagi dan lagi karena hanya akan menumpuk dosa besar. Saat Ayu keluar dari kamar, Al menatap Ayu dengan tatapan penuh cita. Bukannya sedih melihat Ayu yang menutup tubunya dengan pakaian tertutup. Al malah tersenyum dengan gemas. "Kenapa senyam senyum begitu?" tanay Ayu yang kini memakai kemeja lengan panjang dan celana jeans yang pas ditubuhnya. "Nona cantik banget. Nona pikir, saya hanya ingin bermain -main dengan Nona? Nona salah besar. Saya ingin serius menjalani hubungan dengan Nona, bukan sekedar majikan dan supir," jelas Al kembali dengan suara yang begitu yakin dan mantap. Ayu menggelengkan kepalanya dan tersenyum kecut pada Al. "Tolong Al ... Lupakan semuanya," titah Ayu pada Al. Ayu membuka kulkas dan mengambil minuman kaleng bersoda. Ayu mencoba membukanya, tapi sulit sekali kaleng minuman itu dibuka. Al berjalan mendekati Ayu dan mengambil kaleng minuman itu lalu dibukanya dengan mudah. "Ini minumlah," titah Al pada Ayu. Benar kata pepatah yang selalu bilang bahwa sekuat -kuatnya wanita mandiri, pasti tidak bisa membuka minuman kaleng. Itu fakta. Padahal membuka minuman kaleng itu lbih mudah dibandingkan mengerjakan pekerjaan rumah tangga dari A -Z sendirian sampai tuntas. "Terima kasih, Al," jawab Ayu langsung meneguk minuman bersoda yang dingin itu. Rasanya begitu segra. Aroma jeruk nipis yang melegakan tenggorokannya setelah kelelahan yang luar biasa Ayu rasakan sejak siang bersama Al. Al duduk kembali dimeja makan dan kembali menikmati mie instant yang dibuatnya dengan beberapa toping diatasnya. Ayu sempat melirik ke arah mie instant yang sangat wangi dan nampak lezat. "Mau? Aku buatkan atau ini saja, baru aku makan sedikit," titah Al menggeser mangkoknya sedikit ke arah Ayu. Ayu menatap Al lalu tersenyum lebar. "Kamu lama -lama mirip kayak Mas Edwin ya?" ucap Ayu menarik mangkuk mie itu dan langsung melahap mie instant dengan nikmat. "Enak?" tanya Al pada Ayu. "Rasanya mie instant kan begitu. Nikmat banget pokoknya. Udah lama gak makan beginian," jelas Ayu lagi masih menyeruput kuah mie instant dengan nikmat. "Bikin candu kayak kamu, Nona," jelas Al tertawa bahagia. Hati Al kini sudah mulai bisa melupakan rasa sedihnya. Sejak sering bersama dengan Ayu, Al merasa Ayu adalah segala -galanya bagi Al. Ayu menatap Al dan melotot tajam ke arah Al lalu berpura -pura marah. "Jangan menggodaku, Al!" ucap Ayu lagi. "Aku tidak sedang menggodamu, Nona. Apa yang aku katakan ini adalah fakta, bukan sebuah dusta," jelas Al menatap lekat manik Ayu yang terlihat malu. "Kamu itu sedang patah hati. Jadinya kamu hanya memikirkan bagaimana caranya kamu bisa bahagia lagi," jelas Ayu menjelaskan lalu mengunyagh potongan sosis. "Apa arti sedih? Kalau ternyata aku hanya dkhianati?" ucap Al dengan tatapan nanar. "Kamu yakin? Kamu dkhianati?" tanya Ayu merasa iba. "Sangat yakin bahkan didepan kedua mata kepalaku sendiri. Dia mencumu dan bermanja pada lelaki yang sudah beristri," ucapnya kesal. "Lalu?" tanya Ayu singkat sambil menelan kunyahan makana yang ada di dalam mulutnya. "Aku ingin balas dendam," jawab Al singkat. "Sudah kamu lakukan?" tanya Ayu lagi dibuat penasaran. "Sudah. Tapi aku malah terjebak pada cinta yang berbeda rasanya," jelas Al menatap Ayu dengan tatapan tajam. "Maksud kamu? Kamu sudah jatuh cinta lagi?" tanay Ayu tertawa. Semakin lama, Al semakin lucu dan membuat Ayu tertarik pada gaya bicara Al yang lembut dan perawakannya yang tampan. Al mengangguk kecil dan menyentuh tangan Ayu. Ayu tediam dan mengamati tangan Al yang kemudian menggenggam erat tangannya. "Aku jatuh hati padamu, Nona. Sangat mencintai kamu," ungkap Al dengan sangat jujur. "Al ..." Al mengangguk kecil seolah tahu apa yang ingin diucapkan oleh Ayu. "Menikahlah dneganku, Nona," pinta Al begitu yakin. Ayu menggelengkan kepaanya pelan, "Aku gak bisa Al. Aku punya suami, Mas Edwin. Biar bagaimana pun, dia tetap suamiku, dan aku harus patuh padanya." Tatapan Ayu tak bisa berbohong. Ayu begitu bimbang. Situasi mendadak hening, saat Ayu menatap ke arah belakang Al. Ia menatap Dyah yang keluar dari paviliunnya hanya menggunakan piyama handuk dan mengambil pesanan makanan tanpa melihat ke arah pintu belakang paviliun Ayu yang terbuka. Al menoleh ke arah belakang dan menatap Dyah yang sedang berbincang pada kurir lalu masuk ke dalam lagi. Kondisi itu membuat AL langsung menutup pintu belakang dan membuka tirai agar bisa melihat dengan jelas dari arah dalam. Al menarik tangan Ayu dan menunjuk ke arah Dya yang keluar lagi dengan dompet panjang khas milik Mas Edwin. Tak berapa lama, Edwin ikut keluar untuk mengambil makanan pesanannya dengan telanjang d**a. Ia menatap paviliun Ayu yang masih tertutup tapi sudah menyala semua lampunya lalu kembali masuk ke dalam. Al menoleh ke arah Ayu. "Sepertinya tuan mencurigai sesuatu. Aku lebih baik pergi dulu melalui pintu depan. Aku prgi dulu, Nona," pamit Al dengan cepat. Tak lupa ia mengecup bibir manis milik majikannya. Al melesat ke arah pintu depan sambil enenteng sepatunya lalu keluar dengan santai seolah tidak ada masalah. Ayu masih bertanya -tanya didalam hatinya sendiri. Kenapa, Mas Edwin ada di paviliun milik Dyah dan kenapa harus membuka pakaian? Apa ada yang tidak beres?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN