Sisa Hari

1292 Kata
Selamat membaca! Setelah beberapa menit hanya memandangi dua buah angka yang tergores pada pergelangan tangan tepat di bagian nadinya, Alan pun memutuskan untuk menemui Laura. Ia berharap agar wanita itu dapat membantunya memecahkan misteri yang terdapat dari dua angka yang kini terus dipandanginya sepanjang langkah menuju ke kamar Laura. Kamar yang ada di sisi lorong yang lain dari kamarnya. "Sebenarnya angka apa ini? Kenapa tiba-tiba ada dua angka ini di tanganku?" tanya Alan yang sejak tadi masih tak menemukan jawaban dari rasa penasarannya. Setibanya di belokan terakhir menuju kamar Laura seketika langkah Alan terhenti saat sosok Laura hampir ditabraknya lagi seperti kejadian tadi pagi. Namun beruntung, kali ini Laura dapat menghindar. "Alan, kenapa kamu jalan terburu-buru seperti ini?" tanya Laura melihat keanehan yang ditunjukkan oleh Alan. "Coba kamu lihat ini!" Alan menunjukkan pergelangan tangan di mana dua angka itu muncul secara tiba-tiba setelah pria itu mengalami mimpi buruk. "Kenapa dengan angka itu? Kenapa kamu kurang kerjaan sekali ya sampai menulis dua angka itu pada tanganmu?" tanya Laura saat melihat dua angka tepat pada nadi tangan Andrew. Mendengar pertanyaan Laura, Alan pun terkekeh lucu sebelum akhirnya pria itu kembali menampilkan raut wajah yang penuh keseriusan. "Ini muncul sendiri dan aku sama sekali tidak pernah menulisnya." Tak pelak jawaban dari Alan mengejutkan Laura yang tak percaya jika dua angka itu bukanlah ditulis sendiri oleh Alan. Kini wanita cantik itu pun langsung meraih tangan Andrew untuk melihat angka tersebut dari jarak yang lebih dekat lagi. Namun, hal itu malah membuat Laura menjadi sangat canggung karena keduanya kini saling bertemu pandang hingga mereka pun terdiam beberapa detik dan hanya saling menatap ragu. "Jika melihat Laura dari jarak sedekat ini, aku seperti melihat Emilia saat pertama kali bertemu dengannya," gumam Alan kembali teringat akan sosok istri yang sangat dirindukannya. Sementara Laura, masih nyaman menatap wajah Andrew yang menurutnya lebih berkarisma semenjak jiwa Alan berada di tubuh kekasihnya itu, Membuat Laura tak mampu memungkiri bahwa ia begitu kagum dengan sosok pria yang kini dilihatnya. "Ya Tuhan, kenapa pria ini selalu berhasil membuatku gugup? Kenapa dia begitu tampan saat ini?" batin Laura masih nyaman menatap wajah Andrew. Lamunan keduanya pun seketika buyar, di saat Emily tiba-tiba muncul membawa sebuah troli yang berisikan beberapa peralatan bersih-bersih. "Maaf, Nona. Bisakah saya lewat." Mendengar perkataan asisten rumah tangganya itu, Laura pun seketika melepas tangan Andrew yang sejak tadi digenggamnya. "Ya, lewat saja. Kenapa harus bertanya?" Dengan wajah yang masih memerah, Laura mengatakan hal itu. "Kalau begitu saya permisi dulu ya, Nona. Maaf lho, kalau saya mengganggu. Saya mau bersih-bersih dulu soalnya kata Tuan Jeff kamar tamu yang kosong itu akan ditempati oleh seorang pria yang baru saja datang." "Pria siapa, Em?" tanya Laura penasaran. "Itu lho, Non. Katanya pria itu yang akan jadi bodyguard, Nona," jawab Emily hingga membuat raut wajah Laura berubah masam saat ini. "Ternyata secepat ini. Padahal baru saja Daddy mengatakannya tadi, tapi dalam beberapa jam saja bodyguard itu sudah datang ke rumahku." Laura masih sulit menerima jika ke depannya ia akan selalu dikawal oleh pria asing yang dipekerjakan sang ayah untuk melindunginya. "Kalau begitu saya permisi dulu ya, Nona." Emily pun beranjak pergi setelah sebelumnya sempat menatap kagum sosok Andrew yang hanya terdiam mendengar percakapannya dengan sang majikan. "Jadi menurutmu ini apa, Laura?" tanya Alan sesaat setelah Emily sudah menjauh pergi hingga tak mungkin bisa mendengar perkataannya. Pria itu terlihat menunjukkan angka yang tertulis pada pergelangan tangannya. "Apa ini menunjukkan sisa hari kamu dalam tubuh Andrew?" Laura balik bertanya. Membuat Alan yang sempat berpikiran sama dengan Laura pun kian meyakini bahwa memang angka tersebut adalah sisa harinya. "Jadi kemungkinan benar. Berarti aku tidak punya waktu, Laura. Aku harus segera berangkat ke London. Ini tidak bisa ditunda lagi," ucap Alan memutuskan dengan raut wajah yang penuh keyakinan. "Tidak bisa, Alan. Lusa kita ada ujian semester. Jadi kita tidak akan bisa pergi dalam Minggu ini." Seketika Alan mulai menampilkan raut kesal pada wajah Andrew. Ia merasa Laura tidak dapat mengerti keadaannya dan hanya memikirkan kepentingan Andrew saja tanpa memedulikan apa yang menjadi tujuannya kembali diberi kesempatan untuk hidup. "Kenapa di saat seperti ini kamu masih memikirkan Andrew saja? Aku tidak punya banyak waktu, Laura. 24 hari itu waktu yang sedikit. Sekarang aku malah harus membuang waktuku lagi selama 7 hari ini. Coba kamu pikirkan, apa mungkin aku bisa membalaskan dendam kematianku juga keluargaku hanya dalam waktu 17 hari saja!" "Kamu pasti bisa. Aku sangat yakin itu." Dengan santai, Laura menjawab perkataan Alan yang terdengar penuh penekanan. "Apa yang membuatmu menjadi sangat yakin?" tanya Alan dengan kedua alis yang saling bertaut dalam. "Ya, karena kamu adalah seorang agen MI6 terbaik di kota London. Jadi aku yakin kamu pasti bisa menyelesaikan misi balas dendammu itu. Aku sudah banyak melihat rekam jejaknya di internet. Semua penghargaan yang kamu dapat dan beberapa kasus sulit yang dapat kamu pecahkan sendirian. Kamu itu hebat, Alan. Aku sangat yakin, bukan hal yang sulit untuk kamu dapat menemukan dan menghabisi mereka," ungkap Laura coba menenangkan Alan yang tampak resah karena mengetahui jika ia ternyata tak memiliki banyak waktu di tubuh Andrew. "Semoga saja kamu benar dengan semua yang kamu katakan." Alan membuang wajahnya, lalu pergi begitu saja tanpa menunggu Laura menjawabnya. Namun langkahnya bukan kembali ke kamar, melainkan ke sebuah balkon yang berada di ujung lorong. "Alan, kamu mau ke mana? Kamu marah?" tanya Laura masih menatap kepergian Alan yang semakin menjauhinya. "Ternyata ada waktunya. Jadi hanya 24 hari, waktu yang tersisa untuk Alan. Apakah setelah itu Andrew akan kembali ke tubuhnya? Terus bagaimana dengan jiwa Alan, apa pria itu kembali mati dan menghilang untuk selamanya?" Beragam pertanyaan timbul dalam pikiran Laura. Ia benar-benar tak mengira jika ternyata Alan memiliki tenggat waktu untuk hidup di tubuh Andrew. Tak ingin membiarkan Alan sendiri, Laura pun memutuskan untuk menyusul langkah pria itu yang tak lagi terlihat dalam pandangan matanya. Namun, di saat ia hendak melewati persimpangan lorong menuju balkon, suara Jeff terdengar memanggilnya. "Laura," panggil pria paruh baya itu dengan suaranya yang terdengar berat. Laura pun menoleh ke arah sumber suara. Langkahnya seketika terhenti tepat di persimpangan. "Apa, Daddy? tanya Laura yang sudah langsung menebak jika sang ayah akan menyuruhnya untuk ke bawah dan menemui bodyguard itu. "Ada seseorang yang ingin ayah perkenalkan ke kamu. Segera ke bawah ya!" "Dad, tolong jangan sekarang ya!" Laura menolak dan kembali melanjutkan langkah kakinya yang sempat terhenti. Membuat Jeff kembali memanggil putrinya dengan suara yang lebih keras dari sebelumnya. "Laura, kalau kamu tidak ke bawah. Maka Daddy akan menarik semua fasilitasmu, mulai dari kartu kredit dan uang sakumu setiap bulan tidak akan Daddy berikan." Jeff pun pergi begitu saja. Meninggalkan Laura dengan segudang pikiran yang seketika timbul memenuhi isi kepalanya. "Ya Tuhan, sekarang aku tidak mungkin menolak perintah Daddy. Bagaimana bisa aku membiayai keberangkatan Alan ke London jika Daddy menarik semua fasilitasku? Sebaiknya aku turuti dulu kemauannya." Laura pun dengan berat hati merubah arah langkah kakinya untuk menyusul Jeff yang sudah pergi lebih dulu menuruni anak tangga. Pandangannya masih menatap ke arah balkon di mana Alan terlihat berada di sana. "Maafkan aku, Alan. Aku tidak bisa menemanimu sekarang. Sebenarnya aku dapat mengerti dengan apa yang kamu rasakan saat ini, tapi tidak mungkin juga jika Andrew harus mengulang semester ini, saat dia kembali ke tubuhnya karena kamu tidak mengikuti ujian akhir lusa nanti." Sorot mata Laura tampak sendu. Ia merasa serba salah karena harus memaksakan kehendak Alan. Namun, semata-mata semua itu dilakukannya agar Andrew tidak mengalami kerugian karena tubuhnya sedang dipinjam oleh Alan. "Jadi sebenarnya Alan hanya memiliki 30 hari untuk menuntaskan misi balas dendamnya sejak pertama kali pria itu hidup lagi, saat di pantai itu," batin Laura mengingat sebuah momen di mana waktu itu ia benar-benar sangat terkejut ketika tahu bahwa bukan Andrew yang berada di tubuh kekasihnya. Melainkan jiwa Alan, seorang agen MI6 yang tengah dalam misi balas dendamnya. Bersambung ✍️
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN