• Seorang Senior
Berbaring di atas kasurnya, pria itu menghela nafas panjang, “Aku telah membuat kesalahan besar dalam hidupku,” ucap Ye Shao.
“Aku mengajak dua gadis kelas atas itu untuk bertaruh, terlebih lagi taruhannya adalah dengan sesuatu yang aku lemah di dalamnya. Belajar... Ah... Itu adalah sesuatu yang sangat sulit sekali aku bisa berdamai dengannya.”
Ye Shao kemudian bangun dari tempat tidurnya, dia kemudian melihat ke arah tas sekolahnya. Bak mendapatkan sebuah panggilan, pemuda itu kemudian mengambil buku dari dalam tas itu kemudian dia duduk di meja belajar.
****
Di malam yang sama, di sebuah tempat hiburan. Kelompok Meng Hao sedang berkumpul untuk bersenang-senang. Kemudian suara telepon membuat kesenangan pria itu terhenti.
“Senior Wu Zhong? Ini pasti tentang Xia Ning Chan lagi, haruskah ku jawab? Ah... Memangnya aku punya pilihan? Sebenarnya aku tidak ingin berurusan dengan pria itu lagi tapi, dia sekarang punya kelompok besar yang namanya terkenal di seluruh kota N.”
Dengan terpaksa Meng Hao mengangkat teleponnya. Terdengar suara musik yang sangat keras ketika telepon itu diangkat, beberapa suara gadis dan suara botol yang di benturkan satu sama lain.
“Junior Meng, ada apa? Kenapa lama sekali kau mengankat telepon dariku, ha? Apa kau mulai tidak menghormati seniormu ini?” kata Wu Zhong.
“Hahaha... Senior Wu, bagaimana mungkin aku berani. Tadi itu aku sedang ke kamar mandi dan hpku aku tinggalkan di meja,” jawab Meng Hao.
“Kuhh... Si k*****t itu pasti berada di sebuah klub mahal di temani oleh gadis-gadis cantik dan minum banyak anggur kelas atas. Tuan Muda dari keluarga kaya memang tidak pernah ragu menghambur-hamburkan uang mereka,” pikir Meng Hao.
“Bagaimana? Apa bunga yang aku titipkan padamu sudah kau sampaikan ke Xia Ning Chan?”
“Tentu saja, Senior Wu. Aku mengantarnya seperti biasa, dan Dewi Xia memperlakukanku seperti biasa. Lagi-lagi dia langsung membuangnya ke tempat pembuangan,” jawab Meng Hao.
“Sepertinya memang harus aku yang memberikannya secara langsung.”
“Ya! Itu bahkan akan lebih bagus, gadis dengan harga diri seperti dewi Xia itu akan langsung melemparkan bunganya tepat ke wajahmu,” umpat Meng Hao dalam hatinya.
“Bagaimana dengan orang yang ingin berpacaran dengannya? Seberapa banyak orang yang menyatakan perasaan mereka pada Xia Ning Chan hari ini?” tanya Wu Zhong.
“Sejujurnya Senior. Hari ini mungkin adalah hari patah hati. Dewi Xia... Dia sepertinya menyukai Ye Shao sejak lama. Baru hari ini aku lihat Dewi Xia menempel pada seorang pria, dan dia adalah Ye Shao.”
“Menempel katamu?!” Wu Zhong berdiri menghiraukan gadis yang duduk merangkul dirinya sambil memegang gelas berisi anggur.
Gelas itu jatuh, sontak suara pecahnya cukup membuat semua orang di sana kaget.
“Ada apa, kawan?” ujar salah satu kawan Wu Zhong.
Wu Zhong memberikan isyarat tangan pada temannya itu untuk diam.
“Katakan padaku, apa yang kau maksud dengan menempel itu?!!” murka Wu Zhong.
“Tentu saja yang ku maksud adalah Dewi Xia seharian ini merangkul tangan Ye Shao seperti seorang kekasih,” jawab Meng Hao.
“b*****t!!! Kau tidak sedang main-main denganku, kan? Meng Hao!!” dengan sangat emosi Wu Zhong mengatakannya.
“Aku tidak berani melakukannya, Senior Wu. Aku mengatakan apa yang sebenarnya terjadi di sekolah. Selain itu, Ye Shao tidak hanya di dekati oleh satu dewi sekolah, melainkan dua.”
“Hari ini ada seorang murid baru yang tidak kalah cantik jika di banding dengan Dewi Xia. Dia juga dari keluarga konglomerat yang tidak kalah memiliki reputasi. Kau pernah dengar tentang keluarga Meng? Tentu saja bukan Meng dari margaku, maksudku adalah Keluarga Meng yang itu.”
“Ya! Aku tau Keluarga Meng yang mana yang kau maksud. Aku bertemu dengan Patriark keluarga Meng itu beberapa hari yang lalu di sebuah pesta.”
“Terima kasih atas infonya, Junior Meng. Biar aku mengurus sisanya.”
Wu Zhong menutup teleponnya, dia menggenggam HP-nya dengan kuat lalu membantingnya ke lantai.
“Seseorang harus lebih buruk nasibnya dari HP ini!” seru Wu Zhong.
Kemudian dia melangkah pergi sambil menginjak HP itu.
****
Ye Shao berwajah cerah setelah beberapa jam belajar, dia baru saja menyadari suatu hal yang baru setelah sekian lama.
“Belajar sama sekali tidak seburuk itu, kupikir otakku akan meledak tadinya. Ya... Ternyata memang benar, ini bukan masalah bisa atau tidak bisa. Ini hanya persoalan apakah kau mau atau tidak mau. Ternyata semua orang bisa melakukannya jika mereka mau.”
“Aku rasa aku bisa memenangkan pertaruhan dengan kedua gadis berisik itu. Jika aku bisa merubah peringkatku ke peringkat satu maka aku tidak perlu kencan dengan mereka. Ya! Aku harus menghindari itu, karena merepotkan.”
Layar HP Ye Shao menyala, pria itu langsung mengambil dan melihat apa yang tertera di layar. Ternyata itu adalah Meng Gu Cao, pria itu menelpon.
“Sore, Kakek Meng. Kejutan apa lagi kali ini?” ujar Ye Shao.
“Hahaha... Maaf, Nak Ye. Kau pasti sangat terkejut karena aku tidak mengatakan apapun sebelumnya. Bagaimana? Apa kau semakin bersemangat karena Meng Bingbing sekarang satu kelas denganmu?”
“Terimakasih Kakek Meng, berkatmu aku terlibat dengan taruhan yang merepotkan. Aku tidak akan membicarakannya denganmu.”
“Sialan kau, Kakek Tua. Kau benar-benar berbuat seenaknya. Dengan pengaruh dari Kakek Meng sepertinya hampir semua hal mungkin di lakukan, pindah sekolah di akhir semester? Menempatkan cucunya di kelas yang sama denganku? Memiliki reputasi seperti kau bisa melakukan apapun yang kau inginkan,” pikir Ye Shao.
“Hahaha... Sebenarnya kau ingin berterima kasih padaku karena aku memindahkan cucu cantikku untuk menemanimu selama di sekolah. Tapi aku juga tidak akan mau membicarakan pada pemuda yang sedang malu-malu.”
“Nak Ye, aku punya sesuatu yang ingin aku diskusikan denganmu,” nada pembicaraan Kakek Tua Meng Gu Cao berubah menjadi serius.
“Katakan!” jawab Ye Shao dengan tegas.
****
Dengan memakai jacket Ye Shao pergi dari rumahnya di sore yang dingin.
“Kira-kira apa yang di inginkan oleh Pak Tua itu kali ini, ya? Dia memintaku kesana, jadi ini harusnya sesuatu yang sangat penting.”
Beberapa mobil melewati Ye Shao yang sedang berjalan di trotoar, lalu mobil di barisan paling belakang berhenti.
“Itu Ye Shao, pria yang memakai jaket itu adalah Ye Shao. Suruh anak-anak berhenti. Kemudian ikuti dia, saat ada kesempatan kita hajar b******n itu,” ujar Wu Zhong.
Satu orang turun dari mobil yang di tumpangi Wu Zhong, orang itu bertugas untuk mengikuti Ye Shao secara diam-diam.
“Cari jalan untuk putar arah, jangan mengikuti Ye Shao dengan mobil yang beramai-ramai, atau dia akan mulai curiga. He Jun akan pergi menahan Ye Shao di tempat sepi nanti. Lalu kita akan pergi ke lokasi He Jun.”
“Semuanya mengerti?” ujar Wu Zhong memberikan pesan siar lewat grub chat mereka.
Mobil-mobil itu segera bergerak menjauh dari perumahan tempat Ye Shao tinggal.
“Tukang hayal itu mimpi apa hingga Xia Ning Chan mau menempel padanya? Tapi tak peduli apapun yang di impikan oleh si Tukang Hayal, aku akan segera membangunkan dia dari mimpinya itu.”
“Xia Ning Chan hanya milik Wu Zhong, jika ada yang berani mendekatinya, itu akan sama dengan dia mendekati kemalangannya sendiri.”
****
Seseorang bernama He Jun yang di tugaskan untuk membuntuti Ye Shao berhasil mengendap-endap dengan sangat baik. Dia sangat dekat dengan Ye Shao, namun langkah Ye Shao tidak terlihat panik, dia melangkah seperti tidak merasakan apapun. He Jun merasa dia sangat ahli dalam melakukan tugas ini.
He Jun langsung mengabari kawan-kawannya lewat Chat Grub, “Aku sepuluh langkah di belakang target, tapi sepertinya dia tidak menyadari keberadaanku.”
“Kalian harus lihat bagaimana aku melakukannya, aku seperti seorang detektif ahli. Langkahku senyap bagai kepakan burung hantu.”
“LOL! Itu karena yang kau buntuti adalah orang yang sangat bodoh,” balas salah satu kawan di chat grub.
“Wkwkwkw... Mungkin pria yang di buntuti saudara He punya masalah pendengaran.”
“Bahkan jika kau berjalan menggunakan gelang kaki, pria itu tidak akan pernah menoleh. Wkwkwkw! LOL!”
Baru saja merasa percaya diri, setelah melewati sebuah bangunan. Dia kehilangan jejak Ye Shao.
“Sial! Kemana perginya orang itu? Apa karena aku mengikuti dia sambil chatting-an? Tapi aku beberapa kali melirik dan dia masih berada tepat di depanku,” ucap He Jun.
Tidak ada apapun yang bergerak di tempat itu, kecuali gerakan kertas yang di terbangkan oleh angin. Gang yang cukup luas untuk di masuki oleh dua truk kecil itu benar-benar kosong.
He Jun berusaha memberitahu lewat Chat kalau dirinya kehilangan jejak Ye Shao. Setelah mengetik beberapa kata, sebuah tangan menutupi layar handphone He Jun. Ketika dia hendak mendongakkan kepalanya, tangan lainnya menghantam wajah pria yang berniat menguntit Ye Shao.
He Jun langsung pingsan di tempat hanya dalam satu kali pukul. Ye Shao mengambil handphone pria itu untuk mencari tau apa yang sedang He Jun rencanakan sampai dia harus membuntuti Ye Shao.
Ye Shao melihat sebuah tali yang menggantung di atas kepalanya, kemudian dia mendapatkan sebuah ide.
Ye Shao melakukan ide itu, saat dia mengambil handphone He Jun yang ia simpan di saku jaketnya, Handphone itu sudah terkunci.
“Sensor sidik jari?”
Ye Shao menggantung He Jun secara terbalik dengan tali yang ia temukan di tempat itu, tangan He Jun melambai-lambai ke bawah, Ye Shao menggunakan sidik jari pria itu untuk membuka handphone-nya.
Ye Shao mencari tau niat He Jun melalui pesan di grub Chattingnya. Lalu dia membaca semua nama di grub itu, tapi hanya ada satu nama yang tidak asing baginya. Nama itu membuat Ye Shao mengenang beberapa masa lalu di sekolahnya yang cukup tidak mengenakkan.
“Wu Zhong? Jadi itu kau...”
“Senior...”
****