• Membuka Mata
Ye Shao mundur dan kembali ke tempat mulanya dia berdiri. Uang yang ia sodorkan pada Meng Hao untuk menggodanya ia masukkan kembali ke dalam saku.
“Si4lan, jadi kau ingin menempuh jalan kekerasan,” kata Meng Hao.
“Setiap pertarungan adalah apa yang membuat seorang pria tumbuh dan berkembang. Tidak peduli kalah atau menang, yang terpenting adalah... Kau melakukan itu dengan semua yang kau punya,” kata Ye Shao.
“Kau akan menyesali keputusanmu, Petualangan Avos,” ucap Gao Ma.
“Kelompok Sabit Hitam, buat mantranya lebih kuat. Aku ingin Petualang Avos tidak melarikan diri dari kita, dan aku ingin dia hangus di sambar oleh petir.”
Satu tangan Meng Hao diangkat menunjuk langit, satu lagi dia letakkan di depan dadanya dengan melakukan teknik mirip jutsu, mulut Meng Hao seperti merapal sebuah mantra sembari matanya terpejam.
“Ups! Meng Hao... Kau serius melakukan semua itu, aku tidak pernah mengira akan memalukan seperti ini jadinya, apa aku sebelumnya juga seperti itu... Argh... Aku tidak mau mengingatnya lagi,” pikir Ye Shao.
“Meng Hao, dia sampai berakting sejauh itu. Dia bisa menekan rasa malunya sampai ke titik ini, dia benar-benar seorang panutan,” kata Gao Ma dalam hati.
“Aku tidak boleh kalah, aku harus mengimbangi Meng Hao. Apalagi... Jika Ye Shao ini mau menyerahkan uangnya, maka kami akan untung,” imbuhnya.
“Kita tidak boleh membuat Ketua kecewa, Ketua memperlihatkan kemampuan terbaiknya, kita pun harus melakukan hal yang sama. Mari kita buat belenggu petir dengan level keganasan yang lebih tinggi!” seru Gao Ma.
Kawan-kawan Meng Hao dan Gao Ma yang lainnya merasa geli dengan sikap Ketua dan Wakil Ketua mereka.
“Seriusan? Bahkan Gao Ma mau melakukan hal aneh ini juga.”
“Tapi apa boleh buat, kalau sudah begini kita bisa apa.”
“Waktu SD aku tidak pernah memainkan hal ini, tapi yah... Apa aku tidak terlalu dewasa untuk melakukannya?”
Kekonyolan kelompok Meng Hao semakin menjadi-jadi, mereka berakting serius seolah-olah sedang mementaskan sebuah drama. Ye Shao yang melihat langsung hal itu semakin tak kuat menahan rasa malunya.
“Sepertinya aku sudah menciptakan sekumpulan orang sinting,” kata Ye Shao dalam hati.
“Petualang Avos, kau akan segera menyaksikan sebuah pedang yang telah mencabut ratusan nyawa petualang yang tidak mau menuruti kehendakku,”
“Hyatt!!! Pedang halilintar!” seru Meng Hao yang lalu mengepalkan kedua tangannya ke depan seolah dia sedang memegang sebuah pedang.
Teman-teman Meng Hao semakin kehilangan kepercayaan diri mereka, yang mereka rasakan saat ini adalah malu yang teramat sangat.
“Ketua sudah stress.”
“Sudah pasti dia sedang mengalami tekanan batin.”
“Apa ayahnya tidak memberikan uang bulanan lagi bulan ini?”
“Ketua Meng Hao sedang buang tabiat.”
“Hahaha! Avos, apa kau melihat pedang tajam yang di selimuti oleh petir ini? Saat aku menghunuskannya padamu, tak akan ada darah yang akan mengalir. Kau akan segera hangus menjadi abu,” kata Meng Hao.
“Apa kau masih berpikir untuk melawan?” imbuhnya dengan senyum provokatif.
“Kau... Kau menunjukkan senjata yang mengerikkan, sungguh,” saat mengucapkannya Ye Shao tidak sengaja tertawa.
“Ehm! Tapi meskipun itu pedang halilintar, aku akan tetap melawanmu. Kebetulan sekali aku mendapatkan sebuah palu dengan elemen halilintar yang sama,” Ye Shao membuat wajahnya serius kembali.
“Bagaimana kalau kita bertaruh, petir siapa yang menyambar lebih kuat. Antara pedangmu, atau paluku!” kata Ye Shao.
Ye Shao mengangkat tangannya setinggi pinggang dan tersenyum.
“Mjolnir, penuhi panggilanku,” kata Ye Shao.
“Mjolnir? Bukankah itu hanya sebuah palu saja, mana mungkin sebuah palu bisa menandingi pedang halilintarku,” kata Meng Hao.
“Hei, apa yang kau katakan? Apa kau melihatnya? Tidak ada sesuatu di tanganku,” kata Ye Shao.
“Sssst... Belum,” imbuhnya dengan lirih.
Krssst... Kreszz swissh....
Suara sesuatu yang datang dengan cepat melewati ranting-ranting pohon, kemudian di ikuti suara dentuman besar.
Dentuman itu berasal dari suara gedung yang tiba-tiba berlubang karena ada sesuatu yang menabraknya. Ya! Sebuah palu terbang melesat ntah dari mana.
Palu yang sempat melewati kelompok Meng Hao itu berhasil membuat kawanan anak nakal itu kaget dan berkeringat dingin.
“Nah! Kalau sekarang aku yakin kalian semua dapat melihatnya,” kata Ye Shao sembari tersenyum.
Kelompok Ye Shao menganga dengan kaki yang gemetar, baju mereka mendadak basah karena keringat dingin mereka yang keluar dengan cepat.
“Bagi kalian yang merasa takut, aku sarankan jangan melihat lubang di gedung yang terletak di belakang kalian, mungkin kalian akan segera kencing di celana.”
“Pejamkan mata dan mulailah berbalik sedikit ke kanan, lalu maju secara perlahan dan mulailah berlari, ku beri kalian semua kesempatan. Atau... Bukan hanya tembok itu saja yang akan berlubang,” ujar Ye Shao.
Para berand4lan nakal itu mengikuti arahan yang dikatakan oleh Ye Shao kemudian mereka lari terbirit-b***t, Gao Ma bahkan juga ikut berlari, sedangkan Meng Hao jatuh tersungkur ke belakang karena kakinya goyah akibat ketakutan.
“Mj-mj-mjolnir? Ba-bagaimana benda itu bisa benar-benar muncul? A-apa apa apa aku bermimpi?” kata Meng Hao gelagapan.
“Kau tidak sedang bermimpi, Meng Hao. Apa kau mau merasakan Mjolnir?”
“Tidak! Tidak! Tolong jangan lakukan itu! Aku, aku minta maaf... Aku salah, aku tidak bermaksud mengganggumu.”
“Iya, kau tadinya berniat mengganggu petualang Avos, kan. Sayangnya saat ini Ye Shao yang kau temui. Kau sangat tidak beruntung karena memprovokasi sosok yang lebih menyeramkan di bandingkan dengan Raja 1blis,” ucap Ye Shao sambil tertawa kecil dan memutar-mutarkan palu di tangannya.
“Dulunya Meng Hao sangat puas setelah membul1yku, dia dan kawan-kawannya akan tertawa bersama sambil memukuliku, aku tidak menyangka telah membiarkan pengecut ini memukuliku di masa lalu,” pikir Ye Shao.
“Oy Meng Hao! Dengarkan aku baik-baik, jangan katakan masalah ini pada siapapun, jika ada kabar mengenai ini menyebar, baik itu dari mulutmu atau mulut kawan-kawanmu, aku akan segera mencari kalian semua dan memastikan benda ini mendarat di kepala kalian.”
“Apa kau mengerti?!” kata Ye Shao dengan nada bicara yang tinggi.
“A-aku mengerti, aku mengerti! Tidak akan ada seorang pun yang akan mengetahui hal ini, aku akan bilang pada mereka untuk tutup mulut.”
“Jadi Kakak Ye, bisakah kau biarkan aku pergi dari sini?” sambil bersujud di depan Ye Shao, Meng Hao memohon.
“Baiklah, kau boleh pergi.”
“Terimakasih banyak, Kakak Ye.”
Meng Hao merangkak dengan cepat bagaikan seekor kera yang tengah berlari.
“Meng Hao, Tunggu!” seru Ye Shao.
“Iya, Kak?” dengan wajah bod0h Meng Hao berhenti dan berbalik.
“Kau ada uang?”
“Emm... Aku punya seratus,” dengan tangan yang gemetar Meng Hao menyerahkan uang itu.
“Baiklah, sekarang kau bisa pergi.”
“Terimakasih Kakak Ye!”
“Hmm... Ini tidak buruk, harusnya kelompok Meng Hao akan berhenti menggangguku, aku sekarang juga jadi mendapat beberapa uang, padahal biasanya mereka yang mengambil uang dariku, tapi sekarang keadaannya sudah berbalik.”
“Sekarang aku bisa ke kantin dan memakan apapun yang aku suka,” imbuh Ye Shao.
Bel masuk kemudian berbunyi, niat Ye Shao beristirahat dan menikmati hasil jarahannya, harus di tunda dulu.
****
Di sebuah KTV seorang pria yang tidak asing dalam kehidupan Ye Shao sedang pergi bersenang-senang bersama dengan teman-teman kampusnya, suara lagu dan nyanyian, lampu kelap-kelip yang berwarna-warni, gadis-gadis dengan pakaian minim.
Seorang pria muda sedang menghabiskan waktunya untuk menikmati masa mudanya.
“Wu Zhong, kau yakin tidak mau menyewa Xiao Di? Dia gadis tercantik di KTV ini, kau punya uang untuk membayarnya, kan? Melihatmu sendirian tanpa seorang gadis yang menemani itu rasanya menyedihkan, kawan,” kata Fan Xiong, teman kampus Seni0r Wu Zhong yang saat ini sedang di apit oleh dua gadis imut.
“Aku tidak ingin di temani siapapun, dan jika memang harus ada seorang gadis, tempat itu akan menjadi milik Xia Ning Chan, tidak ada seorangpun yang pantas bersaing dengan Dewiku itu,” sahut Wu Zhong yang sedang berdiri memainkan smartphone-nya.
“Memang benar, gadis bernama Xia Ning Chan itu adalah gadis yang sangat cantik, selain itu pesonanya berbeda dengan gadis-gadis yang ada di KTV ini, bahkan teman kampus kita tidak bisa di bandingkan dengannya,” kata Gu Feng, yang juga merupakan teman sekampus Wu Zhong.
“Gu Feng, kau mengerti rupanya.”
“Tentu saja sodara Wu, aku penasaran gadis seperti apa yang membuat pemimpin kelompok kita rela menjomblo sampai sekarang, jadi aku mencari tau. Dan... Gadis Xia ini memang benar-benar sosok seorang dewi,” ujar Gu Feng.
“Gu, kau tidak pernah memberitahuku soal ini, tapi apa kau yakin gadis bernama Xia Ning Chan itu sangat cantik?”
“Fan Xiong, apa kau meragukan penilaianku?”
“Tidak mungkin, selama ini kau memiliki banyak mantan yang cantik luar biasa, untuk urusan menilai kecantikan seorang gadis, tidak ada yang bisa di bandingkan dengan sodara Gu,” balas Fan Xiong.
“Tapi aneh juga, ya. Sodara Wu... Sebenarnya apa yang gadis itu inginkan? Bukankah kau tampan, orang terpintar di angkatan kita, kau juga pandai dalam berolahraga, dan karismatik. Pada dasarnya kau itu cowok idaman semua gadis. Kenapa sampai sekarang si Xia ini belum suka padamu?” imbuh Fan Xiong.
Wu Zhong tersenyum lalu berbalik ke arah Fan Xiong dan menatapnya.
“Xia Ning Chan itu gadis yang sulit untuk di taklukkan, dibandingkan dengan gadis lain yang dengan sesuka hati akan ikut denganku bila ku ajak, dia tipekal orang yang akan menolak tak peduli seberapa sering aku meminta.”
“Karena dia sulit... Aku jadi begitu tertarik pada gadis itu. Dia.... Harus jadi wanitaku.”