• Dendam lama
Ye Shao memprovokasi Tuan Muda itu lagi sehingga mau tidak mau Wu Zhong harus berhenti.
“Seandainya Xia Ning Chan melihat betapa menyedihkannya pria yang mengaku sebagai orang yang paling mencintainya. Bagaimana ekspresi yang akan di buat oleh gadis itu? Haruskah dia sedih... Atau... Haruskah dia menertawakanmu?”
Wu Zhong berbalik menghadap ke arah Ye Shao dengan wajah yang tampak kembali memar.
Ye Shao berjalan mendekati He Jun yang masih belum sadarkan diri, kemudian Ye Shao mendorong sedikit tubuh pria itu.
“Sekarang bayangkan, jika yang ada di posisi ini adalah Xia Ning Chan. Apa kau akan membiarkannya bergelantungan seperti ini? Jika kau ingin menyelamatkan dia, Satu-satunya jalan yang kau punya adalah mengalahkanku, Senior.”
“Tapi... Apakah dirimu yang menyedihkan, bersama dengan kelompok pengecutmu itu bisa melakukannya?”
Wu Zhong diam saja, tapi dia sangat emosi. Sedangkan kelompoknya tidak sabar untuk pergi dari tempat itu untuk menjauh dari Ye Shao.
“Tidak, jangan sampai membuat masalah dengan anak itu sekarang, Bos.”
“Sabar, Bos. Pemuda itu sengaja mempermainkan kita. Dia bahkan tidak merasa cemas melihat jumlah awal kita. Dengan kita yang tersisa, dia bahkan tidak akan bisa lebih cemas lagi.”
“Sebaiknya kita tidak termakan oleh omongannya yang provokatif.”
Wu Zhong melepaskan napasnya yang ia tahan, wajahnya yang memar memerah kemudian kembali normal, hal itu menandakan kalau dia sudah menurunkan kemarahannya.
“Setidaknya kau harus senang Senior Wu. Xia Ning Chan akan lebih aman jika dia berpacaran denganku. Bukannya dengan orang yang dengan mudah menampakkan punggung mereka sedangkan kawan mereka disini sedang kesusahan.”
“Xia Ning Chan... Akan lebih bahagia bersamaku,” ujar Ye Shao sambil tersenyum manis.
Yang dirasakan oleh Wu Zhong kala itu adalah seisi dunia yang menjadi hening seketika, kalimat terakhir yang dia dengar dan muncul berulang-ulang dalam pikirannya adalah kalimat tentang Dewi pujaannya lebih bahagia bersama orang lain.
Bak seluruh belenggu di dalam tubuhnya terlepas semuanya, pria pengecut yang hanya bisa mengandalkan orang lain itu tiba-tiba mendapatkan sebuah keberanian untuk berlari. Tanpa rasa takut, tanpa berpikir apakah Ye Shao akan menghajarnya sampai babak belur, Wu Zhong memilih untuk menerjang maju.
Suara teriakan kelompoknya yang mencoba menahan Wu Zhong seperti sama sekali tidak terdengar, waktu terasa berjalan lebih lambat.
Wu Zhong berpikir bahwa semua indranya telah di tingkatkan, entah itu dorongan dari adrenaline atau sebuah keajaiban terjadi padanya secara kebetulan.
Yang dia tau, dia menganggap apa yang dia rasakan saat itu sebagai sebuah tekad.
“Seperti sebuah kola yang berusaha keluar dari botol, tenaganya yang kuat mampu meledakkan botol itu sendiri. Terdengar sebagai perumpamaan aneh tapi, saat ini... Hal seperti itu yang sedang aku rasakan,” ucap Wu Zhong dalam hatinya.
“Ntah dari mana asalnya tenaga yang membludak ini, bahkan aku bisa mendengar suara detak jantungku yang berdegup secara perlahan. Semua yang ada di sekelilingku terasa melambat. Aku bisa melihat semuanya dengan jelas.”
“Apa ini? Apa superman merasakan momentum ini sebelum dia mendapatkan kekuatan supernya? Sepertinya aku bisa, aku bisa melawan bocah ingusan ini! Kekuatan cintaku pada Xia Ning Chan adalah pemicunya.”
Wu Zhong terus berlari menerjang Ye Shao tak peduli apapun yang akan terjadi. Yang terlihat olehnya hanyalah dunia, seakan-akan memihak orang itu.
“Inilah bukti ketulusan hatiku, b******n!” teriak Wu Zhong.
Tak dapat melihat semuanya dengan jernih, Wu Zhong tidak sadar bahwa dirinya sudah ada di dekat Ye Shao. Bahkan dia melewatkan juniornya yang sedang berdiri dengan keheranan.
Ye Shao secara tidak sengaja membuat orang yang terlalu bersemangat itu tersandung, akhirnya Wu Zhong tersungkur dengan wajah mencium lantai terlebih dulu.
“Senior? Kau kenapa?”
****
Setelah beberapa waktu.
“Jadi sekarang kau sudah punya surat ijin mengemudi?” ujar Ye Shao.
“Ya, sekarang aku punya. Aku membutuhkan ini untuk pergi ke kampusku yang ada di luar kota. Lagipula semuanya akan mengejekku jika aku tetap di antarkan oleh supir keluargaku,” jawab Wu Zhong.
Dengan wajah memar karena tersungkur di lantai, sekarang Wu Zhong di paksa oleh Ye Shao untuk menjadi supirnya. Saat ini Wu Zhong dan juniornya itu sedang duduk di dalam satu mobil.
“Ya, selain itu... Senior pasti bisa lebih bebas jika menyetir sendiri. Kau tidak perlu khawatir orang rumahmu mengetahui jika kau melakukan hal-hal bodoh di luar sana.”
“Sekarang kau sudah memiliki kelompok yang besar, ya. Sangat berbeda dengan kelompok penindas yang kau bentuk semasa Senior masih di SMA dulu,” imbuh Ye Shao.
“Dan kau... Kau tidak lagi bisa di tindas semudah dulu,” balas Wu Zhong.
Ye Shao kemudian mengepalkan tangannya dan mulai mengarahkannya pada wajah Wu Zhong yang mendapatkan beberapa luka lecet setelah terjatuh.
“Kakak Ye!” seru Wu Zhong.
Kemudian Ye Shao tersenyum dan melemaskan kembali tangannya.
“Kemana kita akan pergi... Kakak Ye?” tanya Wu Zhong.
Ye Shao kemudian menepuk pundak Wu Zhong yang sedang menyetir, “Seorang Pak Tua, dia menelpon secara mendadak dan memintaku pergi ke rumahnya. Kau tau dengan Kakek tua bernama Meng Gu Cao, kan?”
“Aku tau, dia seorang guru besar. Seorang praktisi terkenal yang bahkan namanya masih dikenang oleh banyak kalangan.”
“Baguslah jika kau mengetahuinya,” ujar Ye Shao.
“Tidak hanya hari itu, pertemuan antara Ye Shao dan Patriark Keluarga Meng di pesta kemarin sepertinya menyebabkan sebuah ikatan yang terjalin sampai saat ini. Jika dia menjadi sosok yang di sukai oleh pak tua itu, maka akan sulit bagiku untuk macam-macam padanya nanti. Sial! Padahal aku masih menyimpan dendam pada anak ini setelah dia mempermalukanku sedemikian rupa.”
Ye Shao menuntun Wu Zhong menuju kediaman keluarga Meng yang berada jauh di atas gunung.
“Senior, jalannya berakhir disini. Mobil tidak akan bisa pergi sampai ke atas. Jadi aku akan berhenti disini,” ujar Ye Shao.
“Baiklah, Kakak Ye.” jawab Wu Zhong yang kemudian menghentikan mobilnya.
Ye Shao turun dari mobil Wu Zhong dan si Wu Zhong itu langsung mundur untuk berbalik ke arah jalan keluar.
“Akhirnya, akhirnya si sialan ini turun dari mobilku,” pikir Wu Zhong.
Tak bisa di tebak sebelumnya, Ye Shao melakukan sesuatu di luar perkiraan Wu Zhong. Ye Shao menepuk kaca mobil Wu Zhong dengan sangat keras sampai kaca mobilnya retak. Sontak pria yang terkejut itu menekan rem mobilnya dengan kuat.
“Apa-apaan ini?! Menakutkan, Ye Shao benar-benar menakutkan.”
Wu Zhong merinding, bulu kuduknya berdiri dan keringat dingin mengalir deras seketika. Dengan tangan yang gemetar perlahan pria itu membuka kaca mobilnya.
“Iya Ka-Kakak Ye? Apa ada sesuatu yang lain? Apa kau ketinggalan handphone-mu di mobilku?” ucap Wu Zhong gelagapan.
“Senior, kau ini bagaimana. Kau akan langsung pergi begitu saja? Dimana tanggung jawabmu?” kata Ye Shao.
“A-apa Kakak Ye ingin aku ikut dengan Kakak naik gunung?”
“Memangnya kau ada perlu apa di atas sana?”
Wu Zhong menjawab pertanyaan Ye Shao dengan menggelengkan kepalanya.
“Kalau kau tidak ada perlu di atas sana lalu untuk apa aku menginginkanmu ikut?”
“Lalu tanggung jawab yang Kakak Ye Maksud?”
“Dengar ini, Senior. Kau adalah orang yang mengantarkanku kemari. Setidaknya sebelum kau pergi, kau bisa memberikanku uang taksi, kan? Apa kau ingin Kakek Tua Meng agar mengantarkanku pulang? Aku bukan tamu yang tidak tau malu. Jadi berikan aku uang taksi jika kau keberatan menungguku disini.”
“Ba-baik Kakak Ye. Aku mengerti, aku mengerti.”
Wu Zhong langsung meraba kantong celananya untuk mencari dompetnya. Pria malang itu membuka dompetnya dengan tangan yang bergetar hebat.
“Hei... Bisakah kau melakukannya lebih cepat? Kau ingin Kakek Tua itu menunggu? Jika dia marah, aku akan pastikan untuk menyebutkan namamu di hadapannya.”
Karena merasa di desak, Wu Zhong tanpa pikir panjang menarik semua uang yang ada di dompetnya dan menyerahkannya pada Ye Shao dengan sukarela.
“Aku sudah memberikanmu uang taksi, Kakak Ye! Kalau begitu... Bisakah kau membiarkan aku pergi sekarang?”
Belum Ye Shao membuka mulutnya, Wu Zhong langsung kabur begitu saja dengan mobilnya.
“Hei... Senior, aku meminta ongkos taksi, bukan uang untuk membeli sebuah taksi,” ujar Ye Shao sambil melihat jumlah uang yang di berikan oleh Wu Zhong.
Tak lama setelah itu Shu Ao datang mendekati Ye Shao.
“Ye Shao... Sepertinya kau memperlakukan pemuda tadi secara berlebihan. Aku bisa melihat pria itu menangis ketakutan tadi.”
“Paman Ao, kau sudah lama disini?”
“Ya! Setidaknya aku sudah ada di ruang kendali gondola tepat sebelum kau dan temanmu itu tiba.”
“Dia sama sekali bukan temanku, Paman. Dia orang yang sering mem-bully ku dulu, ketika kami masih satu sekolah. Kami lama tidak bertemu setelah dia lulus. Dan hari ini... Aku baru sempat membalas perbuatannya di masa lalu.”
“Di banding dengan apa yang telah ia perbuat padaku dulu. Apa yang Paman Ao lihat tadi masih belum seberapa.”
“Tapi apa kau akan baik-baik saja telah memperlakukan anak itu seperti tadi? Sepertinya dia bukan orang yang tidak akan menyimpan dendam.”
“Kalau dia mau membalas, maka akan aku terima balasan darinya dengan senang hati.”
“Hahaha... Jika itu perkataan dari seorang ahli yang bahkan mampu mengalahkan seorang lagenda hidup tanpa menyentuhnya, maka tidak ada hal yang harus di khawatirkan. Justru... Anak itu yang harus berhati-hati jika ingin memrovokasimu lagi.”
“Nak Ye, aku akan mengendalikan gondolanya. Kau bisa pergi sekarang... Ketua sudah menunggumu.”
Di balik itu, seorang pemuda yang mengemudikan mobilnya secepat mungkin untuk menjauhi gunung yang akan di daki oleh Ye Shao, pergi dengan perasaan takut. Walau api amarahnya terhadap Ye Shao tidak semembara ketika awal mereka bertemu, tapi api amarah itu masih tetap menyala.
Dendam Wu Zhong terhadap Ye Shao... Masih belumlah redup.