Bab 01. Tidak Ada Kesepakatan

1091 Kata
"Bisakah kita bicara sebentar. Aku ingin serius soal pernikahan ini dan membuat kesepakatan," ujar Karin. Dia sebenarnya gugup lantaran sosok laki-laki dihadapannya seperti mengeluarkan aura yang menyeramkan. Meskipun sebenarnya dia adalah laki-laki yang menjadi suaminya sejak beberapa jam lalu. Hari ini mereka baru selesai melangsungkan pernikahan, dan saat ini keduanya di dalam kamar pengantin. "Bicaralah," jawab laki-laki itu singkat dan juga datar. Karin menghela nafas seraya meremas telapak tangannya yang terasa sedikit lembab. Dia sedikit gerogi dan juga gugup mengingat sekilas siapa sosok dihadapannya. Dia adalah Adrian Prayoga, CEO dari perusahaan besar yang terkenal dengan sikap arrogant dan juga kejam terhadap lawan bisnisnya. Meski disisi lain wajah tampan Adrian, juga proporsi tubuh tinggi tegap, keuangan yang melimpah dan kekuasaannya, justru membuat Adrian menjadi sosok pasangan yang diidamkan banyak wanita. Namun, hal itu tak berlaku pada Karin. Bukan dia tak tergiur dengan semua itu, Adrian dengan semua yang dimilikinya juga tipikal pasangan idaman Karin, hanya hatinya sudah Karin berikan pada laki-laki lain dan itu kekasihnya. "Aku yakin kita sama-sama terpaksa dengan keadaan ini dan menikah di atas tekanan. Orang seperti kamu yang mempunyai hampir segalanya dan tidak kekurangan apapun, mana mungkin menginginkan gadis sederhana seperti aku. Orang biasa tidak akan pernah bisa mengimbangi kamu, dan juga tidak akan pernah pantas menjadi pasangan untukmu," jelas Karin. Dia merendah berharap Adrian luluh dan paham dengan maksudnya. Karin harap Adrian akan menyetujui kesepakatan yang diusulkannya. "Aku tidak tahu bagaimana kamu menjadi setuju dengan pernikahan kita, tapi aku yakin kamu tidak menyukainya. Sama seperti aku yang menyetujuinya demi hutang ayahku pada keluargamu, tidak punya pilihan selain menikah denganmu. Ini semua tekanan yang membuat kita sama-sama menderita," jelas Karin. Tiba-tiba Adrian terlihat aneh, dia sedikit menyeringai dan menatap Karin seperti meremehkan. Namun, semua itu tak membuat Karin berhenti. "Oleh karena itu bisakah kita membuat kesepakatan. Maksudku, ak--ku mau kita tidak mencampuri urusan satu sama lain. Kamu bisa melakukan apapun di luar sana, bebas bersama siapa saja dan bahkan jika itu kekasihmu, aku tidak akan mempertanyakannya, dan juga tidak akan keberatan. Akan tetapi, begitu juga sebaliknya bisakah kamu melakukan hal yang sama?" tanya Karin gugup dia bertambah gugup saat Adrian tak memberi jawaban. Karin melanjutkan ucapannya, lantaran tak mau Adrian berpikir dirugikan. "Tapi meski seperti itu, aku ataupun kamu bisa saling menjaga hubungan kita tetap terlihat baik di depan keluarga, dengan cara berhati-hati saat berhubungan dengan orang lain diluar sana. Soal hutang keluargaku, kamu juga jangan khawatir, aku tidak akan melupakan hal itu. Bagaimanapun juga aku sebagai seorang anak bertanggungjawab atas hutang orang tuaku. Jadi akan membayarnya dengan cara mencicil. Setelah itu kita bisa mengatur perceraian suatu saat nanti, bahagia bersama pasangan masing-masing, bagaimana, apa kamu setuju?" Karin meneguk ludahnya kasar, dia sangat gugup meski setelah usai mengatakannya. Namun, Adrian masih diam setelah beberapa saat, bahkan berbalik seperti enggan menatap Karin. Adrian acuh, lalu seperti tak terjadi apapun dia dengan santai melepas ikatan dasi dari lehernya. "Bagaimana apa kamu setuju?" tanya Karin mengulang kalimatnya. Adrian segera berbalik dan kembali menatap Karin, tapi kali ini bukan hanya dingin, namun tatapan itu seperti sedang mengulitinya. "Bagaimana jika aku katakan tidak setuju?!" jawab Adrian membuat Karin terkejut. "Tapi kenapa, bukankah pernikahan in--" "Pernikahan ini adalah rencanaku, hutang ayahmu bukan pada orang tuaku, tapi padaku. Aku yang memaksamu menikah!" tegas Adrian menerangkan kejadian yang sebenarnya. Karin tidak percaya dan geleng kepala. "Kamu pasti berbohong. Aku ini orang asing, jadi mana mungkin kamu menyukaiku, apalagi sampai memaksaku menikah begitu saja tanpa alasan yang jelas. Tidak mungkin!!" Adrian mendengus kasar lalu tersenyum devil dan menyeringai, sambil memiringkan kepala menatap Karin. Dia melempar ikatan dasi yang sudah dilepasnya dari lehernya, begitu saja secara sembarang. "Sebenarnya aku juga tidak sudi menikah denganmu dan tidak suka padamu," jelas Adrian mengungkapkan. Dia menatap Karin secara keseluruhan dari atas sampai bawah dan membuat Karin merasa takut. "Tapi orang tuamu terlalu banyak meminjam uang ke perusahaan milikku, dan mereka tidak punya jaminan yang cukup untuk membayarnya. Kebetulan mereka mempunyai anak gadis dengan tubuh yang lumayan, juga cukup bagus untuk dinikmati," jelas Adrian secara tidak langsung melecehkan Karin. Adrian belum selesai dan melanjutkan ucapannya. "Orang tuamu yang mengusulkan pernikahan ini dan kamu tahu sebenarnya mereka sudah menjualmu kepadaku. Hanya saja mereka ternyata masih cukup menyayangimu sampai tak mau orang lain memandangmu buruk dengan menjadi penghangat ranjangku. Jadi kamu pasti paham statusmu sekarang? Kita menikah hanya sebatas status agar aku bebas menikmatimu, dan orang tuamu sedikit lega, karena setidaknya kau tidak akan dipanggil pela***!" tegas Adrian. Membuat Karin kembali menggelengkan kepala. Dia tak bisa menerima fakta itu dan merasa dipermainkan. Hal itu pun berhasil membuat kedua bola matanya diselimuti air mata yang segera mengenang dipelupuknya. "Status menjadi istriku hanya kedok karena kebaikan hatiku. Karena sebenarnya kamu ini tak lebih dari b***k yang tidak punya hak apapun atas hidupmu setelah menjadi pelunas hutang orang tuamu. Kamu adalah pelayan pribadi dan penghangat ranjangku! Camkan hal itu baik-baik di kepalamu. Tidak ada kesepakatan, karena diantara kita, kamulah yang tidak boleh mencampuri urusanku, tetapi itu tak berlaku untuk sebaliknya!" Adrian mendekat dan semakin lekat menatap Karin. Merasa sedikit menunduk membuatnya kesulitan menatap Karin, akibat tinggi badan Karin yang hanya sebahunya, Adrian yang egois pun dengan kasar mengangkat dagu Karin agar mendongak menatapnya. "Akan tetapi walaupun statusmu tidak terlalu penting untukku, tapi aku juga tak mau reputasiku menjadi buruk. Bagaimanapun juga diluar sana orang-orang akan mengenalmu sebagai istriku, dan karena hal itu aku tidak mau, kau mempunyai laki-laki lain di luar sana! Aku tidak suka berbagi, dan tidak suka bekas orang laki-laki lain!" "Cukup! Aku tidak akan melakukan itu," ujar Karin akhirnya tak tahan lagi, dia mengusap air matanya yang tanpa permisi sudah membasahi kedua sisi pipinya itu. Lantas geleng-geleng kepala dan menepis tangan Adrian dari dagunya. "Aku bukan barang yang bisa diperjualbelikan. Aku manusia dan aku keberatan diperlakukan sehina itu. Aku tidak sudi melakukan ucapanmu!" balas Karin membangkang. Adrian sama sekali tidak tersinggung mendengar ucapan itu. Bahkan dia masih terlihat santai, meski tatapannya seolah semakin menakutkan bagi Karin. "Baiklah, kalau begitu bayar hutang ayahmu sekarang juga. Satu miliar apa kamu punya uang sebanyak itu?" Laki-laki itu yakin gadis yang baru saja menjadi istrinya tidak mungkin mempunyai uang sebanyak itu, sebab sebelum pernikahan dia sudah mencari tahu soal kehidupan Karin. "Aku tidak punya uang sebanyak itu untuk sekarang. Aku hanya punya seratus juta dalam rekening milikku dan aku akan mengirimnya sekarang, sisanya akan aku bayar dengan mencicilnya," jawab Karin membuat Adrian terkekeh mendengarnya. "Sayang sekali, aku bukan penagih hutang secara berkala dan tidak menerima p********n secara angsuran. Jika kau tidak mampu menyerahlah. Lagipula harusnya kau bersyukur menjadi istriku, karena banyak perempuan lain yang menginginkan hal itu!" *****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN