Setelah event latih tarung itu, Milovan menginterogasi murid-muridnya habis-habisan. Seperti bertanya, siapa yang mengajari mereka ini dan itu, serta segala-gala yang ia tidak tahu perihal ini. Pasalnya, pria itu benar-benar terkejut dengan kinerja hasil latihan diam-diam muridnya itu. Ia bahkan sempat terdiam untuk sesaat melihat kemahiran mereka yang meningkat cukup signifikan.
Namun, sementara di sisi Milovan yang begitu bangga dengan kemampuan anak didiknya, Will Blake sendiri sedikit terkejut dengan kemampuan anak yang ia lawan. Berhasil membuatku terpojok dan mengeluarkan sihir di detik terakhir adalah pengalaman yang belum pernah bisa dilakukan oleh orang awam pada biasanya.
Diam-diam, Will merasa bahwa adik-adik kelasnya ini semakin lama semakin menarik. Mungkin, jika akan tiba saatnya ia dapat mengajak adik kelas itu, Reizhart Schultz dari kelas L-V, untuk menemaninya berlatih tanding di kesempatan berikutnya. Aslan, teman karib Will yang melihat bahwa pemuda itu masih mengingat sensasi menegangkan ketika melawan junior mereka hanya bisa menggelengkan kepalanya.
Junior itu benar-benar cocok dengan si gila ini. Dia benar-benar berhasil membuat kesan padanya.
Hari ini, tepatnya seminggu setelah event itu dilaksanakan, Milovan mengajak mereka semua ke Mission Center. Sebuah lokasi dimana semua orang dapat menempelkan tugas untuk orang yang membutuhkan uang. Biasanya, untuk mengambil misi dari Mission Center sangat dianjurkan untuk mendaftarkan diri terlebih dahulu ke Serikat Petualang agar memudahkan mereka mendapatkan misi yang lebih baik lagi nominalnya.
"Selamat datang di Mission Center! Ada yang bisa saya bantu?" tanya seorang gadis berambut ungu dengan poni yang menutupi mata kanannya.
"Bisa bertemu dengan Elina Crowd?"
"Dengan saya sendiri."
"Oh? Elina, kau berubah banyak rupanya. Kalau diingat-ingat, aku sudah hampir lima tahun tidak mengunjungimu." dengus Milovan ketika bertemu dengan gadis itu.
"Em.. Maaf tuan? Apakah kita mengenal sebelumnya?"
"Heeh...? Dasar pelupa, manusia setampan aku kau lupakan, astaga, ingatanmu benar-benar buruk, El."
Gadis berambut ungu itu terdiam sejenak sampai dia tiba-tiba memeluk Milovan. "Oh, Milo! Tak kusangka kita akan bertemu begini! Kau punya anak sebanyak ini dalam waktu lima tahun? Dimana istrimu? Apakah dia cantik? Astaga, lihat-lihat, anak-anakmu begitu cantik dan tampan!"
Milovan menepuk jidatnya, "Astaga, Elina, mereka muridku. Aku masih single dan tujuanku di sini adalah memberikan misi peringkat B pada mereka semua."
"Peringkat B?" tanya Elina tidak percaya, "Aku khawatir itu terlalu mudah untuk mereka. Kulihat bakat mereka sungguh menakjubkan. Hei, hei, kurasa pemuda berambut golden brown itu harus diberikan misi kelas A!"
"Elina, kau melihat dengan [Heterochrome] milikmu lagi?"
"Tentu saja. Apalagi?" jawab Elina dengan ringan.
"Erh... Tidak apa sih. Tapi tolong jangan membuka rahasia tubuh seseorang dengan begitu gampangnya," ujar Milovan, "Oh, aku jadi lupa. Aku sekalian akan mendaftarkan mereka sebagai petualang. Jadi, mereka bisa mengambil misi kapanpun. Aku akan senang jika kau bisa mengurusnya dalam waktu satu jam."
"Satu jam? Cih. Kau pikir kemampuanku ini sebatas itu? Aku bisa membuatnya jadi hanya 30 menit! Sekarang, berikan aku ruang untuk bekerja. Oh ya, mata biru jernih muridmu itu sangat indah. Aku akan berpikir lagi untuk mengambilnya."
"Jangan sekarang, El. Jiwa pshyco milikmu bisa membuat anak-anak muridku merinding, dan menolak datang ke sini nantinya." ucap Milovan menyentil kening Elina, "Nah, anak-anak, ayo kita duduk di ruang tunggu saja dulu."
Murid-murid mengangguk dengan bersemangat dan mencari tempat duduk. Selain duduk dan mengobrol, mereka terkadang berbincang hangat dengan para petualang yang sedang kosong atau baru saja menyelesaikan misi mereka untuk mendapatkan beberapa pengalaman. Milovan yang melihat pemandangan itu tersenyum puas. Merasa bahwa dirimu berhasil mendidik dua puluh empat murid di kelasnya itu.
Setelah menunggu setengah jam, semua murid kelas L-V telah memiliki kartu identitas sebagai seorang petualang. Mereka mulai memilih misi masing-masing dari tiga puluh misi kelas B yang ditawarkan.
Reizh dengan santainya memilih mengantarkan barang ke suatu tempat. Menurutnya, tugas ini akan menjadi sesuatu yang sederhana, hanya mengantar, dan kembali. Tidak akan ads banyak kemungkinan pertarungan yang terjadi. Makanya, ia dengan percaya diri memilih misi tersebut. Jadi, sekarang ia tengah berjalan menuju lapangan hewan terbang yang akan memilihnya untuk ditunggangi.
"Nah, Reizh, silakan pil—"
Baru saja Reizh melangkahkan kaki masuk ke dalam lapangan khusus hewan pengantar tersebut, banyak hewan yang sudah menyerbunya hingga pemuda itu kehilangan keseimbangannya dan jatuh terjungkal. Elina yang melihat peristiwa itu tertawa lembut.
"Wah, tampaknya kau begitu disukai oleh hewan terbang, Reizh."
Reizh menggaruk kepalanya dan tertawa kecil. Ia berdiri dan memperhatikan sekitar. Mata biru indahnya menangkap sesosok naga berbulu hitam—ya, berbulu. Bukan bersisik—berwajah lucu di sudut lapangan. Naga itu hanya berbaring dan menutup matanya.
"Aku ingin naga itu," ucap Reizh.
Elina menggeleng, "Bukannya aku tidak mengizinkan, tapi... Ah, naga itu berjenis naga Night Fury yang sudah sangat langka, hanya dia yang tersisa dari jenisnya. Harga diri naga itu sangat tinggi, bahkan Raja ingin memiliki nya, dan dia hanya menatap Raja sinis." jelas Elina miris.
"Lalu kenapa naga selangka dia ada di sini?" tanya Reizh bingung.
"Karena pemiliknya yang dulu menitipkan dia di sini, tanpa pernah kembali. Dia juga begitu sinis dengan hewan terbang lainnya. Terlebih, pemiliknya pernah bilang bahwa dia adalah seorang Alpha, alias raja dari semua naga jenisnya."
Reizh mengangkat alisnya, "Oh ya? Aku semakin tertarik dengannya."
Blaze : [Percaya atau tidak dia itu memiliki wujud manusianya.]
Hah? Serius?
Blaze : [Iya, cobalah berbicara padanya. Karena kau adalah manusia, sebisa mungkin buat kau terlihat menghormatinya. Kalau aku sih, tidak mau ya.]
Reizh mendengus pelan mendengar perkataan Blaze dan berjalan menuju tempat berbaringnya naga tersebut sembari tersenyum hangat.
"Alpha, aku ingin menunggangimu, boleh?" tanya Reizh sembari berjongkok sedikit.
Naga itu melirik dan menatap Reizh selama beberapa detik.
"Entahlah, mungkin tidak punya." balas Reizh sembari berusaha memegang punggungnya
Blaze : [Kau paham bahasanya?]
Kupikir dia menanyakan sesuatu, dan Tiba-tiba saja...
"Oh ayolah! Aku begitu tertarik denganmu. Tidak bolehkah aku mencoba menunggangimu?" pinta Reizh sembari duduk di tanah.
"Reizh, dia tidak akan menjawabmu. Kenapa kau meminta padanya? Memangnya dia paham bahasamu?" tanya Elina sembari mendekati Reizh. "Lagipula, Raja sudah menawarkan segala macam penawaran mewah jika dia mau jadi peliharaan Raja."
Reizh mengabaikan Elina. Elina mengernyitkan dahinya. Merasa sedikit aneh dengan kepribadian pemuda di hadapannya itu. Ia menatap Reizh dengan mata [Heterochrome] miliknya untuk mengetahui kemampuan Reizh. Milovan bilang, anak ini adalah anak yang tidak bisa mempraktikkan sihir, maka dari itu, ia mencari 'sesuatu' yang menahan pemuda ini mengeluarkan sihir besar.
Ketika matanya menelusuri tubuh tegap Reizh, ia menemukan sebuah tanda sayap kecil di punggung Reizh. Alisnya mengernyit. "Reizh, tanda di punggung bagian tengah milikmu itu... Alami atau tato?"
Reizh berbalik dan mencoba meraba-raba punggungnya, "Hah? Tanda apa?"
"Itu," tunjuk Elina, "ada tato sepasang sayap kecil, berwarna hitam, tetapi memiliki ukiran-ukiran putih."
"Oh... Tanda itu? Aku punya itu sejak masuk akademi ini, ketika aku tanya Nenekku, kata Nenek itu memang sudah ada sejak aku lahir. Entahlah, aku tidak paham. Mungkin memang aku baru menyadarinya sejak masuk ke akademi."
Tiba-tiba naga itu menggigit tangan Reizh, namun karena tidak memiliki gigi, gigitan itu sama sekali tidak sakit. Akan tetapi, tiba-tiba sebuah simbol dragon's eye tercetak di kening kanan Reizh kemudian menghilang. Elina yang melihat itu tercengang.
"Reizh! Naga ini mengakui dirimu sebagai tuannya!" seru Elina histeris.
Reizh terkejut, namun ia tersenyum dan menepuk kepala naga itu. "Kak Elina, boleh aku minta paketnya?"
"Ah ya, di kotak ini terdapat beberapa buku sihir, diantarkan ke kota Winterwind, kota yang berdekatan dengan gunung kabut. Atas nama William Kennedy."
"Oh? Okay! Ayo, Alpha, kita kirimkan paket!"
Reizh mengambil kotak tersebut dan mulai menunggangi sang Alpha menuju kota Winterwind.
"Hei, Alpha, kau punya nama?" tanya Reizh ketika mereka sedang berada di udara.
Tanpa Reizh duga, sebuah suara menjawabnya, "Punya."
"Oh? Kau bisa bicara juga? Keren!" seru Reizh kagum, 'Siapa namamu, omong-omong?"
"Alvareine Michael Fury, Var." jawab Var singkat.
"Kenapa kau tidak suka dengan orang-orang di sana? Mereka kan baik, lalu, kau menolak Raja? Hidangan mereka pasti lebih enak dari yang disajikan Missions Center." ucap Reizh sembari membayangkan makanan jenis apa yang dapat dihidangkan oleh Raja. Hm... Pasti enak sekali!
Aegis : [Dengar ya, Reizh yang tampan dan cerdas! [Sacred Beast] macam Var ini tidak akan bersedia ditunggangi dan dipakai oleh siapapun kecuali pemilik sah mereka! Harga diri dan gengsi [Sacred Beast] itu benar-benar tinggi!]
"Dengarkan kata-kata [Side] milikmu, mereka itu cerdas."
"Terserah deh," ucap Reizh tak peduli kemudian berkata lagi, seolah menyadari sesuatu, "kau bisa mendengar suara dari [Side]-ku? Apa kau juga bisa masuk ke alam bawah sadarku?"
"Bisa."
"Baguslah!" ucap Reizh lega, "Soalnya, aku tidak tahu harus meletakkanmu dimana. Eh ya, sebentar lagi kita sampai, 'kah? Kalau begitu mendaratnya di hutan terdekat saja ya, biar tidak memancing keributan."
Var hanya mengangguk. Dia rasa, pemilik barunya ini sangat cerewet dan memiliki rasa penasaran yang tinggi, membuat kepalanya pusing berdengung karena selama di tempat itu, tidak ada yang berani bicara dengannya.
Beberapa saat kemudian, mereka mendarat di sebuah hutan dan Var berubah menjadi manusia. Wujudnya ketika menjadi manusia adalah sesosok pemuda tampan berambut hitam dengan mata hijau mudanya yang indah.
"Uwah, Var, kau tampan juga!" puji Reizh, "walaupun masih kalah denganku sih."
Rex : [Minta dibunuh nih anak ya?]
Archel : [Sekedar informasi, ada manusia yang bilang begitu di depanku, besoknya meninggal.]
Reizh mencibir karena [Saga Side] miliknya selalu memojokkan dirinya. Ia tidak habis pikir mengapa empat sosok itu seakan tidak pernah menyetujui ucapannya tentang ketampanan wajahnya. Padahal, jika ia memuji dirinya sendiri tampan, bukankah itu artinya mereka juga tampan? Secara, mereka 'kan serupa?
Reizh akhirnya memutuskan untuk mengabaikan fakta itu dan melanjutkan proses menjalankan misinya. Ia melihat ke sekitar jemudian, ia berjalan menuju pintu masuk desa untuk melakukan pemeriksaan identitas.
L/N :
Hello~ chapter 14 sudah dirilis nih! Gimana? Apakah kalian merasa puas dengan hasilnya? Semoga puas yaaa~ Kalau kekurangan atau kesalahan, bisa segera dikomentari, oke? Supaya bisa direvisi! Terima kasih~
I think about it 24/7,
Luna