4. Keinginan Langit.

1352 Kata
"Tetap di sini binar! jangan ke mana mana!" Tatapan tajam yang mengintimidasi itu, membuat Binar mengerjap. Namun perempuan itu tidak lekas diam saja dengan gertakan itu. Binar merasa kalau ia tidak memiliki sebuah kesalahan. Dia berjalan dan berdiri tepat satu langkah dari kakak sepupunya itu. "Mas, kenapa aku harus di sini? aku merasa enggak nyaman, mas." "Kamu ingin membantahku?" tidak mengerti dengan sikap Langit yang tiba tiba berubah. Binar menunduk takut. Bagaimana pun Langit ini sudah seperti kakak untuknya. Dia jelas lebih dewasa darinya. Bahkan umur mereka terpaut sembilan tahun. "Mas ..., aku takut bude dan pakde tahu, kalau aku di sini. Apa yang akan mereka pikirkan nanti?" "Ini apartemen mas. Enggak ada satu pun yang tahu. Kamu tetap bisa tinggal di sini, sampai kapan pun." Bahkan sampai Langit bisa menyelesaikan masalahnya dan bisa meraih Binar sebagai miliknya, itu lah rencananya. Memang sudah tertunda, tapi Langit akan pastikan langkah ini tidak terhalang lagi oleh laki laki mana pun. "Kamu akan patuh kan, sama Mas?" suaranya mulai melembut. Kedua tangan lebar itu berada di kedua sisi wajah jelitanya Binar. Kedua mata gelap yang begitu menawan itu, menatapnya begitu teduh. Jaraknya semakin dekat, hingga Binar kaget, dan mundur beberapa langkah. Ia memegang dadanya yang terasa seperti akan meledak. Langit adalah kakak sepupunya. Bagaimana bisa laki laki itu hendak melakukan itu padanya. "Kak, tadi itu..." "Mas, suka sama kamu!" deg! Binar menelan salivanya yang susah sekali. Dia menggeleng pelan. "Mana bisa kaya gitu? Mas kakak ku." "Kakak sepupu! Kita enggak ada hubungan darah." bantah Langit, keras. Binar menggeleng dengan kedua matanya yang terasa memanas. Ia sungguh tidak bisa menerima ini, tapi hatinya seperti mulai memberikan jalan atas apa yang Langit inginkan. Binar tidak tahu sejak kapan. Tapi setiap Langit menatapnya, dadanya berdebar kuat. Bukankah itu artinya, Binar juga telah menyalahi aturannya. Langit kembali mendekat, dan membingkai wajah jelita itu. "Mas, enggak akan lagi menahan semuanya. Terlalu lama Mas melukai diri sendiri untuk merelakan kamu sama laki laki biadab itu!" Binar menutup kedua matanya. Kepalanya tiba tiba merasa pening mendengar pernyataan nya. "Dengar kan, mas. Kita mulai semuanya dari awal. Kamu dan mas, kita akan memulainya sedari awal. Kita pendekatan, tapi mas tidak mau pacaran. Kita langsung saja nikah!" apa katanya! Binar semakin pening, dan kedua matanya mendadak terasa gelap. Ia pun tidak mengerti dengan dirinya. Ia tiba tiba merasa mual dan ... Dia berlari ke toilet, lalu memuntahkan semua isi perutnya. Langit berlari dan mengikutinya. "Kamu kenapa, hum?" dia memijat pundaknya lembut, dengan mengangkat rambut Binar ke atasnya. "Kamu sakit?" tangan lebar dan kekar itu memijat kedua bahu dan pundaknya Binar dengan lembut namun begitu menenangkan. "Aku enggak tahu, Mas. Setahuku aku baik baik saja." Hening untuk beberapa saat, tiba tiba saja Binar terlihat pucat dan menutup mulutnya. Kedua matanya memerah basah. Dia terlihat shock dan lemas. "Kamu kenapa lagi hum?" Langit memegang kedua bahunya. "Bagaimana ... bagaimana kalau aku hami?" perempuan itu histeris dengan menutup wajahnya. "Aku enggak mau hamil! aku enggak mau hamil!" Binar tiba tiba berlari ke arah ruang tengah, mengambil tas kecilnya. "Kamu mau ke mana?" Langit mengekori. "Aku mau beli tes pact, dan obat penggugur kehamilan, aku enggak boleh hamil! aku--" "Binar!" Langit memegang erat kedua tangannya. "ENGGAK!" Binar meraung. "Aku enggak boleh hamil! aku enggak mau kembali pada laki laki itu! aku belum siap punya anak mas, aku--" "Binar ...," Langit menarik perempuannya ke dalam pelukan. Iya, bagi Langit. Binar adalah perempuannya. Miliknya. Sejak awal ia mulai memiliki perasaan pada adik sepupunya itu. Maka sejak itu, Langit bertekad untuk memiliki apapun cara dan bagaimana pun halangannya. Cinta nya benar benar akan Langit perjuangkan, meski saat ini ia tahu, ia akan berhadapan dengan keluarga Lula, juga keluarga nya sendiri. Dan itu sungguh tidak akan mudah. "Dengrin, aku sayang ... jangan pernah kamu lakukan itu. Jangan pernah membunuh nyawa yang tidak bersalah. Dia hadir di dalam rahim kamu secara suci. Kalian sudah menikah. Dan kamu jangan khawatir, mas yang kan melindungi kamu. Mas yang akan menanggung semuanya, semua yang kamu butuhkan untuk kamu dan bayi kamu. Tolong jangan pernah melakukan hal bodoh. Itu sangat berdosa sayang ..." "Tapi papah dan Pakde pasti enggak akan terima ini. Mas tolong jangan buat hidup mas yang sempurna menjadi hancur hanya cuma gara gara aku." Binar berusaha melepaskan dirinya. Namun Langit mengeratkan pelukannya. Dia tidak akan melepaskan perempuan itu, sebelum ia tenang dan tidak lagi berniat untuk melakukan kebodohannya. "Hidup aku tidak pernah sempurna, sebelum kamu hadir di sini." Langit meletakan tangannya Binar tepat di d**a. Menatap kedua matanya lekat sekali. Menatap semua kesempurnaan yang dimiliki oleh perempuannya. Kedua mata indah berwarna caramel itu, kedua alis yang rapi dan sungguh asri itu, hidung yang mancung yang begitu cantik itu, dan ... kedua bibir manis yang selalu menjadi fantasi Langit di setiap harinya, bahwa ia akan menyesap dan mengecup nya mesra. Langit begitu gila dibuatnya. "Kamu yang telah membuatku sempurna." Langit maju lebih dekat. "Tolong untuk kali ini saja, jangan tolak dan tinggalkan mas lagi, jangan pernah ..." perasaan yang begitu dalam, bersatu dengan sebuah hasrat yang begitu membara laksana api yang siap membakar Langit sampai hangus terbawa suasana. Dia meraih dagunya dan berhasil menyesap apa yang telah lama menjadi fantasinya itu. Menyesapnya dalam sekali, sehingga Binar sempat kehilangan napasnya. Perempuan itu mendorong dadanya Langit. Menatap kedua mata gelap itu. Berusaha mencari sebuah kebohongan di sana. Jangan sampai Binar terjatuh pada laki laki yang salah untuk kedua kalinya. Jangan sampai ia membuat dirinya hancur untuk kesekian kalinya, dan membuat ayahnya malu lagi dan lagi. "Mas ... kenapa harus aku? aku bukan perempuan yang pantas untuk mas. Aku--" "Apa yang membuat kamu tidak pantas untuk mas. Sedangkan hati mas, hanya memiliki kebahagiaan ini jika bersama kamu saja. Untuk apa mas, mencari perempuan lain, kalau hati mas tetap saja selalu mencari kamu dan menginginkan kamu terus menerus. Apakah Mas, akan bahagia?" Langit bersumpah akan segera mengikat perempuannya dengan cara apapun. Dan dia siap berhadapan dengan Om nya itu. "Kamu jangan memikirkan apapun. Kamu hanya perlu mengurus bayi kita, bakal anak kita." Langit memegang perutnya Binar, yang masih rata. "Mas, ini bukan--" "Ini anak mas. Dan sampai kapan pun akan seperti itu." Langit kembali memeluk Binar, dan mencium pucuk kepalanya. "Mas, sayang sekali sama kamu, Binar. Mas bisa gila kalau kamu kembali meninggalkan, mas." *** "Apa maksud kamu?" Santi, Ibunya Langit terdengar membentak putra satu satunya itu. "Langit mau membatalkan pernikahan langit dan Lula." "Tapi kenapa? kamu jangan buat ibu malu, Nak?" "Langit tidak mencintai Lula. Langit tidak mau menyakitinya." "Tapi bukankah kamu yang memilih Lula?" "Itu, karena Langit pikir, langit akan mencintainya dan melupakan Binar." "Binar? kamu masih memikirkan dia?" Santi sungguh tidak habis pikir, pada putra sulungnya itu. Binar telah menolak pinangannya setahun yang lalu. Bagaimana bisa sampai saat ini, Langit masih saja memikirkannya. "Sampai kapan pun, Langit tidak akan bisa melupakan Binar, Bu." "Kamu jangan biadab! Ibu bakal malu besar sama keluarga Lula. Dan kamu juga jangan gila. Binar itu sudah memiliki suami!" "Binar akan bercerai! dia tidak bahagia dengan suaminya Bu." "Itu bukan masalah kamu! Binar mau bahagia atau tidak, itu bukan urusan kamu." "Tapi Langit tidak bisa membiarkan itu. Langit sangat mencintai Binar, tolong bu. Tolong dukung Langit, untuk kali ini saja. Tolong ...." Langit bersimpuh di kedua kakinya Santi, dengan menggenggam kedua tangannya penuh permohonan. Santi menghela napas dalam."Kamu bisa dipenjara karena telah memisahkan hubungan orang lain, nak. Apa kamu ingin masuk penjara?" "Bu. Binar tidak dinafkahi, dia hidup seperti gelandangan. Dia--" "Kamu bertemu Binar? di mana?" Santi menatap penuh selidik. Dan hal itu membuat Langit mau tidak mau harus jujur tenang Binar. Dari mulai pertemuannya dengan perempuan itu di tong sampah di depan rumahnya, sampai semua cerita tentang bagaimana kehidupan Binar dan Om Wardana yang mengusirnya dari rumah, namun tidak, dengan keadaan Binar yang hamil. Langit sangat yakin, kalau Ibunya akan menghalangi niatnya menikahi Binar, jika beliau tahu Binar sedang hamil. "Tolong bu, ibu juga seorang perempuan. Ibu pasti ngerti bagaimana yang dirasakan Binar saat ini. Tolong jangan halangi semua keinginan langit, Bu." Santi terdiam untuk beberapa saat, lalu. "Kamu urus sendiri semuanya, dari mulai keluarga nya Lula dan papah kamu. Jika kamu bisa mengatasi mereka. Maka ibu akan berada dipihak kamu!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN