13. Menjadi Milik Langit.

1253 Kata
"Jadi dia kalian terlibat perasaan?" Tuan Antonio akhirnya bertanya, setelah kami sama sama terdiam hampir setengah jam. Aku pulang bersama Tuan Antonio karena tidak mau pulang bersama Bude Santi. Aku tidak mau merepotkan beliau. Tidak! hatiku lah yang tidak ingin semua itu terjadi. Aku kasihan pada hatiku itu. Dia sudah mengalami kesakitan semenjak menikah dengan Dilan. Ditinggalkan mamah, lalu tinggal dengan seorang mertua yang menjadikan ku seorang pembantu. Setiap hari aku harus kerja di rumah besar itu, setiap hari aku harus menebus setiap kesalahan yang pernah ayah perbuat pada mertuaku itu. Kasihan sekali, karena ternyata aku hanyalah sebuah objek untuk mereka. Dilan juga sama sekali tidak mencintaiku, itu sebabnya ia melakukan itu. Kalau Dilan mencintaiku, maka ia tidak akan pernah tega melakukan itu. Aku dibiarkan kerja banting tulang di restoran. Lalu ketika pulang ke rumah pun aku harus mengerjakan pekerjaan rumah yang begitu melelahkan. Apa sebenarnya salahku ... "Binar ..." teguran Tuan Antonio membuat ku tersadar, dan aku segera mengusap air mata ini. "Iya, Tuan." aku menjawab tanpa menoleh padanya. "Kamu baik baik saja?" tanya beliau. "Aku baik baik saja, Tuan." "Aku tadi bertanya. Jadi kamu dan langit itu ..." "Itu hanya sebuah kesalahan. Kami membuat kesalahan. Dulu, kami memang sempat dijodohkan kedua orang tua kami. Namun aku memilih kekasih ku sewaktu SMA. Kemudian menikah dengannya. Itu Ayahku, setengah hati menyutujuinya. Lalu sebulan setelah pernikahan ku dengan Dilan. Mamah meninggal karena sakit. Mamah tidak mau aku menikah dengan mantanku itu. Iya, semuanya kesalahanku Tuan. Lalu aku kembali karena merasa gagal. Aku diusir dari rumah mertua, juga papah tidak mau menerimaku. Karena aku anak durhaka. Iya, aku pantas menerima itu. Lalu sekarang aku hamil, dan aku sama sekali tidak mau dilan tahu tentang keadaanku. Karena ..." Tolong Tuhan .... aku tidak mau menangis. "Jangan dilanjutkan." Tuan Antonio menggenggam tanganku. "Jangan dilanjutkan. Kamu mending tidur aja. Nanti aku bangunkan kalau kita sudah sampai di kontrakan kamu." Tapi aku tidak mungkin bisa tidur, kalau kontarkanku sebenarnya dekat sekali. Aku ikut dengannya karena aku tidak mau Bude sampai mengetahui kontrakan ku itu, lalu datang ke sana. "Terima kasih, Tuan Antonio." kucoba tersenyum padanya. Dia hanya mengangguk dengan wajahnya yang gamang. Tidak mungkin dia kecewa karena merasa patah hati olehku. Dia seorang lelaki tampan dan kaya raya. Perempuan yang mana, yang akan berani menolak cintanya. Semoga saja Tuan Antonio menemukan perempuan yang lebih baik dari aku. Sampai dikotrakan, aku segera turun. Namun Tuan Antonio malah ikut ikutan turun. Dia memanggil namaku. "Iya, Tuan." Dia mendekat dan berhenti tepat satu langkah dariku. "Kamu yakin enggak mau pindah dari sini?" aku terdiam. "Kalau menurut apa yang aku dengar. Bahwa Tante santi tidak ingin kamu dekat dengan Langit. Apakah akan lebih baik, kamu pindah agar langit tidak mengetahui tempat tinggal mu itu?" apa yang Tuan Antonio katakan itu sangat lah benar. Mungkin akan lebih baik kalau aku pindah lagi, dan menghindari Mas Langit. "Tapi aku enggak punya uang untuk--" "Aku akan mengatur segalanya! tempat tinggal, makan, dan semua perawatan kamu melahirkan. Aku akan mengaturnya!" tapi kenapa ... ku tatap laki laki itu. Ada sinar yang tidak dapat aku artikan. Apa sebenarnya yang Tuan Antonio rasakan terhadapku? "Tapi bagaimana aku harus membalasnya?" Tuan Antonio menghela napas dalam. "Dengan kamu hidup bahagia, atau bahkan menjadi satu satunya perempuan hebat di dunia ini. Kamu suskes, kamu jadi single parent yang enggak membutuhkan seorang pun laki laki di dunia ini. terutama laki laki yang pernah membuatmu menderita dan terhina." dia meraih tanganku. "Berjanjilah padaku, kalau kamu akan kuat dan hebat. Berjanjilah padaku, kalau kamu tidak akan menjadi seorang pengemis cinta pada siapapun. Berjanjilah." ku tatap lagi, laki laki itu dengan penuh tanya. Kenapa dia bersikeras ingin memperjuangkan ku sampai seperti ini. "Kenapa Tuan melakukan ini? kenapa Tuan kasihan padaku?" "Aku tidak punya alasan apapun untuk melakukan kebaikan. Aku hanya memiliki satu adik perempuan. Aku ingin dia bahagia dan dihormati oleh siapapun. Maka inilah yang sedang aku lakukan. Aku ingin sebuah kebaikan." "Terima kasih Tuan." "Aku sudah memiliki alamat baru untuk tempat tinggal mu. Aku akan kirimkan ke ponsel mu. Nanti malam, kamu pikirkan ya. Dan setelah itu besoknya kamu tinggal pindah saja. Kamu langsung ke tempat itu, dan tidak perlu datang ke Restoran. Dan ini adalah kartu akses masuk ke dalam rumahmu!" dia meletakan sebuah kartu ditangan ini. "Tapi--" "Aku pulang dulu." Tuan Antonio berbalik tanpa menunggu persetujuanku. Malam harinya Tuan Antonio mengirimiku pesan share lock. Lalu aku lacak dan menemukan alamat rumah ku. Yang ternyata sebuah apartemen di kawasan Sultan Indah. Di sana adalah tempatnya orang orang yang memiliki kekayaan di atas rata rata. Lalu bagaimana aku bisa tinggal di sana nantinya. Kenapa malah di sana? Aku mencoba menelpon Tuan Antonio, namun dia sama sekali tidak mengangkatnya. Juga aku kirim pesan, diapun tidak membalasnya. Laki laki itu sungguh membingungkan. Ketukan di pintu membuatku menatap ke arah katu berwarna coklat itu. "Siapa?" tanyaku dari dalam. "Aku, Mas mu!" Mas Langit? "Ngapain mas ke sini malem malem?" "Ini belum malem lah. Ini baru jam delapanan." "Ini sudah malem mas. Silakan mas pulang aja." Aku tidak mau membuka kan pintu untuk nya. Aku sedang berusaha melupakan dirinya. "Aku membawa makanan untuk kamu. Masa kamu enggak mau bukain pintu? aku datang dari jauh loh." dia terdengar merengek dan sangat menyebalkan. "Simpan saja di sana." Aku tetap tidak akan mau membuka kan pintu. Aku sudah memutuskan untuk tidak menemuinya. Apa yang dikatakan Bude itu benar sekali. Aku tidak boleh menghalangi masa depannya Mas Langit. Lagi pula, akulah yang pergi meninggalkan mas Langit. Aku yang telah menolak perjodohan itu. "Mas, sebaiknya kita tidak bertemu lagi." ku cengkeram kedua tangan ini. Punggungku bersandar di balik pintu. Kedua kaki ini terasa gemetar. Sesuatu yang ada di dalam perut ini seperti sedang merasakan apa yang aku rasakan. Dia bergerak gelisah tidak ingin aku resah. "Kenapa?" ku dengar suara putus asanya. "Karena aku enggak baik buat mas." "Tolong jangan seperti ini, Binar. Tolong buka pintunya." "Menikahlah dengan Lula. Tolong menikahlah!" "Aku tidak mau menikah dengan perempuan yang tidak aku cinta. Aku hanya ingin menikah dengan kamu. Hanya kamu! apa kami tidak mendengarku Binar Candramaya!?" dia terdengar emosi. Aku tahu seperti apa Mas Langit. Dia seorang lelaki tegas. Kalau dia sudah memutuskan sesuatu. Maka dia tidak akan mengubahnya lagi. Sampai kapan pun. "Tapi aku tidak akan mau menikah dengan mu!" "Kalau begitu aku akan memaksa mu!" "Tolong jangan egois mas!" "Aku bukan egois! tapi aku sedang memperjuangkan cintaku. Di mana letak kesalahan ku!?" Menggigit bibir ini kuat. Aku duduk di balik pintu ini. Air mataku luruh membasahi kedua pipi. Entah sejak kapan aku menjadi perempuan yang tidak tahu malu. Aku telah berharap begitu besar padanya. Aku telah menginginkan dirinya sebesar itu. Mas Langit yang memiliki raga sempurna di mataku. Kedua mata gelap yang begitu mematikan setiap akal sehat, kala tautan kami bertemu. "Kamu dengar aku Binar? aku akan membuatmu menikah denganku?!" aku semakin terisak. "Tolong pergi mas!" tapi hatiku ingin dia berada di sini. Bersamaku. "Mas, akan pergi. Tapi pasti akan ke sini lagi. Mas simpan makanannya di sini. Jangan terlalu lama, takut di curi orang. Mas pergi dulu." aku hanya terdiam dengan helaan napas. Setelah beberapa saat, aku yakin mas Langit telah pergi. Kemudian ku buka pintu itu. Sebuah paper bag berada di atas meja. Aku hendak meraih paper bag itu. Namun sebuah tangan mendorongku ke dalam dan menyudutkan ku ke balik pintu, sekaligus menutup pintu tersebut dari dalam. Kedua lengan kokoh itu mengurungku. Kedua mata gelap itu menyorot tajam pada pupil miliku. Sial saja, Mas Langit ternyata sengaja mengelabuiku. "Mas, ken--" "Mas akan membuat sepupu kesayangan mas ini. Menjadi milik mas!" A-apa maksudnya!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN