"Kalau tidak ada lagi yang perlu dibicarakan sebaiknya aku pergi," Nafa bangkit dari tempat duduknya dan langsung meninggalkan Tania dengan wajah yang kesal.
Sedangkan Tania yang masih shock belum sadar sepenuhnya atas apa yang didengarnya, pria yang sudah sepuluh tahun bersamanya, pria yang tidak pernah sekalipun mengkhianati nya akhirnya melakukan hal yang paling dibencinya, Pengkhianatan atas hubungan yang sudah mereka pertahan kan susah payah.
Melihat kepergian Nafa, Tania hanya bisa menatapnya penuh dengan kebencian dan kekesalan.
Namun hatinya masih belum yakin dengan apa yang sudah dikatakan oleh Nafa, bisa saja Nafa mengatakan itu karena Nafa ingin menghancurkan hubungannya dengan Malvin.
Tania pun akhirnya menghubungi Malvin.
"Halo? Kamu jemput aku di cafe mentari sekarang! "
"Sayang, kenapa malam malam seperti ini kamu berada di cafe,"
"Nanti akan aku jelaskan, sekarang kamu jemput aku,"
Tania pun langsung mematikan sambungan teleponnya.
Malvin yang bingung dan merasa khawatir akhirnya pun segera ingin menyusul Tania, Dia hanya menggunakan kaus hitam dengan celana jeans berwarna biru, Tidak lupa dia mengambil sebuah hodie.
Saat menuruni anak tangga di rumahnya, Malvin pun berpapasan dengan sang mama dan papa yang sedang menonton televisi diruang keluarga.
"Sayang kamu mau kemana?" Tanya sang Mama.
"Bentar Ma, Malvin mau ketemu Bimo," Jawab Malvin dengan singkat.
"Jangan bilang kamu mau nemuin perempuan itu Vin, ingat statusmu, Jangan sampai kamu mempermalukan keluarga kita." Ucap sang Papa.
Mendengar ucapan sang papa membuat Malvin sedikit kesal, Tanpa menjawab dirinya langsung berjalan menuju pintu keluar rumahnya.
"Kenapa bahas masalah itu sih Pa, lihat Malvin kan jadi kesal, Mama percaya kok sama Malvin, Dia gak mungkin masih berhubungan dengan si Tania itu," ucap sang mama sambil mengelus tangan sang suami.
"Bukan gitu Ma, Papa cuma gak mau Malvin bermain api, Keluarga Tanjung sudah memberikan semua yang kita inginkan, Jangan sampai kita buat mereka kecewa." Jawab sang Papa.
Sedang kan Malvin yang kesal dengan ucapan sang Papa langsung menghidupkan mesin mobilnya dan meninggalkan pekarangan rumahnya.
Setelah sampai di cafe, Malvin melihat Tania yang sudah berdiri didepan Cafe.
Malvin pun mempersilahkan Tania untuk masuk kedalam mobil.
"Kamu kenapa bisa disini sayang?Kamu sama siapa?" Tanya Malvin.
"Aku sama Nafa."
Mendengar itu membuat Malvin semakin curiga, apalagi melihat raut wajah Tania seperti menahan kesal.
"Kamu ngapain sama Nafa disini, kenapa kalian gak ajak aku," Tanya Malvin.
"Aku mau kamu jujur Vin, sejauh mana hubungan kamu sama Nafa," Kini Tania mulai mengeraskan suaranya, bahkan air matanya sudah menetes.
"Maksud kamu apa Tania, Kami hanya berteman biasa, Meskipun kami sudah terikat pertunangan aku dan Nafa kami masih seperti biasa, Tidak ada yang lebih." Jawab Malvin yang mulai curiga.
"Bullshit! Kamu pikir aku bodoh Vin, Kamu sangat munafik, Aku benci sama kamu." Kini Tania semakin mengeraskan suara tangisannya.
Melihat kondisi Tania membuat Malvin semakin bingung, Malvin pun menghentikan mobilnya dijalan yang agak sepi.
"Sumpah aku gak tahu apa apa Tania? Sebenarnya apa yang sudah terjadi?"
Malvin pun berusaha memegang tangan Tania.
"Lepaskan! kamu gak perlu bohong sama aku lagi, Kamu uda mencium Nafa kan!!! atau jangan jangan kalian sudah tidur bersama." Tania melepaskan pegangan Malvin.
Mendengar perkataan Tania membuat Malvin terdiam, Memang benar dia sudah mencium Nafa, itupun hanya karena dia kasihan melihat kondisi Nafa saat itu, Tapi tuduhan Tania cukup menyakiti hatinya, Apalagi dituduh sudah tidur bersama, Tentu itu fitnah yang sangat kejam.
"Kenapa kamu diam! Jadi benar semua yang sudah dikatakan oleh Nafa! aku kecewa sama kamu Vin, hubungan kita sebaiknya tidak perlu dilanjutkan." Ucap Tania yang sudah menghapus air matanya.
"Cukup Tania! Memang benar aku sudah mencium Nafa, Tapi aku melakukan itu karena saat itu aku refleks karena aku kasihan pada Nafa yang sudah di hina oleh mantan kekasihnya, Sungguh aku tidak memakai hati melakukan itu Tan," Malvin berusaha menyakinkan Tania.
"Dasar buaya! Alasan kamu gak masuk di akal, Bilang aja kalau kamu uda tergoda kan sama wanita sok baik itu."
"Aku tidak berbohong Tania, Kamu boleh tanya sama Nafa, Bila perlu sekarang kita jumpai Nafa, Biar semua jelas."
"Gak perlu, Aku gak mau ketemu sama wanita munafik itu, Antar saja aku pulang, Sebaiknya kita masing masing untuk sementara waktu, Biarkan aku sendiri Vin." Jawab Tania.
"Tapi Tan-"
"Cukup Vin, Aku bilang pulang ya pulang,"
"Baiklah."
Malvin pun menghidupkan mesin mobilnya, disepanjang perjalanan tidak ada yang ingin berbicara, Tania hanya melihat kearah jendela sedangkan Malvin sesekali hanya berani melirik Tania, Malvin sangat mengenal Tania, kalau gadis itu sedang marah lebih baik diam daripada harus beradu argumen.
Akhirnya mereka tiba didepan gang rumah Tania, Tania pun langsung keluar dari mobil tanpa sepatah katapun.
Sedangkan Malvin hanya bisa memukul stir mobilnya berulang kali.
"Kenapa Nafa harus mengatakan itu semua kepada Tania, Apa maksud Nafa sebenarnya, Apa benar yang dikatakan Tania, kalau Nafa hanya berpura pura baik saja, apa Nafa ingin menghancurkan hubunganku dengan Tania."
Malvin pun merogo kantongnya dan mengambil telepon genggam nya, Dia mencari nomer Nafa, Diapun akhirnya menghubungi Nafa, Dan meminta penjelasan kepada Nafa, Malvin tidak ingin masalah ini semakin berlarut larut.
"Halo Fa? "
"Iya Vin,"
"Kamu dimana, Bisa kita bertemu sekarang?"
"Aku memang lagi di jalan, Mau bertemu dimana?"
"Di coffe shop dekat kantorku saja,"
"Baiklah."
Nafa yang sejak tadi memang Berkeliling kota karena masih kesal dengan pertemuannya dengan Tania pun kaget mendapat telepon dari Malvin, dia yakin kalau Tania pasti sudah mengadu kepada Malvin.
"Aku gak nyangka Tania secepat itu mengadu kepada Malvin, Aku gak takut sama kalian, Aku akan hadapi kalian berdua," Batin Nafa.
Akhirnya mereka sudah sampai di coffe shop yang berada didepan kantor Malvin, Nafa pun menghela nafasnya sebelum masuk kedalam coffe shop itu, Dia sudah melihat Malvin yang sedang mengetuk ngetuk meja.
Nafa pun langsung menarik kursi dan duduk tepat didepan Malvin.
"Ada apa Vin?" Nafa yang sudah mengetahui niat Malvin langsung to the point.
"Apa yang sudah kamu katakan kepada kekasihku?" Malvin yang sudah tersulut emosi pun langsung menanyakan hal yang sudah mengganjal di hatinya sejak tadi.
"Apa yang dikatakan Tania, itu lah yang aku katakan." Jawab Nafa dengan singkat.
"Apa maksudmu Fa, Kenapa hal itu harus kamu katakan pada Tania? Kamu ingin merusak hubungan kami, Bukannya kamu sudah berjanji akan fair dengan hubungan konyol kita ini."
"Hubungan konyol!" Nafa kini merasa sakit hati dengan perkataan Malvin, Jadi selama ini hubungan yang sudah mereka bangun dengan baik hanyalah hal konyol bagi Malvin.
"Iya Fa, Kamu sudah tahukan dari awal kalau aku memiliki Tania, Sudah aku katakan jangan terlalu berharap padaku, Aku hanya mencintai Tania," Jawab Malvin.
"Lalu apa arti kebersamaan kita selama ini Vin, Apa arti ciuman malam itu bagi kamu," Tanya Nafa yang sudah emosi.
"Itu semua karena aku kasihan padamu Fa, Aku tidak memakai hati melakukannya, Tolong kamu jangan salah paham."
"Tidak pakai hati! Dasar pria b******k! Aku benci sama kamu Vin!!" Nafa yang sudah tidak dapat menahan air matanya pun akhirnya pergi meninggalkan Malvin begitu saja.
Sedangkan Malvin yang masih kesal hanya memukul mukul meja itu.
Kini Nafa sudah berada didalam mobil nya, Dia menangis sekuat tenaganya, Hati nya sangat sakit mendengar perkataan Malvin, Dia tidak menyangka Malvin mengatakan hal kasar seperti itu, Bahkan ciuman yang sangat penting bagi Nafa tidak memiliki arti apapun di mata Malvin, Dia tahu dirinya sudah salah karena mengatakan itu kepada Tania, Tapi seharusnya Malvin bertanya kepadanya kenapa dia mengatakan itu kepada Tania, Kenapa Malvin langsung Ngejudge dirinya yang bersalah. Nafa tahu Malvin sangat mencintai Tania, Tapi Nafa juga sudah berkorban banyak untuk Malvin, Rasa sakit dihatinya benar benar tidak bisa dilupakannya begitu saja.
Nafa pun berusaha untuk tegar, Dia tidak ingin orang tuanya tahu apa yang sudah terjadi kepadanya, Dia masih memikirkan nasib keluarga Malvin, Bagi Nafa hubungan percintaannya dengan Malvin tidak akan dia sangkut pautkan dengan perusahaan.
Nafa memang lah gadis berhati murni, Kalau dia mau bisa saja dia mengatakan semua kepada Papi nya, Dalam sekejap perusahaan Malvin akan hancur, Namun hati nurani nya masih ada, Dia tidak ingin menyakiti banyak orang hanya karena masalah nya.
Nafa pun pulang ke rumah dengan wajah yang sudah diupayakan untuk terlihat bahagia, Dia tidak ingin membuat orang tuanya curiga.
Begitu juga dengan Malvin, Berbagai rasa campur aduk didalam hatinya, Dia masih sedih dengan perkataan Tania, Tapi dia juga merasa sedikit bersalah menyakiti Nafa dengan kata kata kasar seperti itu, Sekilas Malvin merasa kalau Nafa pasti akan mengadu kepada orang tuanya, Mungkin besok perusahaan nya yang sudah mulai kembali normal bisa saja hancur dalam sekejap.
Malvin sudah mempersiapkan diri untuk menghadapi segala konsekuensi yang akan dihadapi nya besok.