Bab. 11 Antara Hari dan Mily

1228 Kata
Lha terus tugas-tugas sekolahmu bagaimana Rian? Kan ketinggalan banyak banget pasti” kata Vita. “Ya nanti bisa pinjam catatan milik temanku” jawab Rian. “Pinjam aja sama mas Ahmad atau mas Surya kalau satu kelas dengan mereka” ucap Mily. “Males banget pinjam buku sama mereka, dulu pernah sekelas tapi mereka jarang menulis di catatan, tapi anehnya mereka itu bisa mengerjakan soal ulangan mingguan” kata Rian. “Masa sih? Mereka gak punya catatan?” tanya Mily tidak percaya. “Ya mungkin ada catatan tapi enggak sebanyak catatan ku” jawab Rian. "Di depan gerbang itu siapa yang datang?” tanya Rian kepada Mily. Vita dan Mily pun langsung menoleh ke arah pintu gerbang. Mily belum sempat menjawab pertanyaan Rian, Rian langsung berjalan menuju pintu gerbang. “Lhoh Vit, itu bukannya si Hari? Kok dia bisa tahu kalau kita di sini? Kamu yang kasih tahu dia?” tanya Mily yang terkejut karena Hari tiba-tiba datang ke rumah Rian. Kedatangan Hari ke rumah Rian membuat suasana hati Mily menjadi tidak enak dengan Rian. “Maaf, Mily.. Dia tadi menghubungi aku terus dan memaksa untuk diberi tahu kita ada di mana” ucap Vita merasa bersalah. "haduh! Vit! Harusnya kamu enggak ngajak dia ke sini" ucap Mily dalam hati. “Masukkan saja motornya mas” Rian menghampiri Hari yang sudah berhasil membuka pintu gerbang dan menyambutnya dengan ramah dan tak lupa berjabat tangan dengannya. Setelah berjabat tangan Rian kembali masuk ke dalam rumah. “Hai Mil!” sapa Hari kepada Mily, Mily hanya tersenyum kecut terhadap Hari. Padahal Mily menghindari untuk bertemu dengan Hari, dan enggak menyangka akan bertemu Hari di rumah Rian, karena Mily enggak mau kasih harapan ke Hari. Hari pun langsung duduk di lantai padahal ada kursi panjang di bawah pohon mangga. Hari memilih duduk di lantai teras agar lebih dekat dengan Mily, Vita dan juga Rian. Vita pun memilih untuk berpindah tempat duduk agar bisa menemani Hari. "Vit, kok mau jadi obat nyamuk?" tanya Hari bercanda kepada Vita. "Iya ini mengantar Mily sekalian besuk Rian" jawab Vita. Percakapan Hari dan Vita yang sempat Mily dengar sebelum Rian keluar dari dalam rumah. Tak lama Rian pun keluar dengan membawa minuman untuk Hari. “Silakan diminum mas” ucap Rian. “Dia siapa?” tanya Rian kepada Mily agak berbisik. “Dia Hari, orang yang pernah aku ceritakan itu, orang yang mengejar-ngejar aku” jawab Mily. “Ow..Ganteng begitu kok orangnya” kata Rian. “Ganteng apanya? Lebih ganteng kamu tahu” kata Mily yang entah kenapa kurang suka saat Rian memuji Hari. Seolah-olah ada makna yang tersirat ‘kamu dengan Hari saja, Mily' atau mungkin hanya pikiran Mily saja yang negatif. Hari memang mempunyai tubuh yang tegap, berotot, sedikit lebih tinggi daripada Rian, rambut pendek seperti baru dicukur, dan wajah yang bulat. “mas, luka operasinya itu masih ada benang jahitnya?” tanya Mily. “Masih, ini dijahit sekitar 7 cm.” Jawab Rian. “kontrol ke RS kapan mas?” “seminggu lagi, hari Sabtu besok” Vita dan Hari masih mengobrol, sedangkan Mily merasa tidak nyaman dengan kedatangan Hari. Sudah 30 menit Mily berada di rumah Rian. Mily menepuk bahu Vita dan mengajaknya pulang. “mas, maaf ya ini sudah siang aku dan Vita pamit pulang ya, semoga cepat sembuh ya, mas.” Ucap Mily. “Aku pamit ya Rian, semoga cepat sembuh”. Vita pamit dan tak lupa salaman dengan Rian. “Iya, aamiin, Terima kasih ya dan hati-hati di jalan”. Ucap Rian. “pamit, mas” Hari mengulurkan tangan dan bersalaman dengan Rian. “iya, Terima kasih, mas. Hati-hati.” Kata Rian. Mily dan Vita mulai naik ke dalam angkutan umum, sedangkan Hari masih terlihat di halaman rumah Rian dan sibuk dengan motornya. Mily merasa sedikit lega karena Hari masih di sana karena sebenarnya Mily khawatir akan diikuti oleh Hari seperti waktu itu. Angkutan umum itu sudah berhenti di dekat rumah Vita, dan Vita pun mulai turun dari angkutan itu dan tak lupa menyapa sahabatnya, Mily. “aku duluan ya, Mily”. “Iya, Vit” jawab Mily. Kendaraan umum itu mulai melaju lagi, Mily melihat ke belakang dari kaca kendaraan itu dan merasa lega karena tidak ada tanda-tanda Hari mengikuti di belakang kendaraan umum itu. Kendaraan umum berwarna jingga ini pun telah sampai di tempat biasa. Mily melanjutkan perjalanannya menuju rumah dengan berjalan kaki, namun tanpa Mily duga, Hari tiba-tiba berhenti di depan Mily sehingga menghalangi Mily berjalan dan hampir menabrak bagian belakang motor Hari. “astaghfirullahal’adzim!” Mily kaget. “Hari, kamu apa-apaan sih tiba-tiba berhenti di depanku. Ngagetin aku aja.” Mily menghela nafas panjang dan melanjutkan langkah kakinya menjauh dari Hari sebelum Hari mengeluarkan satu kata. Mily terus melangkahkan kakinya, akan tetapi Hari terus mengikuti Mily. Hari tiba-tiba berhenti di sisi jalan dan sedikit mendahului Mily. “Eh Mil, kenapa kamu mau dengan cowok yang sakit-sakitan seperti itu?” Ucap Hari dengan senyum sinis. Seketika Mily berhenti berjalan. “astaghfirullahal’adzim..!” Ucap Mily lirih dan melanjutkan berjalan menjauh dari Hari. “Aku gak menyangka kalau Hari bisa berkata seperti itu tadi. Hhhh..astaghfirullahal’adzim.” batin Mily. “Mil, lihat saja dia tadi sudah seperti orang mau mati,” ucap Hari sambil melajukan motornya pelan di sebelah Mily. “Astaghfirullahal’adzim, Hari! Jaga ucapan mu..!” seru Mily. “Sudah, kamu pulang saja sana, jangan ikuti aku terus.” Sambung Mily tegas. “Mil, tunggu Mil, aku mau bicara sama kamu.!” Ucap Hari masih terus mengikuti Mily. “tidak ada yang perlu dibicarakan Hari.!” Jawab Mily. “Mil, tunggu Mil, berhenti dulu sebentar, duduk dulu sebentar.” Hari turun dari motor dan meraih tangan Mily dan membuat Mily berhenti melangkah. Mily tidak menjawab Hari dan menghela nafas panjang. “Aku mau ijin dulu sebentar dengan tuan rumah untuk duduk di bangku di pinggir jalan.” Ucap Hari dan kemudian Hari menuju teras rumah orang yang tidak dikenalnya itu. Para penghuni rumah tampak duduk di ruang tamu, sebagian terlihat di depan pintu rumahnya. “Permisi bu, saya mau minta ijin untuk duduk di bangku itu sebentar.” Hari minta ijin dan menunjuk bangku yang terbuat dari bambu di pinggir jalan itu. “Oo iya mas, silahkan mas.” Ucap salah seorang wanita di dekat pintu. “Terima kasih, bu” jawab Hari dan Hari menuju ke bangku di pinggir jalan itu. Mily memperhatikan bangku itu. Bangku yang cukup panjang dengan panjang sekitar 150 cm dan terbuat dari bambu. Sekilas Mily melihat Hari yang sedang berbicara dengan salah seorang penghuni rumah itu. “siapa itu?” tanya salah seorang perempuan dari dalam rumah yang terdengar samar. “Tidak tau, mungkin pacarnya.” Jawab wanita di dekat pintu. Mily mendengar ucapan itu membuat Mily merasa malu juga sekaligus sungkan, padahal Mily bukan pacarnya Hari. “Haduuh..bagaimana kalau mereka mengenalku dan melapor ke ayahku..” batin Mily khawatir kalau hal itu akan terjadi. Ayah Mily adalah seorang yang biasa tapi cukup banyak dikenal oleh warga desa. Warga yang kenal ayah Mily tetapi belum tentu kenal dengan anaknya. Mily merasa tidak nyaman dan khawatir ada orang yang mengenalnya, apalagi saat ini Mily berada di lingkungan rumah yang dekat dengan rumah mas Ahmad, hanya selisih beberapa rumah dari rumah mas Ahmad. Hari mengajak Mily untuk duduk santai sebentar di bangku sederhana yang terbuat dari bambu. Akhirnya Mily pun ikut duduk dan menjaga jarak dengan Hari agar tidak terlalu dekat.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN