3. Bolos.

1381 Kata
Mungkin kamu tidak pernah memikirkannya, bahwa makhluk lemah sepertiku juga memiliki perasaan. Sekarang aku kuat, tidak tahu nanti.~Sharena   "Cepat sedikit!! " Ucapnya disertai dorongan kuat di bahuku.  Hampir saja membuatku terjungkal ke depan. Aku melotot ke arahnya,  dia malah menampilkan seringai geli yang menurutku sangat menyeramkan.  Sesekali warna matanya bisa berubah menjadi merah,  atau hanya kilatan saja. "Manusia itu lambat.” Bisiknya.  "Kita bisa ketahuan pak kumis kalau tidak cepat.” Tambahnya lagi. "Tidak usah mendorong sembarangan,  kalau aku terjungkal juga akan ketahuan.” ucapku setengah berbisik. "Berani padaku eh?”  Aku langsung menunduk sambil meringis,  lagi-lagi melihat kilatan matanya itu. "Ma-af” ucapku terbata. "Aaaapphhhhh" Tiba-tiba saja tubuhku melayang dengan secepat kilat dan sudah mendarat di kebun kelapa luar sekolah dalam hitungan detik. Jantungku berpacu dengan sangat cepat, hingga rasa takut mendominasi di dalam tubuh. "Sebenarnya tadi aku ingin berpura-pura jadi manusia,  tapi ternyata sangat menjengkelkan.  Membuatku tidak sabar." Sean melangkah semakin menjauh dari gerbang sekolah,  sementara aku masih mematung tidak bergerak,  berusaha mengatur napasku yang masih memburu. "Ayo jalan Sharena! Sedang apa kau berdiri disitu?  Mau ditangkap pak kumis?” Melihatku masih berdiri tidak bergerak,  dia menghampiriku dan menarik tanganku. Aku masih diam saja,  sementara kami sudah semakin jauh dari sekolah. Masih tidak percaya,  Sean benar-benar mengajaku terbang melompati tembok belakang sekolah.  Ribuan pertanyaan seolah berkecamuk di kepala,  membuatnya sesak dan ingin meledak.  Dipikir dari sisi manapun rasanya tidak mungkin ada keajaiban seperti itu selain di kisah film fantasy yang sering aku tonton bersama adikku. Sebenarnya siapa Sean? "Yang tadi itu,  kamu benar-benar terbang?” Tanyaku akhirnya.  Sean menaikan sebelah alisnya sambil menatapku geli.  Dia mendekatkan wajahnya kearahku,  otomatis aku mundur, tapi tertahan tangannya dinpinggangku. "Aku bisa lebih dari sekedar membawamu terbang Sharena,  aku bahkan bisa mengajakmu tamasya ke planet lain kalau kau mau?” Bisikan panjang itu membuat darahku berdesir aneh. Bukan karena ucapannya yang sedikit menyeramkan,  melainkan hembusan napas hangat dari mulutnya yang mengenai sisi telingaku seolah mengirimkan gelanyar aneh yang membuat darahku berdesir. "Siapa kau sebenarnya? " Ucapku tanpa sadar. Setengah berbisik,  diikuti suara angin yang menghembus menerbangkan rambutnya yang sekarang berwarna hitam legam.  Dia tersenyum,  dan aku seperti terhipnotis memandang wajahnya yang luar biasa tampan.  Perpaduan antara maskulin dan manis membingkai sempurna dengan kulit putih halus. "Kau tidak tahu siapa diriku Sharena? " Aku menggeleng pelan. Dia tertawa sampai mengguncang tubuhku,  karena tangannya masih memeluk erat pinggangku. “Aku Sean Ardiansyah Wiratmaja pemilik wajah tampan yang digilai para gadis di sekolah.” Dia menyeringai sombong.  Ingin sekali aku menuliskan kata Narsis di jidatnya. "Kita sudah terlambat,  ayo cepat!” Dia menarik kembali pergelangan tanganku dan berjalan dengan cepat. "Kamu mau membawaku kemana Sean?” "Kita sedang bolos sekolah Sharena! Tentu saja kita harus ke tempat yang menyenangkan.”Dia menjawab tanpa menoleh kearahku. "Ahh menyebalkan,  lama sekali kalau berjalan seperti manusia.” Gerutunya, dia berhenti dan menatapku.  "Mau terbang lagi? " Aku mundur selangkah melihat seringainya.  Tanpa menunggu jawabanku dia sudah menggendongku dan membawaku terbang.  Melompati satu pohon kepohon dalam hitungan detik. Ternyata rasanya tidak semenegangkan saat pertama kali tadi.  Kali ini aku cukup menikmatinya.  Rasanya seperti naik ayunan,  hanya saja hembusan anginnya lebih besar.  Yang paling menyenangkan adalah pemandangannya bagus sekali dari atas sini.  Tanpa sadar aku tersenyum,  mungkin seperti ini rasanya bertamasya ke gunung untuk menikmati pemandangan. Sejak kecil,  aku tidak pernah pergi bertamasya atau hanya sekedar jalan-jalan. Bagi keluarga-ku makan dengan cukup setiap hari saja sudah bersyukur. "Menyenangkan kan,  terbang seperti ini? " Aku mengangguk dan dia tertawa. "Ternyata kau pemberani Sharena?  Aku pikir kau akan menangis ketakutan aku ajak melompat-lompat di pohon seperti ini.” Tanpa sadar aku merengut mendengar penuturannya. "Aku bukan gadis penakut! " Ucapku akhirnya.  Lagi-lagi dia tertawa. "Siapa yang lari tunggang langgang sambil gemetaran saat mengira aku hantu penghuni kebun sekolah waktu itu?" Dia menatapku mengejek.  Lagi-lagi aku merengut sebal. Entah keberanian dari mana aku melakukakannya.  Tapi hatiku seolah mengatakan bahwa Sean tidak akan berbuat jahat.  Hal itu membuatku berani mengungkapkan ekspresi seperti kepada seorang teman. "Waktu itu aku tidak takut,  aku hanya kaget.”  Sean menatapku geli. "Baiklah, Sharena yang pemberani kita sudah sampai.” Kami sudah mendarat di depan sebuah rumah sederhana yang tampak asri dan terawat.  Sepertinya tadi aku terlalu asik menanggapi ejekan Sean,  hingga tidak sadar sudah mendarat. Dia menurunkan aku dan menggandengku masuk kedalam. “Ini rumah siapa Sean? " "Rumah bibiku,  dia seorang penyihir.  Kamu pasti senang bertemu dengannya.  Dia orang yang sangat baik dan penyayang.” Mendengar penjelasannya membuatku membayangkan sosok penyihir dengan hidung lancip mata menyala,  lengkap dengan sapu terbangnya. "Jauhkan pikiran bodohmu itu!  Bibi Janet sama seperti manusia biasa.” Ucapan Sean membuyarkan segala imajinasiku. "Apa dia bisa merubahku menjadi kodok?” Sean tertawa terbahak-bahak mendengar pertanyaanku. "Apa saja yang kau baca selama ini Sharena?  Kenapa kamu bodoh sekali.” ucapnya menyebalkan. "Dasar menyebalkan.”  Aku kesal dan berjalan mendahuluinya yang masih memegang perut sambil tertawa. "Memangnya kau mau kemana Sharena?  Bukan ke arah situ pintu masuknya.” Dia menatapku geli sambil menunjuk ke sebelah kanan dari arah jalanku. "Tapi pintunya—” "Rumah penyihir tidak sama dengan rumah manusia,  pintu itu hanya kamuflase untuk seorang tamu manusia biasa. Aku kan bukan manusia.” Sean lagi-lagi menggandeng tanganku kearah sebuah pohon besar di samping rumah itu dan menabraknya! Tunggu dulu!  Kami baru saja menembus kayu?  Aku melongo sambil menengok ke belakang tapi yang terlihat justru tembok sebuah rumah dengan pencahayaan yang temaram.   *** Aku menjadi kuat jika ada di dekatmu, hatiku lemah jika melihatmu menangis dan tanpa sadar tawaku semakin sering terdengar jika bersamamu. Ini bukan cinta, aku yakin. Ini hanya wujud dari kesepianku saja.~Sean Lagi-lagi aku melihatnya menangis,  kali ini bukan di kebun sekolah tapi di bangunan kosong dekat gudang sekolah.  Sebenarnya apa yang terjadi padanya?  Aku hanya penasaran,  bukan peduli.  Untuk apa aku peduli padanya,  dia bukan kekasihku.  Dia hanya mangsa,  atau mainanku mungkin?  Karena menyenangkan sekali bisa membuatnya ketakutan dengan kekuatanku di depannya. Aku melesat cepat ke depannya,  dia terlonjak kaget,  melihatku sudah berjongkok didepannya. "Ayo temani aku bolos!”  Dia masih diam menatapku dengan mata basahnya. Sampai beberapa menit dia masih tidak menjawab. Aku berdiri dan mengulurkan tanganku di depan wajahnya. "Cepat bangun! Kau jelek sekali jika menangis seperti itu, membuatku ingin memakanmu. Jangan tunjukan air matamu lagi didepanku atau aku akan benar-benar memakanmu.” Sharena menghapus air matanya dan berdiri mengabaikan uluran tanganku. "Makan saja aku Sean! Aku tidak ingin hidup lagi.” Sebutir air mata jatuh mengenai pipinya.  Entah kenapa aku benci sekali melihatnya,  aku tidak mengerti apa masalahnya,  tapi aku paling tidak suka manusia yang dengan seenaknya berkata tidak ingin hidup. "Sebegitu tidak percayanya dirimu akan keberadaan Tuhan? Hingga seenaknya saja mengatakan tidak ingin hidup! Apa kamu tidak tahu bahwa banyak sekali manusia yang sudah menjadi arwah dan mereka ingin hidup kembali untuk memperbaiki kesalahannya. Kamu manusia paling sombong yang pernah aku temui Sharena.” Dia menunduk dan kembali terisak. "Kenapa semua orang memperlakukanku tidak adil Sean?” Ucapnya pelan sambil terisak. Terdengar begitu menyayat dan aku benci ketika hatiku mulai melemah. "Itu karena kamu kurang kuat untuk melawan,  ayo temani aku bolos,  nanti aku beritahu bagaimana caranya menjadi kuat.” Dia menatapku sekilas kemudian mengangguk. Berakhirlah kami disini,  di kastil tua milik bibi Janet . Aku rindu makan buah Rasbery yang tumbuh subur di kebun belakang. "Bibi, keponakan tampanmu datang.” Ku lihat Sharena masih terlihat bingung setelah kami menembus sebatang pohon besar untuk memasuki kastil ini. "Sean,  cepat kemari ada ular yang mengganggu bibi.”  Aku berlari kearah belakang kastil dan menemukan bibi Janet sedang menangkap ular yang kabur,  dari kendi tanah yang sudah dia hangatkan diatas api,  lengkap dengan ramuan lainnya. "Bukan ular yang mengganggu bibi,  tapi bibi yang mengganggu ular.” Dia menyeringai kemudian tatapannya berakhir pada seseorang yang sedang beringsut takut di belakang punggungku. "Wah! Bibi kedatangan tamu rupanya?” Aku terkekeh. "Sean, kita pulang saja yuk!” Sharena berbisik dibelakang punggungku. "Wah, akhirnya Angeline datang mengunjungi bibi.” senyumku langsung sirna mendengar nama itu kembali disebut. "Bibi, tolong jangan sebut nama itu lagi!” Ucapku datar. Sharena menyembulkan kepalanya merasakan auraku yang sedikit berbeda. "Santai saja Sean, bibimu yang sudah tua ini memang sedikit pikun.  Baiklah bibi minta maaf,  jadi siapa gadis cantik ini?” Aku masih berusaha menetralkan kemarahanku,  sementara Sharena sudah keluar dari persembunyiannya dan berjabat tangan akrab dengan bibiku. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN