Chapter 20

1105 Kata
"Nara--" Yooshin yang semula berniat maju mendekati Nara langsung berhenti saat Moa mendekat ke arahnya. "Aku sudah memperingatkanmu sejak awal. Seharusnya kau menurut dan menyerah saja," ujar Moa. "Aku tidak akan pernah menyerah padamu." Yooshin mencabut pedang miliknya tanpa melepas tatapannya barang sedetik pun. Ia lalu menatap Nara di belakang sana. Gadis itu tak bisa berbuat banyak dan tampak begitu khawatir. "Setidaknya dia masih hidup karena aku tidak membunuhnya langsung. Seharusnya kau bersyukur." Moa tersenyum miring. Ia berjalan memutari Yooshin. "Kau tahu kenapa aku masih membiarkanmu hidup hingga detik ini? Karena ... gadis itu yang menyuruhku." Moa memegang kedua bahu Yooshin dan menunjuk ke arah Nara. "Nara ... " "Dia memintaku untuk tidak membunuhmu." Dari posisinya, Moa bisa melihat kedua mata Nara yang berkaca-kaca. Netra milik gadis itu tampak berkilau karena pantulan cahaya api berwarna biru di sekelilingnya. "b*****h!" Yooshin langsung memutar tubuhnya dan menusukkan pedangnya namun gerakan Moa lebih cepat hingga ia bisa menghindar. "Ah, rupanya kali ini kau benar-benar berniat membunuhku. Kau bahkan membawa pedang milik gurumu." Rahang Yooshin mengeras. Ia menguatkan genggaman tangannya pada pedang itu. "Tolong jangan lakukan apapun pada Yooshin," pinta Nara dengan nada bergetar. Salah satu sudut bibir Moa naik. "Kau dengar sendiri? Dia yang memintaku untuk melepaskanmu," ujarnya. Yooshin kian geram dan keduanya pun terlibat perkelahian di sana. Moa yang menghadapi Yooshin dengan tangan kosong mulai kewalahan karena pria itu bergerak tak kalah cepat darinya. Slash! Pedang milik Daehyun yang Yooshin pegang berhasil merobek permukaan lengan Moa hingga darah mengalir dari sana. "Kurang ajar!" Moa menatap Yooshin nyalang. Kuku jemarinya tumbuh dalam sekejap dan ia menyerang balik Yooshin secara membabi buta. "Yooshin!!" Nara menjerit saat Yooshin terlempar dan Moa menginjak d**a pria itu. "Tolong jangan lakukan apapun!!" Nara kembali menjerit. Yooshin yang mulai kehabisan berusaha menyingkirkan kaki Moa dari tubuhnya namun ia tak bisa. Akhirnya, secara diam-diam pria itu meraih sejumlah bebatuan di dekatnya dan langsung dilemparkan pada Moa. Makhluk itu secara refleks menjauh dan dan kesempatan itu dimanfaatkan oleh Yooshin untuk menyerang. Ia memukul Moa secara bertubi-tubi dan menendang tubuh makhluk itu. Kedua tangan Nara yang bergetar itu pun tampak mengepal kuat. Semula Yooshin berpikir kalau Moa sudah mulai melemah namun ia salah saat Moa secara tiba-tiba membuat gerakan mendadak dan menendang balik tubuhnya hingga terlempar, bahkan pedang yang Yooshin pegang pun ikut terlempar cukup jauh. "Gadis itu sekarang milikku dan tak ada siapapun yang berhak mendekatinya, tidak terkecuali kau. Kau tidak akan pernah bisa membawanya kembali ke tempat asalmu," ujar Moa penuh penekanan. Namun ia mendadak terbatuk dan mengeluarkan cairan kental berwarna merah dari mulutnya. Ia lalu memegang salah satu sisi perutnya dan terkejut saat melihat adanya darah di sana. "Kau--" Moa menatap Yooshin. "Kapan kau--" "Aku tidak akan pernah membiarkanmu merebut Nara, dasar makhluk hina!!" Yooshin berguling mengambil pedangnya dan ia bangkit untuk segera menusuk Moa. Moa melihat Yooshin yang berlari semakin dekat dengannya. Kedua mata Nara kehilangan fokus. Ia menatap api-api di sekelilingnya dan kepalanya terasa begitu pening. Ia lalu menatap sebuah pedang yang menancap di depannya. Haruskah Nara mencabutnya? Gadis itu terlihat sudah menitikkan air mata. Nyawanya pernah hampir melayang saat kulitnya bersentuhan dengan pedang itu. Bahkan pedang itulah yang membuatnya dibuang oleh penduduk. Kedua tangan Nara sudah hampir menyentuh permukaan pedang itu. Ia menarik napas dalam dan sensasi panas mengaliri tubuhnya. Kedua matanya sampai mengeluarkan air mata namun ia tak menyerah. Dengan sekuat tenaga gadis itu menarik keluar pedang milik Moa dari permukaan tanah dan seketika api-api biru itu lenyap. Ia melempar pedang itu jauh dan langsung berlari tanpa memedulikan kedua telapak tangannya yang sudah berlumuran darah. "Hentikaaaann!!" Slash! Tubuh Yooshin membeku di tempat. Kedua matanya menatap Nara. Gadis itu mengangkat kedua tangannta dan berusaha meraih wajah Yooshin selagi ia bisa. "Nara, kau--" Yooshin menahan napas. Tangannya bergetar hebat dan pandangannya kian buram karena air mata yang tidak sanggup lagi ia bendung. Moa membulatkan kedua matanya dan ia langsung menangkap tubuh Nara yang sudah limbung. Gadis itu kehilangan kesadarannya. "Nara!!" Yooshin menarik kembali pedangnya namun Moa dengan cepat mendorongnya menjauh hingga tubuh Yooshin tersungkur ke permukaan tanah bersamaan dengan pedangnya. Moa menepuk pelan permukaan pipi Nara namun gadis itu tak kunjung membuka kedua matanya. Napas Moa ytersengal. Ia menatap Yooshin murka. "Beraninya kau!!" Yooshin menatap kedua tangannya yang bergetar. Ia tak pernah menyangka kalau Nara akan berlari menghampirinya dan justru membiarkan pedang itu menusuk ke dalam perutnya, menyelamatkan Moa. "Nara, kenapa kau melakukan ini?" lirih Yooshin dengan nada bergetar. Air matanya sudah tidak bisa dibendung lagi dan ia mencoba bangkit untuk mendekati Nara namun Moa selalu berhasil menjauhkannya. Makhluk itu kini bangkit dan membawa Nara. Ia mengambil pedangnya kembali dan pergi dari sana. "Nara!!" Yooshin juga meraih pedangnya dan berlari mengejar Moa. Meskipun samar, ia bisa melihat jejak darah yang ada di dedaunan kering yang tersebar di sepanjang hutan. Sementara itu di depan sana, kondisi Moa kian melemah. Bersamaan dengan itu, hujan turun dengan begitu lebat mengguyur seluruh hutan. Moa menatap Nara yang berada di dalam gendongannya dan gadis itu tidak menunjukkan tanda-tanda sadarakan diri. Amarah Moa membuncah. Gerakannya melambat seiring dengan tenaganya yang melemah, membuat Yooshin yang juga tergopoh-gopoh itu berhasil mengerjarnya. "Jangan bawa Nara!" teriak Yooshin dari belakang. Moa berhenti saat ia tiba di sebuah tebing curam dengan permukaan laut di bawah sana. Angin yang kencang dan hujan lebat membuat ombak di bawah sana cukup beringas. Moa menatap Yooshin dan ia semakin berjalan mundur. "Tolong kembalikan Nara padaku!" Yooshin memohon sebisa mungkin. Ia menyesal, takut, marah, semua ia rasakan dalam waktu yang bersamaan. "Kau, akan aku pastikan kalau kau tidak akan pernah bisa bertemu dengan gadis ini lagi," ujar Moa. Yooshin menggelengkan kepala. Ia semakin tidak bisa menahan air matanya. Ia tidak akan pernah bisa memaafkan dirinya jika sesuatu yang buruk sampai terjadi pada Nara. Ia akan merasa menyesal seumur hidupnya. "Tolong berikan Nara," pinta Yooshin. "Jangan lakukan apapun padanya. Kumohon," Yooshin semakin bergerak maju namun Moa justru sebaliknya. Rahang Moa mengeras. "Aku tidak akan pernah memaafkanmu," lirihnya penuh penekanan. Moa perlahan berbalik dan ia berlari menuju ujung tebing, membuat Yooshin refleks mengejarnya namun tubuh Moa dalam sekejap sudah meluncur ke bawah dan terjun bebas ke permukaan laut, dengan Nara yang juga bersamanya. "Nara!!" Yooshin menatap air di bawah sana. Pria itu kian frustrasi saat tak menemukan adanya tanda-tanda kemunculan tubuh mereka di permukaan air. "Naraaa!!" Suara Yooshin hampir habis. Ia memukul-mukul permukaan tanah dengan kedua tangan yang mengepal kuat.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN