Tugasmu adalah tugasku

1279 Kata
Adel berjalan menuju 12 IPS 4 sambil membawa setumpuk tugas yang baru saja ia selesaikan jam 1 malam. Beberapa pasang mata memerhatikannya karena merasa asing dengan perempuan berambut pendek berkacamata itu. “Nyari siapa?” tanya salah satu siswi yang sedari tadi melihat Adel sedang mencari seseorang. “Ada Ardan nggak?” jawab Adel menyebutkan seseorang yang sedang dicarinya. Siswi berkuncir kuda itu melihat ke dalam kelasnya untuk mencari orang yang barusan disebutkan namanya. “Tasnya sih ada tapi orangnya gak ada." Lalu kembali melihat Adel. “Oh, gitu ya." “Butuh bantuan?” tawar siswi itu. Adel mengerjap cepat. “Bisa taro ini di mejanya Ardan?” Ia menyodorkan setumpuk buku tugas itu. “Oh, bisa.” Siswi itu menerimanya. Setelah mengucapkan terima kasih Adel pun pergi menuju kelasnya. Siswi itu menatap punggung Adel yang menjauh sambal bergeleng pelan. “Kasian banget korbannya Ardan,” gumamnya. *** Ditempat yang berbeda dalam waktu yang sama. Keenam anak laki-laki itu sedang berada di ruangan yang sudah tak asing lagi bagi mereka, kantor BK. Bertemu dengan guru tercinta. Bu Wati, sesosok guru tegas dengan kacamata yang bertengger di hidungnya berdiri di depan mejanya menghadap ke arah enam siswanya yang berpenampilan jauh dari kata rapi. “Saya tau kalau kalian kemarin kabur lagi." Kalimat pembuka untuk sebuah pidato yang panjang. Seperti yang sudah-sudah Bu Wati akan kembali menceramahi keenam anak didiknya. Mengatakan bahwa masa depan mereka masih panjang, harus bisa membanggakan orang tua dan lain-lain yang membuat keenam cowo itu hapal dengan pidato panjang gurunya. Bu Wati menatap keenam muridnya dengan tatapan mengintimidasi. Namun, bukannya merasa terintimidasi, keenam muridnya itu malah asyik dengan kesibukannya masing-masing. Galang yang menyungkil-nyungkil sisa makanan di sela-sela giginya dengan telunjuk. Kevin yang sibuk dengan rambut badainya. Ia membelah tengah rambutnya hingga menyerupai tokoh mail dalam film upin ipin. Anton yang malah mengupil lalu dipeperkan ke kemeja Aldi dan Aldi yang protes tidak terima. Sedangkan Ardan dan Ryan malah sibuk menertawakan Aldi. "Kalian! Denger omongan ibu nggak, sih?!" Suara lantang Bu Wati kembali mengalihkan perhatian keenam anak itu. "Apa, Bu?" ucap Ardan santai. Bu Wati menghirup napas dalam-dalam berusaha menetralkan emosinya. Perilaku mereka benar-benar membuat semua guru di sekolah itu tidak kuat. Bahkan bu Wati saja menghadapi mereka dengan sangat terpaksa, karena dia seorang guru BK. Tidak hanya kelakuan bahkan ucapan mereka pun sama menyebalkannya . Dan saat ini Bu Wati sudah tak tahan lagi berhadapan dengan mereka. "Ya udahlah, gini saja!” Bu Wati menunjuk satu persatu anak muridnya. “Kalian Ibu hukum untuk membersihkan toilet!” “Toilet? Toilet cewek, boleh! Ya nggak gengs?” Kevin tampak excited mendengar perintah gurunya. Ia memeluk girang Galang sampai temannya itu tersedak liur sendiri. “Yoi!” sorak yang lain. Bu Wati menggeram kesal. “Tidaak!” Napasnya menderu karen emosi. “Toilet lai-ki la-ki,” katanya mengeja kata laki-laki. “Dan itu kalian kerjakan pada saat jam istirahat!” “Kenapa gak pas jam pelajaran aja sih, Bu?” celetuk Ryan dengan wajah tanpa dosanya. “Karena kalian harus belajar!” Padahal pendingin ruangan sedang aktif, tetapi Bu Wati merasa panas. “Tapi, Bu--” “Tidak ada bantahan! Dan tidak ada jawaban lagi!” potong Bu Wati. Ardan menghela napasnya ketika mendapat tatapan tajam gurunya itu. “Mengerti?” “...” “Mengerti?” Bu Wati kembali bertanya karena tak mendapat jawaban. “...” Mata Bu Wati mengabsen keenam anak itu. “Loh, ini, kenapa nggak ada yang jawab? Kalian ngerti atau tidak?” “Tadi kata ibu 'tidak ada jawaban'.” Ardan meniru ucapan gurunya barusan. Bu Wati menghela napas lelah, pasalnya bukan itu maksudnya. “Ya udahlah, sekarang kalian cepet keluar!” titah Bu Wati tak mau berlama-lama berhadapan dengan anak-anak muridnya tercinta itu. *** Adel baru keluar dari kelasnya hendak menuju kantin. Tubuhnya sedikit terhuyung karena beberapa anak menubruk tubuhnya. Apa Adel segoib itu? Sampai-sampai orang dengan seenaknya menabrak dia. Cewek itu bangkit lagi, berdiri. Merapikan rambutnya yang berantakan, dan membenarkan letak kacamatanya yang miring. “Psst, pssst.” ‘Suara apa itu?’ Adel terperanjat. Lalu cewe itu mempercepat jalannya. “Sst, Adel” Suaranya sangat pelan sekali. Membuat Adel mulai merinding. ‘Jangan, jangan..’ pikirnya. Lalu sebuah tangan memegang bahunya. “Aaaaammpph!” teriak Adel tertahan karena tangan itu kini membekap mulutnya “Eh, ini gue Ardan." Adel membelalakan matanya terkejut. Sepertinya salah satu kebisaan Ardan adalah menyamar sebagai setan di tengah hari bolong. “Huh! Kirain siapa,” ucapnya setelah Ardan melepaskan bekapannya. “Lu dipanggil kenapa malah lari, sih?” kata Ardan mendumel sambil memasukan kedua tangannya ke dalam saku celananya. “Aku pikir itu setan.” “Eh, ganteng-ganteng begini dibilang setan.” Ardan berlagak sok tampan dengan mengusap jambulnya dari depan ke belakang. “Hehe, maaf." “Ck. Eh, Del, kita teman 'kan?” Ardan memajukan wajahnya mendekati Adel. Cewek itu reflek memundurkan wajahnya lalu mengangguk. “Kalo begitu lo bisakan bantu teman lo ini?” Adel mengangguk lagi. “Bagus." Sejurus kemudian ia menarik lengan Adel sambil berlari. Sampailah mereka di depan toilet. “Toilet cowo?" Kening cewek itu berkerut. "Bantu apa?" “Sebentar," kata Ardan lalu menarik napas kemudian berseru, "Gengs! Gue dah nemuin orangnya." Ardan memanggil teman-temannya yang berada di dalam. “Nah, Del, sekarang lo bantuin kita bersihin toilet,” suruh Ardan. “Toilet cowo? Kenapa gak cewe aja?” “Disuruh sama Bu Wati toilet cowo,” kata Ardan sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku. “Nggak, ah!” Adel cepat bergeleng. “Nanti kalo ada laki-laki yang masuk gimana?" Tangan Ardan terangkat untuk menggaruk kupingnya yang tidak gatal. “Nggak bakal, gue jagain di depan pintu." “Tapi--" “Cepet masuk!" Ardan memaksa sambil mendorong pelan tubuh Adel. Ini sangatlah jorok dan bau. Terdapat 4 toilet di sini. Dia mengerjakannya dengan benar. Adel mengambil ember kecil, sikat, dan pewangi lantai. Ia mulai membersihatapi setelah itu dia menemukan makhluk yang paling ditakutinya. “Wuuaaa!! Bundaa!!” Dia berlari tak tentu arah lalu kakinya itu membawa ia berlari menuju pintu keluar. “Ada apa sih?” Adel menabrak tubuh tinggi itu. Orang yang ditabrak pun tampak terkejut. Seketika mereka hanya saling menatap. ‘Benar katanya, ganteng' pikir Adel. Jantung Adel berdegup sangat kencang. Entah karena makhluk mengerikan itu atau laki-laki yang memegang bahunya ini yang tengah memandanginya juga. “Ada apa?” ucap Ardan menghentikan keadaan canggung itu. “Eh, i-itu.” Adel terlihat sangat ketakutan. “Apa sih cicak? Di mana?” “Bukan cicak, di pojok dekat wesatafel,” cicit Adel. “Mana sih, gak ad... Wuaaa!!!” Ardan berlari ke belakang punggung Adel, begitupun Adel. Mereka saling mendorong. Sama berteriak meminta tolong. Teman-temannya yang di luar pun masuk. Ardan menunjuk sesuatu itu, dan memberikan kode menggunakan tangan kepada temannya untuk menyingkirkan makhluk itu. Setelah keadaan dirasa aman Adel dan Ardan tanpa sadar menghembuskan napas lega bersamaan. “Huh! Kamu laki-laki takut kecoa juga?” “Lo juga." “Aku kan perempuan. Ternyata si ketua gangster takut kecoa. Cemen banget, anak kecil aja ada yang berani. Lah ini? malah ikut teriak, kamu terkenal suka tawuran tap--" ucapannya terhenti saat dia menoleh ke sampingnya, dan orang tersebut sedang menatapnya dengan tatapan tajam. “Kamu suka tawuran dan menang terus, 'kan? Aku yakin kamu itu ditakuti sama lawan-lawan kamu, kamu emang top, Dan!” ucapnya dengan senyum konyol itu takut kalau-kalau Ardan marah. Sedangkan Ardan yang mendengar ucapan Adel barusan hanya mendengkus. “Ayo, kita ke kantin,” ajak Ardan beranjak dari tempatnya. “Tapi itu belum selesai." Mata Ardan melirik ke arah toilet yang ditunjuk Adel lalu beralih ke . “Itu bukan pekerjaan lo, gue cuma minta sedikit bantuan lo doang, jadi biarin aja diterusin sama teman-teman gue." "Oh gitu."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN