Maling Mangga

1007 Kata
“Huh! Perhitungan,” dengus Adel. Setelah itu mereka kembali menikmati esnya masing-masing. Sampai-sampai perhatian Adel teralihkan dengan pohon mangga yang dengan gagahnya berdiri di pinggir seberang jalan. Mangga, salah satu buah favorit Adel. Adel menolehkan kepalanya ke samping, terlihat bahwa Ardan melakukan hal yang sama. “Lo suka mangga juga?” tanya Ardan, yang ditanya hanya mengangguk. “Ayo!” ajak Ardan sembari menarik tangan Adel. “Mau ngapain?” tanya Adel bingung. “Katanya lo suka mangga,” ucap Ardan sambil berlari ke pohon besar itu. “Hah? Jangan bilang kamu niat mau ngambil mangga itu,” “Emang begitu,” jawab cowok itu sambil mengendikkan bahu. “Ya ampun, Dan. Nggak ah, itu pohon orang jangan asal ngambil aja." “Itu pohon mangga, Del, bukan pohon orang." “Ih, Ardan,” ucap Adel dengan nada kesal. Ardan memang selalu begini, jawaban yang terlontar dari mulut tampannya itu selalu membuat kesal orang yang mendengarnya. “Adel, itu tangkainya mengarah ke jalanan. Dan mangga itu udah mateng sebentar lagi udah mau lepas, nanti kalo buahnya jatuh terus kena kepala orang gimana?” jelas Ardan memberikan alasan agar Adel setuju. Setelah memikirkan alasan Ardan, Adel pun setuju. “Ngambilnya gimana ya?” pikir Ardan. “Pake ini aja,” usul Adel seraya menunjukan batu yang kini berada digenggamannya. Saat Adel, hendak melempar gerakannya terhenti. “Biar gue aja, gue kan mantan anak basket,” kata Ardan sombong. “Tapi, kan, itu batu bukan bola basket,” gumam Adel sambil membenarkan kacamatanya yang melorot. “Yaudahlah, sama aja." Bola pertama dilempar dan melenceng. “Katanya mantan anak basket, tuh nggak bisa," ledek Adel sambil menahan senyum. “Ini baru batu pertama, Del. Masih ada 2 kesempatan lagi.” “Nggak ada perjanjian kayak gitu." “Barusan gue bikin." Kemudian Ardan melempar batu yang kedua. Dan berhasil, tetapi buah itu masih belum terlepas dari tangkainya. “Yeay, kena!” “Masih belum lepas." “Batu terakhir nih." Batu terakhir pun dilempar. Dan pada akhirnya, buah itu terlepas dari tangkainya. Namun, buah itu malah jatuh mengenai pelipis Adel yang saat itu berdiri tepat di bawah pohon. “Yeay!” “Aduh!” Ucap mereka berbarengan. “Woa! Haha! Lagian, lo ngapain berdiri disitu,” ucap Ardan sambil terkekeh. “Sakit,” keluh Adel karena buah itu terjatuh tepat di kening cewek itu. “Hei! Siapa itu?” suara itu berasal dari pemilik buah yang barusan telah dicuri. “Kalian mau nyuri buah mangga saya?!” “Lari, Dan!” ucap Adel lalu berlari. “Ngapain lari? Kan bawa motor,” gumam Ardan. Kemudian Ardan dengan cepat membawa motornya lalu mangejar Adel yang sekarang tengah berlari. “Adel! Ngapain lari? Sini naik," seru cowok itu menahan lari Adel. “Oh, iya." Adel menepuk jidatnya karena kelemotannya yang kumat. “Hei! Tunggu! Jangan kabur kalian!” teriak sang pemilik seraya berlari mengejar pencuri buahnya. “Cepet, Dan!” “Iya, ini jalan." Mereka berhasil lari dari kejaran pemilik buah. Kini mereka tengah berada di rumah Adel. Berselonjor di teras rumah Adel sedangkan Ardan sudah merebahkan dirinya sambil mengatur napasnya yang masih engos-engosan. “Kalian abis ngapain?” “Maling mangga, Bun,” jawab Adel jujur, Ardan yang mendengar perkataan temannya itu langsung menepuk jidatnya, dan menatap Adel dengan tatapan ‘ngapain dikasih tau!’ “Kenapa?” tanya Adel yang bingung dengan tatapan itu. “Apa? Kalian nyuri mangga? Ya, ampun, kalian itu udah SMA masa masih nyuri mangga juga." “Bukan nyuri, Bun. Kita cuma mau ngebantu orang,” kilah Ardan. “Ngebantu apa?” “Ngebantu metik mangganya." “Terus kenapa diambil?" “Kan, itu tuh upah capeknya, Bun." “Kalian udah izin?” “Udah Bun, dalam hati." “Pokoknya Bunda nggak mau tau, kalian harus ngembaliin mangga itu ke pemiliknya." “Yah, Bun. Tapi kan—“ “Nggak ada tapi-tapian!" tegas Bunda. “Iya, Bun." Dan sekarang mereka tengah berada di depan gerbang pemilik mangga. “Lo sih, Del," gerutu Ardan. “Kok aku?” “Ya elo ngapain pake ngasih tau Bunda." “Ya, kan, harus jujur ke Bunda." Saat mereka berdebat pagar itu terbuka. “Kalian maling mangga yang tadi, ya?” “Eh, i-iya pak, ini mangganya kita balikin." “Kalian itu, udah besar tapi masih kayak anak kecil aja suka maling mangga," semprot si bapak. “Maaf, Pak." “Kalo kalian mau saya maafkan, kalian harus membersihkan pekarangan rumah saya." “Yah, Pak, nggak bisa—“ “Bisa kok, Pak,” sela Adel. Akhirnya mereka berdua membersihkan pekarangan rumah itu. Bukan mereka, hanya Adel yang melakukannya. “Ardan, bantuin dong,” pinta Adel. “Nggak ah, elo aja,” tolak Ardan yang mendapatka tatapan jengkel Adel. “Aku aduin Bunda," ancam Adel dengan menatap Ardan tajam. “Deh, ngaduan mainnya." “Del, ada cacing nih,” ucap Ardan seraya menunjukan ranting kayu yang terdapat cacing di ujungnya. “Wua! Ardan jauh-jauh," jerit Adel histeris. “Nggak mau,” ucapnya seraya berjalan mendekati Adel. “Ardan!!” teriaknya sembari berlari dan Ardan mengejar. “Halo Adel, aku cuma mau kenalan kok,” ucapnya dengan nada yang berbeda seakan-akan cacing itu yang berbicara. Adel terus berlari sampai-sampai ia hampir menabrak ranting pohon di depannya, tapi ia berhasil menghindar. Sedangkan Ardan, yang tidak mengetahui keberadaan ranting di depannya harus menabrak ranting itu yang membuat keningnya menempel dengan indahnya di ranting pohon itu. “Aw!” Mendengar ringisan itu, Adel memberhentikan larinya dan mulai menengok ke belakang Ardan sedang mengusap keningnya yang memerah. “Kualat!” ucap Adel dengan kesal karena sebelumnya Ardan telah mengerjainya. “Wah, songong lo!” Kemudian Ardan kembali mengejar Adel. Sang pemilik yang baru keluar dari dalam rumahnya untuk memeriksa pekerjaan Adel dan Ardan membulatkan matanya, dan seperti seseorang yang ingin melahap orang hidup-hidup. Kini keadaan pekarangannya jauh dari kata rapih. Daun-daun kering yang berserakan, ranting pohon yang di mana-mana, ditambah lagi beberapa pot bunga yang terjatuh. “Apa yang kalian lakukan dengan bunga-bunga istri saya!!” “Ups!” ucap Adel dan Ardan saling bertatapan satu sama lain seraya menahan senyum.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN